Sejak masa Juli 2013, Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu yang tidak melebihi Rp 4,8 miliar setahun dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari peredaran bruto yang diperolehnya setiap bulan. Ketentuan ini lebih dikenal dengan istilah PPh bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013. Tujuan Pemerintah menetapkan ketentuan ini adalah untuk memudahkan bagi Wajib Pajak yang termasuk dalam usaha yang dikategorikan sebagai UKM dalam melaporkan kewajiban perpajakannya.
Pemenuhan kewajiban PPh bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu sejak masa Juli 2013 hingga Desember 2013, dilakukan hanya dengan cara menyetorkan PPh yang dihitung sebesar 1% dari peredaran bruto (omzet) yang diterimanya selama satu bulan ke kantor pos, bank persepsi atau melalui ATM. Sebagaimana ketentuan Pasal 10 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013 yang menegaskan bahwa Wajib Pajak yang sudah menyetorkan PPh final sebesar 1% ini dianggap telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan, sesuai dengan tanggal validasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang tercantum pada Surat Setoran Pajak.
Namun jika kita simak dalam pasal selanjutnya, Pasal 16 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013 mengatur bahwa ketentuan mengenai pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013 diberlakukan mulai masa pajak Januari 2014. Dalam Pasal 10 ayat (2) ini menyebutkan bahwa Wajib Pajak yang melakukan pembayaran Pajak Penghasilan sebesar 1% dari peredaran bruto ini wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Dengan demikian, maka mulai kewajiban pajak masa Januari 2014, Wajib Pajak yang memenuhi kategori Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu wajib menyampaikan SPT Masa PPh (baik pada masa yang bersangkutan terdapat PPh yang harus disetorkan ataupun setoran PPh-nya Nihil).
Bagaimanakah Bentuk SPT Masa PPh untuk Wajib Pajak Dengan Peredaran Bruto Tertentu?
Sebenarnya dalam Pasal 14 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013 telah ditegaskan bahwa bentuk SSP, bentuk SPT Masa PPh dan tata cara pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Saat ini ketentuan yang telah diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak adalah tentang bentuk SSP, dan tata cara pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan. Namun hingga saat ini belum ada Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur tentang bentuk SPT Masa PPh untuk Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu (atau mungkin penulis yang memang belum memperoleh ketentuan ini?).
Sebagai antisipasi atas belum adanya ketentuan mengenai bentuk formulir SPT yang harus dilaporkan, maka penulis menyarankan kepada para Pembaca setia Tax Learning yang harus memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu untuk melaporkan formulir SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-53/PJ/2009 pada nomor urut 11 jenis Penghasilan Tertentu Lainnya. Berikut penulis telah sertakan bentuk formulir SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) yang dapat digunakan untuk melaporkan kewajiban PPh Final 1% ini.
Ingat bahwa batas waktu pelaporan SPT Masa PPh masa Januari 2014 ini adalah pada tanggal 20 Februari 2014 ini
Catatan:
Sampai dengan hari ini (30 Desember 2014) tidak ada Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur lebih lanjut mengenai ketentuan Pasal 14 dan Pasal 16 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013 mengenai bentuk SPT Masa PPh dan penegasan pelaporan SPT Masanya. Justru yang ada adalah surat penegasan Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ/2014 sebagaimana telah diubah dengan SE-38/PJ/2014, yaitu:
Wajib Pajak yang telah melakukan penyetoran PPh final 1% dan telah mendapatkan validasi NTPN, dianggap telah menyampaikan/melaporkan SPT Masa PPh, dengan tanggal pelaporan sesuai tanggal NTPN yang tercantum pada SSP atau cetakan struk ATM.
Wajib Pajak dengan jumlah PPh Pasal 4 ayat (2) nihil tidak wajib melaporkan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ini.
Ketentuan mengenai pelaporan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ini diberlakukan mulai Masa Pajak Januari 2014.
