..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Kamis, 30 Juni 2016

Penghasilan Tidak Kena Pajak tahun 2016

Pemerintah kembali menetapkan kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang berlaku mulai Januari 2016, sehingga besarnya PTKP untuk tahun 2016 adalah menjadi sebagai berikut:
  1. Diri WP Orang Pribadi: Rp 54.000.000 (di tahun 2015 sebesar Rp 36.000.000)
  2. Tambahan untuk WP Kawin: Rp 4.500.000 (di tahun 2015 sebesar Rp 3.000.000)
  3. Tambahan untuk isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami: Rp 54.000.000 (di tahun 2015 sebesar Rp 36.000.000)
  4. Tambahan untuk setiap tanggungan, maks 3 orang @: Rp 4.500.000 (di tahun 2015 sebesar Rp 3.000.000)
Berikut ini adalah peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan terkait dengan PTKP 2016 ini.
  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.010/2016 tanggal 22 Juni 2016 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan Dari Pegawai Harian Dan Mingguan Serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya Yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016 tanggal 22 Juni 2016 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak


Selasa, 28 Juni 2016

Sidang Paripurna DPR Sahkan RUU Pengampunan Pajak Menjadi Undang-Undang

Setelah melalui perdebatan yang sengit dan alot, akhirnya Rapat Paripurna DPR RI ke-32 masa persidangan V tahun sidang 2015-2016 menyetujui pengesahan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak menjadi Undang-Undang pada siang ini tanggal 28 Juni 2016 sekitar pukul 14.00 WIB.

Setelah pemaparan, fraksi-fraksi masih memiliki berbagai pandangan soal pengesagan RUU Pengampunan Pajak ini. Tiga fraksi yang memberikan catatan atas RUU Pengampunan Pajak ini adalah PDIP, Partai Demokrat, dan PKS. Anggota F-PKS Ecky Awal Muharam menyampaikan bahwa PKS tetap keberatan dengan RUU Tax Amnesty. PKS sempat meminta agar forum lobi dan pengambilan keputusan dengan voting.

Sedangkan Wakil Ketua Fraksi PDIP Arif Wibowo saat paripurna meminta agar Pemerintah dan DPR perlu membahasnya lebih tertib konstitusi, lebih dalam, lebih cermat, sehingga perlu dipertimbangkan untuk penundaan pengesahan RUU Pengampunan Pajak.

Namun pada akhir pembahasan Fraksi Demokrat menyetujuinya dengan syarat catatan dari Fraksi Demokrat harus dimasukan. Sedangkan Fraksi PDIP meminta agar disahkan dahulu RAPBNP 2016 baru kemudian dilakukan pengesahan RUU Pengampunan Pajak. Sedangka Fraksi PKS masih keberatan dan meminta untuk dilakukan voting.

Akhirnya Ketua DPR RI, Ade Komarudin mengesahkan UU Pengampunan Pajak ini dengan mengetuk palu tiga kali setelah mendapatkan konfirmasi setuju dari seluruh peserta sidang paripurna.


Download: Undang-Undang Pengampunan Pajak

Artikel Terkait:
Komisi XI DPR Setuju RUU Pengampunan Pajak Dibahas di Paripurna

Senin, 27 Juni 2016

Komisi XI DPR Setuju RUU Pengampunan Pajak Dibahas di Paripurna

Hari ini (27 Juni 2016), mayoritas fraksi pada Komisi XI DPR RI sepakat bahwa Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) akan membawa pembahasan RUU Pengampunan Pajak ini ke tingkat yang lebih tinggi yaitu dalam sidang paripurna DPR untuk disahkan sebagai Undang-Undang. Hanya ada 1 (satu) fraksi yang berkeberatan dan belum sepakat dengan Pasal-Pasal dalam RUU Pengampunan Pajak tersebut, yaitu fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sedangkan 2 (dua) fraksi yang menyetujui pembahasan dilanjutkan namun dengan catatan, yaitu fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Demokrat.

Ketua Komisi XI, Ahmadi Noor Supit menyebutkan bahwa semua catatan-catatan itu tidak akan mengubah batang tubuh RUU Pengampunan Pajak yang disepakati mayoritas fraksi dan hanya akan menjadi catatan saja, yang akan dibacakan dalam rapat paripurna besok.

