..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Senin, 06 Januari 2025

Curhat Netizen tentang Implementasi Coretax DJP dan Catatan Untuk Coretax DJP


Di hari ke-6 implementasi sistem Coretax DJP sebagai sistem administrasi perpajakan menggantikan djponline yang telah digunakan oleh Wajib Pajak selama ini, masih diwarnai berbagai kendala. Sebagian besar pengguna yang mencoba untuk memenuhi kewajiban perpajakan melalui aplikasi Coretax DJP di alamat situs https://coretaxdjp.pajak.go.id, masih menghadapi berbagai permasalahan yang timbul, mulai dari tidak dapat mendaftar NPWP, kesulitan dalam membuat akitivasi akun Coretax DJP-nya, kesulitan dalam menunjuk PIC sebagai penanggung jawab pemenuhan kewajiban perpajakan, hingga tidak dapat membuat Faktur Pajak sehingga menghambat proses transaksi yang sedang dijalankan oleh para Wajib Pajak.

Sebagaimana dikutip dari Lini Masa di Media Sosial X, berikut ini curahan hati (curhat) dan uneg-uneg yang dikemukakan oleh para Netizen atas sistem Coretax DJP ini.







Banyak pelaku usaha dan dan praktisi perpajakan yang mengeluhkan bahwa transaksi mereka menjadi terhambat akibat mengalami kendala dalam menerbitkan Faktur Pajak. Memang pembuatan Faktur Pajak menjadi satu hal terpenting dalam setiap transaksi yang dilakukan oleh seorang Pengusaha Kena Pajak. Karena berdasarkan ketentuan, Faktur Pajak harus dibuat pada saat terutangnya PPN atau saat transaksi terjadi. Apalagi sejak diberlakukan sistem pembuatan Faktur Pajak melalui sistem e-Faktur, dimana tanggal pembuatan Faktur Pajak bentuk e-Faktur sudah tidak dapat diubah dan secara sistem sudah default di tanggal dan hari dibuatnya Faktur Pajak tersebut. Sebagaimana yang diatur pada Pasal 32 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-3/PJ/2022 yang mengatur bahwa Faktur Pajak terlambat dibuat dalam hal tanggal yang tercantum dalam Faktur Pajak melewati saat Faktur Pajak seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) atau Pasal 4 ayat (3). Toleransi hanya diberikan pada saat meng-upload (mengunggah) e-Faktur yang dapat dilakukan paling lambat tanggal 15 setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan. Apabila Wajib Pajak terlambat dalam membuat e-Faktur atau mengunggah e-Faktur tersebut maka ancamannya adalah denda karena terlambat membuat Faktur Pajak sebagaimana ketentuan Pasal 14 ayat (4) UU KUP yaitu berupa denda sebesar 1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut.

Ditambah lagi dengan kesulitan yang saat ini dihadapi oleh para Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam menghadapi perubahan tarif PPN menjadi 12% berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024, akibat sistem penerbitan invoice yang dibuat sebelumnya tidak dapat mengantisipasi ketentuan PMK 131 Tahun 2024 yang baru diterbitkan pada tanggal 31 Desember 2024, dimana mereka harus menyesuaikan aplikasi penerbitan invoice dan Faktur Pajaknya dengan ketentuan PMK 131 Tahun 2024 ini.

Berdasarkan pantauan ke situs Coretax dan DJP Online, memang sejak pagi ini kedua situs ini menjadi sangat sulit untuk diakses. Proses loading lama ketika masuk kedua sistem ini. Sedangkan jika melakukan suatu proses di Coretax DJP, maka sering muncul pesan error seperti tampak pada gambar di bawah ini, dan proses tidak dapat dilakukan/dilanjutkan.


Melihat kondisi yang ada saat ini, mungkin ada baiknya pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memikirkan solusi mitigasi dalam mengantisipasi kendala ini. Mungkin DJP dapat mempertimbangkan kembali untuk mengaktifkan sistem e-Faktur yang selama ini telah dijalankan dan Wajib Pajak juga telah merasa mudah dalam membuat Faktur Pajak. Memberikan kesempatan kepada para PKP yang masih belum berhasil mengakses dan menyelesaikan proses aktivasi akun Coretax-nya untuk tetap dapat membuat Faktur Pajak di dalam sistem e-Faktur, serta memberikan toleransi atas transaksi yang sudah terjadi dari tanggal 1 Januari 2025 hingga hari ini 6 Januari 2025 untuk pembuatan Faktur Pajaknya. Sedangkan bagi PKP yang sudah berhasil aktivasi dan dapat masuk ke akun Coretax untuk membuat Faktur Pajak (sudah membuat e-Faktur di sistem Coretax), maka PKP ini tetap diwajibkan untuk melanjutkan membuat Faktur Pajak di sistem Coretax.

Akibat dari pemberlakuan 2 sistem dalam masa transisi ini tentu akan disikapi dengan bijak oleh DJP dalam proses migrasi data. Mungkin ada field data yang tidak sesuai antara sistem e-Faktur dengan Coretax, saat migrasi data dapat disesuaikan. Memang tidak mudah untuk melakukan hal-hal ini apalagi untuk sistem Coretax yang telah dibuat sedemikian canggih dan terintegrasinya, namun menurut Penulis, DJP perlu memikirkan solusi efektif agar para pelaku usaha tetap dapat menjalankan bisnis dan usahanya tanpa terkendala dengan sistem aplikasi baru yang masih dalam proses penyempurnaan.

0 Comments

Posting Komentar