Pemenuhan kewajiban PPh bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu sejak masa Juli 2013 hingga Desember 2013, dilakukan hanya dengan cara menyetorkan PPh yang dihitung sebesar 1% dari peredaran bruto (omzet) yang diterimanya selama satu bulan ke kantor pos, bank persepsi atau melalui ATM. Sebagaimana ketentuan Pasal 10 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013 yang menegaskan bahwa Wajib Pajak yang sudah menyetorkan PPh final sebesar 1% ini dianggap telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan, sesuai dengan tanggal validasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang tercantum pada Surat Setoran Pajak.
Namun jika kita simak dalam pasal selanjutnya, Pasal 16 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013 mengatur bahwa ketentuan mengenai pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013 diberlakukan mulai masa pajak Januari 2014. Dalam Pasal 10 ayat (2) ini menyebutkan bahwa Wajib Pajak yang melakukan pembayaran Pajak Penghasilan sebesar 1% dari peredaran bruto ini wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Dengan demikian, maka mulai kewajiban pajak masa Januari 2014, Wajib Pajak yang memenuhi kategori Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu wajib menyampaikan SPT Masa PPh (baik pada masa yang bersangkutan terdapat PPh yang harus disetorkan ataupun setoran PPh-nya Nihil).
Bagaimanakah Bentuk SPT Masa PPh untuk Wajib Pajak Dengan Peredaran Bruto Tertentu?
Sebenarnya dalam Pasal 14 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013 telah ditegaskan bahwa bentuk SSP, bentuk SPT Masa PPh dan tata cara pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Saat ini ketentuan yang telah diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak adalah tentang bentuk SSP, dan tata cara pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan. Namun hingga saat ini belum ada Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur tentang bentuk SPT Masa PPh untuk Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu (atau mungkin penulis yang memang belum memperoleh ketentuan ini?).
Sebagai antisipasi atas belum adanya ketentuan mengenai bentuk formulir SPT yang harus dilaporkan, maka penulis menyarankan kepada para Pembaca setia Tax Learning yang harus memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu untuk melaporkan formulir SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-53/PJ/2009 pada nomor urut 11 jenis Penghasilan Tertentu Lainnya. Berikut penulis telah sertakan bentuk formulir SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) yang dapat digunakan untuk melaporkan kewajiban PPh Final 1% ini.
Ingat bahwa batas waktu pelaporan SPT Masa PPh masa Januari 2014 ini adalah pada tanggal 20 Februari 2014 ini
Catatan:
Sampai dengan hari ini (30 Desember 2014) tidak ada Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur lebih lanjut mengenai ketentuan Pasal 14 dan Pasal 16 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013 mengenai bentuk SPT Masa PPh dan penegasan pelaporan SPT Masanya. Justru yang ada adalah surat penegasan Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ/2014 sebagaimana telah diubah dengan SE-38/PJ/2014, yaitu:
Wajib Pajak yang telah melakukan penyetoran PPh final 1% dan telah mendapatkan validasi NTPN, dianggap telah menyampaikan/melaporkan SPT Masa PPh, dengan tanggal pelaporan sesuai tanggal NTPN yang tercantum pada SSP atau cetakan struk ATM.
Wajib Pajak dengan jumlah PPh Pasal 4 ayat (2) nihil tidak wajib melaporkan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ini.
Ketentuan mengenai pelaporan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ini diberlakukan mulai Masa Pajak Januari 2014.
13 Comments
bagaimana dengan ketentuan Pasal 10 ayat 3 Wajib Pajak yang telah melakukan penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dianggap telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan tanggal validasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang tercantum pada Surat Setoran Pajak.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013 pada Pasal 10 ayat (2) disebutkan bahwa "Wajib Pajak yang melakukan pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir."
Sedangkan pada Pasal 10 ayat (3) memang disebutkan bahwa "Wajib Pajak yang telah melakukan penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (1), dianggap telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (2), sesuai dengan tanggal validasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang tercantum pada Surat Setoran Pajak."
Namun jika kita simak ketentuan berikutnya, pada Pasal 16 ayat (2) diatur bahwa "ketentuan mengenai pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) diberlakukan mulai masa pajak Januari 2014."