Beberapa pasal yang mendapatkan catatan diantaranya adalah mengenai ketentuan umum, asas dan tujuan, subjek dan objek pengampunan pajak, tarif dan cara menghitung uang tebusan, tata cara penyampaian surat pernyataan, dan manajeman data dan informasi.

Pasal-Pasal dalam RUU Pengampunan Pajak yang disepakati diantaranya mengenai objek pengampunan pajak, yang terdiri atas Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau PPnBM.

Rencananya RUU Pengampunan Pajak ini akan berlaku selama sembilan bulan, sejak 1 Juli 2016 hingga 31 Maret 2017.

Besarnya tarif Uang Tebusan terbagi menjadi 3 periode:
a. sebesar 4% untuk periode pelaporan Surat Permohonan Pengampunan Pajak pada tanggal 1 Juli 2016 sampai dengan 30 September 2016.
b. sebesar 6% untuk periode pelaporan Surat Permohonan Pengampunan Pajak pada tanggal 1 Oktober 2016 sampai dengan 31 Desember 2016.
c. sebesar 10% untuk periode pelaporan Surat Permohonan Pengampunan Pajak pada tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2017.

Dalam hal Harta yang diungkapkan dalam Surat Permohonan Pengampunan Pajak berada dan/atau ditempatkan di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan atas Harta tersebut dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta diinvestasikan selama jangka waktu tertentu di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (repatriasi), tarif Uang Tebusan yang harus dibayar ke kas Negara atas Harta yang diungkapkan tersebut adalah sebagai berikut:
a. sebesar 2% untuk periode pelaporan Surat Permohonan Pengampunan Pajak pada tanggal 1 Juli 2016 sampai dengan 30 September 2016.
b. sebesar 3% untuk periode pelaporan Surat Permohonan Pengampunan Pajak pada tanggal 1 Oktober 2016 sampai dengan 31 Desember 2016.
c. sebesar 5% untuk periode pelaporan Surat Permohonan Pengampunan Pajak pada tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2017.

Sedangkan untuk tarif uang tebusan bagi WP yang memiliki usaha dengan nilai aset sampai dengan Rp 4,8 miliar ditetapkan tarif 0,5%, namun jika asetnya di atas itu diberikan tarif 2%.

Berikut ini adalah ringkasan pandangan fraksi-fraksi di Komisi XI DPR:

1. Golkar
Disampaikan. Oleh Misbakhun

Kebijakan pengampunan pajak semakin urgent. Bahkan untuk target pajak 2016 menghadapi tantangan yang sangat berat. Kebijakan ini bukan hal baru bagi Indonesia, kita pernah menjalankan pada 1964 dan 1984. Tax amnesty 1964 menyangkut akumulasi modal sebelum 1964, dan tidak mempersoalkan sumber penghasilan.

Sementara 1984 lebih karena perubahan sistem dari official asessment menjadi self assessment. Pada saat kepemimpinan Gus Dur, ide ini sempat mengemuka tapi tidak terealisasi. Baru pada saat kepemimpinan Presiden SBY tax amnesty mulai tergambar melalui sunset policy. Sunset policy bisa dikatakan soft amnesty karena hanya memberi pengampunan terhadap sanksi administrasi.

Tax Amnesty adalah kebutuhan negara yang mendasar. Dalam menerapkan tax amnesty, DJP (Direktorat Jenderal Pajak) harus menyediakan data yang lebih baik. Fraksi Golkar mengapresiasi RUU yang bersifat inklusif, dengan memberikan kesempatan kepada UMKM dengan tarif yang lebih rendah.

Tax amnesty bukan hanya berdampak kepada penerimaan negara dan basis pajak, tapi. mendorong pertumbuhan ekonomi, arus modal, sehingga dapat memperkuat kurs rupiah. Oleh karena itu, sejak awal Fraksi Golkar mendukung RUU Pengampunan Pajak.

Fraksi Golkar menyatakan setujui RUU Pengampunan Pajak untuk disahkan menjadi UU.

Hal-hal yang perlu dilakukan pemerintah:
- Pemerintah harus melakukan sosialisasi tax amnesty
- Kebijakan tax amnesty perlu dibarengi reformasi perpajakan. RUU KUP (Ketentuan Umum Perpajakan) dipandang perlu dilakukan revisi.
- Penegakan hukum kepada pelaku penghindaran yang tidak memanfaatkan kebijakan tax amnesty harus tegas, konsisten, tidak pandang bulu.

2. Gerindra
Disampaikan oleh Kardaya Warnika

Partai Gerindra setelah mengkaji RUU tax amnesty dan mempelajari aspirasi rakyat, dan perkembangan ekonomi dunia dan nasional. Kita mempelajari penerimaan negara pada 2016, kami perkirakan shortfall sekitar Rp 300 triliun. Akibatnya defisit dapat mencapai Rp 480 triliun atau 3,7% dari PDB. Kita diberikan RUU Pengampunan Pajak sebagai solusi untuk mengatasi shortfall.

Umumnya keberhasilan program tax amnesty di berbagai negara sangat minim. Khusus RUU Pengampunan Pajak, pendapat masyarakat terbagi dua. Pertama, terjadi ketidakadilan terutama bagi yang patuh. Kedua, yang setuju karena negara butuh dana untuk pembangunan.

Partai Gerindra berpendapat, 2 pandangan itu logis. Mengingat keadaan negara krisis pendapatan, kami menyatakan setuju RUU ini menjadi UU, dengan catatan:

1. Program tax amnesty yang diperkirakan akan menghasilkan Rp 165 triliun terpenuhi. Walau kami perkirakan hanya akan sebesar Rp 30 triliun.
2. Setelah diundangkan, kami meminta pemerintah mengadakan reformasi pajak sehingga 2019 tax ratio mencapai minimal 16% dari PDB.
3. Meminta agar, jika RUU disahkan, maka ini menjadi yang terakhir, setelah ini tidak ada lagi tax amnesty.
4. Pemerintah bekerja sungguh-sungguh melakukan repatriasi modal yang diperkirakan Rp 11.500 triliun.
5. Pemerintah berupaya semaksimal mungkin untuk menambah jumlah wajib pajak.

3. Demokrat
Disampaikan oleh Evi Zainal Abidin.

Latar belakang dan tujuan pengajuan tax amnesty adalah untuk memberi kesempatan memperbaiki kesalahan dan menarik harta di luar negeri serta meningkatkan penerimaan negara. Kami berpendapat dengan landasan 3 pilar utama:

1. Manfaat ekonomi harus nyata. Khususnya penambahan penerimaan pajak.
2. Menjamin keadilan sosial. Artinya, baik bagi wajib pajak yang patuh maupun yang tidak harus dipastikan kewajiban perpajakannya dilakukan dengan benar.
3. Terwujudnya sistem tata kelola yang baik. Kebijakan tax amnesty hendaknya bersaman dengan reformasi perpajakan dengan perubahan UU KUP.

Setelah melalu proses pembahasan, masih terdapat hal-hal yang belum sesuai. Oleh karena itu, perkenankan kami mengajukan keberatan:
1. Definisi pengampunan. Sejak awal, kami konsisten mengatakan cukup sanksi administrasi dan pidana pajak yang diberi pengampunan, pajak terutang tetap dibayar agar bangsa ini tetap menikmati penerimaan yang memadai.
2. Definisi harta. Kami berpandangan, jenis harta dan aset harus merupakan harta yang legal, tidak berasal dari hasil korupsi, narkoba, terorisme, dan perdagangan manusia. Komitmen pemberantasan korupsi akan luntur dengan tidakmemperhatikan sumber harta. RUU tax amnesty sampai menjadi sarana legalisasi pencucian uang.
3. Tarif tebusan. Dalam rumusan RUU, pemerintah mengajukan usul tarif tebusan berada pada kisaran 2-10%. Tarif seharusnya paling sedikit disesuaikan dengan UU KUP untuk yang repatriasi, sedangkan untuk yang tidak melakukan repatriasi dan belum memiliki NPWP harus lebih tinggi dibandingkan dalam UU KUP.
Demikian pandangan fraksi Demokrat. Kami setuju untuk melanjutkan pembahasan ke pembicaraan tingkat II.

4. PAN
Disampaikan oleh: Ahmad Najib Qodratullah

Fraksi PAN menganggap kebijakan tax amnesty menjadi tantangan dan kesempatan. Diharapkan Tax amnesty kan mampu meningkatkan penerimaan negara dari pajak. Tax amnesty bisa menjadi instrumen reformasi pajak. Kami mendesak pemerintah agar kebijakan ini diikuti penegakan hukum dan perubahan KUP, PPh, PPN dan PPnBM, serta kebijakan strategis lainnya di bidang perpajakan.