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketentuan pelaporan SPT ini akan mulai berlaku sejak Januari 2014. Namun memang, peraturan ini dapat menimbulkan multitafsir. Karena apabila kita mengkaitkan ketentuan Pasal 16 ayat (2) tentang mulai pelaporan SPT adalah Januari 2014 itu berkaitan dengan Pasal 10 ayat (2). Sedangkan pada Pasal 10 ayat (3) itu mengatur hal pengecualian atas Pasal 10 ayat (2). Oleh sebab itu, maka seharusnya di Pasal 16 ayat (2), pelaporan SPT mulai Januari 2014 ini tidak termasuk untuk Wajib Pajak yang sudah setor melalui bank persepsi/kantor pos yang telah divalidasi dan tertera NTPN.
Namun jika ketentuan ini dipandang dari urutan Pasal, maka dapat ditafsirkan bahwa ketentuan Pasal 16 ayat (2) ini mengatur mengatur kewajiban lapor SPT untuk Wajib Pajak yang setorannya tidak mendapatkan validasi NTPN dan juga untuk yang telah mendapatkan validasi NTPN.
Memang seharusnya Dirjen Pajak mengeluarkan peraturan lebih lanjut untuk mengatur PMK ini, supaya kita dapat lebih jelas bagaimana perlakuan dari ketentuan ini.
Dear Mas Anto,
Mohon maaf mengganggu liburan Bapak.
Saya rencana membuka usaha bentuknya CV.
Kewajiban pajak apa saja yg harus kami laporkan setiap bulannya?
Jika belum ada karyawan apakah ada kewajiban lapor SPT PPH psl.21?
Apakah NPWP saya selaku pesero aktif sudah bisa kami pakai, ataukah harus mengajukan NPWP baru atas nama CV
Formulir SPT Tahunan untuk CV, yang mana yang akan saya gunakan, apakah 1770 atau 1771?
Apakah saya sebagai pesero aktif harus melakukan laporan SPT Orang Pribadi 1770S atau 1770?
Berdasarkan PP 46 yang berlaku atas UKM saat ini, apakah saya perlu melaporan 1% omzet dari perederan bruto jika ada penjualan, ataukah dengan Pph psl.25 badan atau pph psl.25 OP
Mohon pencerahan dan penjelasannya Mas, terimakasih
Salam,
Donita
Kewajiban pajak bagi CV:
- Melaporkan kewajiban PPh Pasal 25 badan. Apabila perusahaan memperoleh penghasilan bruto yang masih di bawah Rp 4,8 miliar setahun, maka PPh Pasal 25 diganti dengan kewajiban membayar PPh Pasal 4 ayat (2) Final sebesar 1% dari omzet.
- Melaporkan SPT Masa PPh Pasal 21 setiap bulannya, walaupun tidak ada pembayaran gaji kepada karyawan.
- Melaporkan kewajiban pemotongan PPh Pasal 23, Pasal 26 dan Pasal 4 ayat (2) lainnya apabila terjadi transaksi yang menjadi objek pemotongan pajak jenis ini.
- SPT Masa PPN, apabila perusahaan telah dikukuhkan sebagai PKP.
Untuk NPWP, CV harus mendaftarkan untuk mendapatkan NPWP baru, karena status badan usaha CV berbeda dengan status pesero sebagai orang pribadi. Untuk pelaporan SPT Tahunan CV menggunakan Form 1771.
Untuk Anda pribadi, Anda tetap harus melaporkan kewajiban pajak pribadi Anda dengan menggunakan form 1770 atau 1770S.
Dear Mas Anto,
Terimakasih atas jawaban dan pencerahannya, sangat bermanfaat bagi kami, dan yang lainnya. Semoga sukses
Donita
dear p.anto
pak saya baru mendirikan CV npwp, pkp bulan mei 2014
dikarenakan masih baru saya lapor SPT masa bulan mei PPN,pph 21, pph 25 nihil apakah sudah benar ?..
nah sekarang bulan juni cv sudah berjalan
ppn,pph21,pph25 bgmn?
saya harus lapor apa saja pak untuk bulan juni dan bulan seterusnya ....
besar harapan saya menunggu penjelasan pak Anto
salam
yuni
Kewajiban perpajakan yang harus Anda penuhi adalah PPh Pasal 21 (laporan nihil), PPN (laporan nihil), PPh Pasal 23 apabila ada objek pembayaran jasa yang dilakukan seperti jasa notaris (apabila tidak ada transaksi maka tidak perlu lapor), PPh Pasal 4 ayat (2) apabila ada transaksi sewa bangunan (apabila tidak ada transaksi maka tidak perlu lapor), PPh Pasal 25 nihil. Namun apabila Anda termasuk kategori sebagai pengusaha dengan omzet setahun tidak melebihi Rp 4,8 miliar, maka kewajiban PPh Pasal 25 ini digantikan dengan PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 1% dari omzet dan bersifat final.