Fraksi PAN jg memberikan beberapa pandangan:
1. UU tax amnesty haru membawa semangat pajak bukan hanya alat pemaksaan namun mengakomodasi kepatuhan pajak bisa dibangun.
2. Tarif pajak yang berbeda untuk wajib pajak dengan NPWP dan belum punya NPWP.
3. Pengembangan SDM DJP.

Demikian pandangan kami. Maka fraksi PAN menyetujui RUU tax amnesty dilanjutkan pada tahapan selanjutnya.

5. PKB
Disampaikan oleh: Zainal Abidin

Fraksi PKB berpendapat RUU tax amnesty merupakan kebijakan yang diperlukan untuk menggairahkan pertumbuhan ekonomi, penerimaan pajak. Meski demikian, kami memberikan beberapa catatan:
1. RUU tax amnesty wajib mempertimbangkan aspek maslahat. Kebijakan pemimpin harus berdasarkan kepada kemaslahatan. Regulasi harus melindungi semua golongan.
2. RUU tax amnesty adalah payung hukum yang urgent di tengah melemahnya kinerja pajak nasional. Dalam jangka panjang, aktivitas dari hasil repatriasi dapat menjadi tambahan penerimaan pajak, memperluas ruang fiskal, dan menjadi insentif pertumbuhan ekonomi.
3. Penetapan objek pajak berupa PPh, PPN, PPnBM dengan didukung penetapan tarif tebusan sudah akomodatif dapat memberikan kenyamanan untuk berbondong-bondong ikut serta dalam tax amnesty.
4. Kami ingatkan otoritas pajak untuk serius mempersiapkan sistem administrasi khusus, termasuk berkoordinasi dengan OJK dan BI. Dana hasil tax amnesty, pemerintah juga harus melakukan sosialisasi secara masif.
5. Kami menilai kebijakan tax amnesty berpegang teguh pada asas penegakan hukum.

Fraksi PKB menyatakan setuju RUU TA utk dilanjutkan ke tingkat selanjutnya.

6. PKS
Disampaikan oleh: Ecky Awal Mucharram

Tax amnesty tidak akan berhasil tanpa perbaikan sistem perpajakan dan penegakan hukum. Perkembangan keterbukaan informasi melalui AEoI (Automatic Exchange of Information) pada 2018 akan secara otomatis merepatriasi dana, sehingga pemerintah tidak perlu buru-buru.

Fraksi PKS memberikan catatan:

1. Objek pengampunan pajak PPh, PPN, PnBM, itu tidak lazim dalam tax amnesty di negara lain. Lazimnya hanya PPh. Hal ini juga sejalan karena basisnya adalah deklarasi aset yang belum dilaporkan dalam SPT. Kami usulkan objek PPh saja. Terkait utang pokok pajak juga tidak diampuni, yang diampuni adalah sanksi administrasi dan pidana perpajakan.
2. Tarif, pemerintah mengobral tarif yang sangat murah. Menciderai rasa keadilan. Kami memperjuangkan tarif disesuaikan dengan UU yang berlaku saat ini yaitu 30% maksimal.
3. Terkait harta yang tidak dideklarasikan, RUU tax amnesty mengatur data tidak bisa dijadikan dasar tuntutan. Pasal itu rawan dan tidak sejalan dengan penegakan hukum.
4. Dana repatriasi harus masuk ke sektor riil dan infrastruktur. Fraksi PKS mendorong dana tax amnesty tidak hanya berbentuk instrumen pasar uang yang bisa tiba-tiba keluar dan mengganggu pasar keuangan. Holding period harusnya minimal 5 tahun.
5. Batas waktu 31 Mar 2017 tidak sejalan dengan cut off APBN. Dalam APBNP sudah dimasukkan penerimaan. Rp165 triliun, semakin menambah ketidakpastian penerimaan 2016 bisa tercapai.

Dari penjelasan di atas, fraksi PKS bersikap keberatan dan belum sependapat terkait pasal-pasal krusial di atas. Namun kami menghargai proses pembahasan, tetap kami selanjutnya menyerahkan pengambilan keputusan di tingkat paripurna.

7. PPP
Disampaikan oleh Elviana

Fraksi PPP memberikan empat catatan, yakni:

1. Pemerintah terdorong melaksanakan fungsi pajak yang dapat memberikan stimulus untuk meningkatkan pendapatan masyarakat untuk mengurangi kesenjangan.
2. Pemerintah harus bersungguh-sungguh untuk menegakkan regulasi ini ke depan. Jangan ada ketidakadilan dan moral hazard.
3. Agar tujuan tax amnesty tercapai, kami meminta Kementerian Keuangan agar menjalankan operasional dari pasal-pasal UU ini. Diperlukan sosialisasi sehingga masyarakat memahami maksud dan tujuan RUU ini.
4. Kami mendorong pemerintah untuk meningkatkan capaian penerimaan pajak.

Demikian pendapat akhir fraksi PPP. Kami menyetujui RUU tax amnesty untuk dibahas di tingkat selanjutnya.

8. Nasdem
Disampaikan oleh Donny Imam Priambodo

Fraksi Nasdem konsisten agar kebijakan ini dapat bermanfaat. Sehingga harus diikuti penyempurnaan UU KUP, PPh, PPN dan PPnBM, serta kebijakan strategis lain di bidang perpajakan dan perbankan.

Atas penjelasan tersebut, kami memberikan beberapa catatan:

1. Kami mengapresiasi ketentuan tax amnesty tidak hanya untuk PPh, tapi juga untuk PPN dan PPnBM.
2. Kami mengapresiasi kesepakatan untuk memberlakukan sampai 31 Maret 2017.
3. Kami mendukung tarif tebusan dan UMKM turut diberikan pengampunan.
4. Pemerintah harus bekerja keras dan terukur untuk mengamankan fiskal 2016.
5. Kami meminta pemerintah berkomitmen untuk menjamin kerahasiaan wajib pajak yang mengikuti program tax amnesty.
6. Kami meminta sosialisasi dilakukan secepatnya secara masif, terutama di kedutaan-kedutaan Indonesia.
7. Kami mengingatkan pemerintah meski beberapa pengamat mengatakan Indonesia tidak banyak terpengaruh oleh Brexit, kita perlu tetap waspada.

Fraksi Nasdem mendukung kebijakan pemerintah bila untuk kepentingan bangsa dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, kami menyatakan setuju RUU tax amnesty dibawa ke pengambilan keputusan tingkat selanjutnya.

9. PDI Perjuangan
Disampaikan oleh I Gusti Agung Rai

Fraksi PDIP berharap tax amnesty menjadi stimulus pertumbuhan, peningkatan likuiditas, penguatan rupiah, penurunan bunga, dan peningkatan investasi.

Ada beberapa catatan:

1. Keberhasilan UU tax amnesty sangat tergantung dengan reformasi perpajakan. Perlu segera disesuaikan dengan UU lain. Hingga saat ini, masalah yang masih terus muncul adalah kepatuhan pajak rendah, tax ratio stagnan, penegakan hukum kurang efektif, penghindaran tinggi.
2. Pengampunan pajak diharapkan berlaku sekali. Diusulkan penerimaan pajak dari tax amnesty tidak masuk dalam APBN-P 2016.
3. Akan diberlakukan AEoI. Potensi pajak yang bisa didapat mencapai Rp 3.500 triliun. Dalam penyampaian RUU tax amnesty, perkiraan penerimaan sebesar Rp165 triliun. PDI Perjuangan mempertanyakan potensi pajak yang harusnya Rp 3.500 triliun.
4. Fraksi PDIP mengusulkan kebijakan mendukung tarif yang berkeadilan sebagai akibat dihapuskannya pidana pajak dan denda administrasi. Pemisahan tarif deklarasi dengan repatriasi, harta yang sudah berada dalam di NKRI terkena denda 10% di 3 bulan pertama dan 15% di 3 bulan berikutnya.
5. Mendukung pemerintah dalam memperbaiki basis pajak berbasis pada identitas tunggal. Self assessment akan lebih akurat.

Keseluruhan sikap fraksi PDIP, keterbukaan keuangan global akan mendorong keadilan dibandingkan memberi pengampunan pajak dengan tarif yang masih diperdebatkan. Kami memberikan nota keberatan.

10. Hanura
Disampaikan oleh Ahmadi Noor Supit dikarenakan tidak ada perwakilan dari Hanura. Berdasarkan hasil panja, Hanura setuju dan mendukung RUU tax amnesty untuk dibahas di tingkat selanjutnya.