Demikian juga untuk laporan bulan Juni dan seterusnya. Pada akhir tahun, kewajiban Anda adalah melaporkan SPT Tahunan PPh badan (dilaporkan paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya).
Siang Pak Anto,,
Kapan kami mulai harus melaporkan spt PPH pasal 21? jika CV kami terdaftar di bulan Desember ini tapi blm beroperasi? mohon disertakan dasar hukumnya juga, Pak Anto.
thanks.
Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak harus dilakukan sejak tanggal terdaftar sebagai Wajib Pajak. Karena perusahaan Anda terdaftar pada bulan Desember 2014, maka kewajiban perpajakan sudah dimulai untuk masa Desember 2014.
Walaupun perusahaan belum beroperasi (sehingga pelaporan PPh Pasal 21 tentunya juga akan nihil), namun berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 yang menegaskan bahwa SPT Masa PPh Pasal 21 harus dilaporkan paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir, walaupun SPT Masa PPh Pasal 21 yang dilaporkan adalah Nihil, namun tetap harus dilaporkan.
Mlm pak anto...
saya mau nanya, kalau perusahaan kami sudah membayar 1% dari omzet apakah saya masih wajib membayar&melaporkan SPT PPN jika berdasarkan perhitungannya memang kurang bayar??
Besar harapan saya agar bapak berkenan menjawabnya.
Trima kasih..
Malam pak,,, saya mendirikan PT kecil. bisnis saya di sanggar olahraga. Pajak apa saja yang harus saya laporkan ? apakah saya juga harus melaporkan pph 21 instructor saya ?? mohon bantuannya
Menjawab pertanyaan dari penanya tanpa identitas:
Apabila Anda memiliki kewajiban PPN (telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak), maka walaupun perusahaan Anda telah membayar PPh sebesar 1% dari omzet, maka perusahaan Anda masih diwajibkan untuk melaporkan SPT PPN serta membayar kekurangan bayar PPN (dari hasil perhitungan Pajak Keluaran yang dikurangkan dengan Pajak Masukan).
Menjawab pertanyaan Mimi Huang:
Untuk perusahaan Anda yang berbentuk PT, apabila peredaran bruto (omzet) setahunnya tidak mencapai Rp 4,8 miliar, maka pajak yang harus dilaporkan adalah PPh Final sesuai PP No. 46 Tahun 2013 sebesar 1% dari omzet setiap bulannya.
Selain itu, Anda juga memiliki kewajiban untuk memungut PPh dari biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yaitu:
-gaji, upah, komisi yang dibayarkan kepada karyawan, orang pribadi penerima penghasilan harus dipotong PPh Pasal 21 (termasuk komisi instructor).
-biaya sewa tanah dan/atau bangunan harus dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) final.
-biaya jasa (kepada badan usaha), biaya sewa aktiva selain tanah dan bangunan harus dipotong PPh Pasal 23
Selain itu, apabila perusahaan Anda dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka Anda memiliki kewajiban untuk melaporkan SPT Masa PPN.
Untuk Sdri. Mimi, Anda dapat menyampaikan permasalahan perusahaan Anda secara lebih detail dan terperinci melalui email supaya dapat saya pandu mengenai cara pelaporan SPTnya.
Selamat sore bpk..
Mohon pencerahan dan masukan dr bpk.. sy mau bertanya apakah ada sanksi jika kita blm melaporkn spt tahunan pribadi n badan 2014 mengingat cv sy bru pkp jan 15 dan masi kesulitan membuat spt tahunan tsb.. dan apakah bs ttp kami laporkn di tahun ini dgn status telat lapor pak.. trima kasih
Posting Komentar