Diringkas dari berbagai sumber: RUU Pengampunan Pajak, detik.com, kontan.co.id
Artikel Terkait:
Sidang Paripurna DPR Sahkan RUU Pengampunan Pajak Menjadi Undang-Undang

Sabtu, 25 Juni 2016

PTKP Tahun 2016 Naik Jadi Rp 54 Juta

Pemerintah kembali menetapkan kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang berlaku mulai Januari 2016. Besarnya PTKP yang ditetapkan untuk tahun pajak 2016 ini naik sebesar 50% dibandingkan dengan besaran PTKP yang berlaku sejak Januari 2016. Walaupun kenaikan PTKP baru yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang telah ditandatangani dan diumumkan melalui Siaran Pers Kementerian Keuangan Nomor 31/KLI/2016 tanggal 24 Juni 2016, namun PTKP baru ini berlaku surut sejak Januari 2016.

Berikut adalah besaran PTKP untuk tahun 2016:
  1. Diri WP Orang Pribadi: Rp 54.000.000 (di tahun 2015 sebesar Rp 36.000.000)
  2. Tambahan untuk WP Kawin: Rp 4.500.000 (di tahun 2015 sebesar Rp 3.000.000)
  3. Tambahan untuk isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami: Rp 54.000.000 (di tahun 2015 sebesar Rp 36.000.000)
  4. Tambahan untuk setiap tanggungan, maks 3 orang @: Rp 4.500.000 (di tahun 2015 sebesar Rp 3.000.000)
Seperti halnya dengan pemberlakuan PTKP di tahun 2015 yang berlaku surut, maka untuk PTKP tahun 2016 ini juga berlaku surut mulai Januari 2016.

Oleh sebab itu, maka Wajib Pajak yang memiliki kewajiban melakukan pemotongan PPh Pasal 21, harus melakukan penghitungan ulang PPh Pasal 21 atas setiap penghasilan yang diterima oleh pekerjanya yang dilakukan mulai masa pajak Januari 2016, serta melakukan pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21 mulai Januari 2016.

Apabila ternyata dari pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21 tersebut menimbulkan kelebihan pembayaran PPh Pasal 21, maka atas kelebihan pembayaran tersebut dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya.

Artikel Terkait:
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk Tahun 2015

Rabu, 27 April 2016

Kewajiban Penyampaian SPT Tahunan PPh Badan secara e-SPT

Jangka waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Badan tahun 2015 tinggal 3 (tiga) hari lagi. Apabila Wajib Pajak Badan menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan tahun 2015 setelah tanggal 30 April 2016, maka akan dikenakan sanksi berupa denda keterlambatan penyampaian SPT yaitu sebesar Rp 1.000.000.

Saat ini Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT secara manual menggunakan hardcopy formulir SPT atau dengan menggunakan program e-SPT berupa data elektronik yang akan dilaporkan.

Khusus untuk penyampaian SPT Tahunan PPh Badan tahun 2015, Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan kebijakan mengenai bentuk SPT yang harus disampaikan oleh Wajib Pajak Badan. Melalui Pengumuman yang dikeluarkan oleh Direktur P2Humas Direktorat Jenderal Pajak Nomor PENG-04/PJ.09/2016 tanggal 27 April 2016 tentang Kewajiban Pelaporan Pajak Secara Elektronik Bagi Pengusaha Kena Pajak Pengguna e-Faktur.

Melalui pengumuman ini diingatkan bahwa penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan yang telah diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik (e-Faktur):
  1. PKP yang diwajibkan membuat e-Faktur sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak wajib membuat SPT Masa PPN 1111 dengan menggunakan aplikasi e-Faktur yang telah ditentukan dan/ atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (Pasal 5 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-29/PJ/2015).
  2. Wajib Pajak yang diwajibkan menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dalam bentuk dokumen elektronik harus menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan dalam bentuk dokumen elektronik (Pasal 4 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 03/PJ/2015).
  3. Dengan demikian, seluruh Pengusaha Kena Pajak yang telah menyampaikan SPT Masa PPN dengan menggunakan aplikasi e-Faktur wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh secara elektronik (e-Filing dan e-SPT).

Dengan demikian, maka bagi Wajib Pajak Badan yang masih belum menyampaikan SPT Tahunan PPh-nya, maka disarankan untuk segera menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan tahun 2015 sebelum tanggal 30 April 2016. Dan bagi Wajib Pajak Badan yang telah membuka Faktur Pajak secara e-Faktur, maka harus menyampaikan SPT Tahunan secara e-SPT.