..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Rabu, 21 Desember 2011

Ketentuan Mengenai Pengusaha Kena Pajak Risiko Rendah

Pengusaha Kena Pajak yang memiliki kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dapat mengajukan permohonan pengembalian pajak (restitusi) atau mengkompensasikan kelebihan pembayaran pajak tersebut ke masa pajak berikutnya. Bagi Pengusaha Kena Pajak yang mengajukan permohonan restitusi, maka Direktorat Jenderal Pajak harus memproses dan mengeluarkan ketetapan atas permohonan restitusi tersebut dalam jangka waktu 12 bulan sejak permohonan diterima.

Dikecualikan dari ketentuan tersebut di atas, Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian pendahulan kelebihan pembayaran pajak yang akan diproses dalam waktu paling lama 1 bulan. Salah satu kriteria Pengusaha Kena Pajak yang dapat ditetapkan untuk mendapatkan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah Pengusaha Kena Pajak Berisiko rendah.


Ketentuan Mengenai Pengusaha Kena Pajak Risiko Rendah Sebelum 1 April 2010

Ketentuan mengenai Pengusaha Kena Pajak dengan Risiko Rendah sebenarnya sudah diatur sejak tahun 2006 yaitu melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-124/PJ/2006. Saat itu penetapan kriteria Risiko ini berguna untuk membantu proses pemeriksaan dalam membuat Analisis Risiko untuk menilai ketidakbenaran SPT Masa PPN dan tingkat kedalaman dalam proses pemeriksaan.

Berdasarkan PER-124/PJ/2006, kriteria Pengusaha Kena Pajak dengan Risiko Rendah ditentukan sebagai (Lampiran 1 PER-124/PJ/2006):
1. Untuk Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan tertentu:
- Produsen;
- Perusahaan Terbuka;
- Perusahaan yang pemegang saham mayoritasnya adalah Pemerintah Pusat atau Daerah.

2. Pengusaha Kena Pajak selain yang melakukan kegiatan tertentu
- Perusahaan Terbuka;
- Perusahaan yang pemegang saham mayoritasnya adalah Pemerintah Pusat atau Daerah;
- Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar yang diaudit oleh Akuntan Publik dengan berpendapat wajar tanpa pengecualian.

Penilaian/analisis risiko ini dilakukan oleh pemeriksa pada saat pelaksaan pemeriksaan melalui analisis risiko kualitatif dan analisis risiko kuantitatif.

Ketentuan PER-124/PJ/2006 ini kemudian diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2009. Dalam PER-16/PJ/2009 ini, diatur bahwa Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi kriteria risiko sangat rendah adalah (Pasal 2 ayat (4)):
a. 1) laporan keuangan untuk tahun pajak yang diperiksa diaudit oleh Akuntan Publik atau laporan keuangan salah satu tahun pajak dari 2 (dua) tahun pajak sebelum tahun pajak yang diperiksa telah diaudit oleh Akuntan Publik;
2) produsen yang melakukan ekspor atau penyerahan kepada Pemungut atau penyerahan yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut dan pernah dilakukan pemeriksaan lapangan terhadap SPT Tahunan PPh untuk 1 (satu) tahun pajak atau 2 (dua) tahun pajak sebelum tahun pajak yang diperiksa; atau
3) perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki secara langsung oleh Pemerintah Pusat.
b. tidak termasuk Pengusaha Kena Pajak yang diduga sebagai penerbit dan/atau pengguna faktur pajak tidak sah; dan
c. dalam hal Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang diajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak terdapat kompensasi dari Masa Pajak sebelumnya, kompensasi tersebut tidak boleh lebih dari 3 (tiga) Masa Pajak.

Lebih lanjut pada Pasal 2 ayat (7) disebutkan bahwa:
“Terhadap Pengusaha Kena Pajak yang belum diketahui tingkat risikonya karena belum pernah dilakukan pemeriksaan terkait dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Masa PPN Lebih Bayar, Pengusaha Kena Pajak tersebut dianggap memiliki risiko tinggi.”

Pada Lampiran 1 PER-16/PJ/2009 mengatur tentang Pengusaha Kena Pajak dengan Risiko Rendah adalah Pengusaha Kena Pajak selain Pengusaha Kena Pajak dengan Risiko Sangat rendah yang memenuhi persyaratan:
  1. Sudah pernah dilakukan pemeriksaan lapangan terhadap SPT Tahunan PPh untuk 1 (satu) tahun pajak atau 2 (dua) tahun pajak sebelum tahun pajak yang diperiksa;
  2. Pernah mengajukan restitusi paling sedikit 3 (tiga) kali;
  3. Koreksi Dasar Pengenaan Pajak untuk Pajak Keluaran dari hasil pemeriksaan sebelum maksimal 10%;
  4. Koreksi Pajak Masukan hasil pemeriksaan sebelumnya maksimal 5%; dan
  5. Berdasarkan hasil analisis kuantitatif sebagaimana terdapat dalam Lampiran 3 memenuhi skor risiko rendah.

Apabila mencermati kedua ketentuan ini, maka Analisis Risiko untuk menetapkan kriteria risiko Pengusaha Kena Pajak memang harus ditetapkan melalui pemeriksaan pajak.



Ketentuan Mengenai Pengusaha Kena Pajak Risiko Rendah Sejak 1 April 2010

Sejak berlakunya Undang-Undang PPN Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN), maka kriteria Pengusaha Kena Pajak dengan risiko rendah ini mengalami perubahan dan ditetapkan dalam ketentuan Pasal 9 ayat (4c) UU PPN. Ketentuan pelaksanaan dari Pasal 9 ayat (4c) UU PPN ini adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.03/2010 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010.

a. Kriteria dan Prosedur Penetapan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah

Pada Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.03/2010 ditegaskan bahwa:
a. melakukan kegiatan :
  1. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
  2. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai;
  3. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut;
  4. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan/atau
  5. ekspor Jasa Kena Pajak; dan
b. telah ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah.

Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (1) menegaskan bahwa untuk ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b tersebut di atas harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1. Pengusaha Kena Pajak merupakan Perusahaan Terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluhpersen) dari keseluruhan saham disetornya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
  2. Pengusaha Kena Pajak merupakan perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki secara langsung oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah; atau
  3. produsen selain Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, yang memenuhi persyaratan tertentu,
yang tidak pernah dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan dalam jangka waktu 24 (dua puluh empat) bulan terakhir.

Dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.03/2010 menegaskan persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c adalah:
  1. tepat waktu dalam penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai selama 12 (dua belas) bulan terakhir,
  2. nilai Barang Kena Pajak yang dijual pada tahun sebelumnya paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) adalah produksi sendiri; dan
  3. Laporan Keuangan untuk 2 (dua) tahun pajak sebelumnya diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian atau Wajar Dengan Pengecualian.

Untuk dapat ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah, Pengusaha Kena Pajak harus menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.03/2010. Selanjutnya tata cara secara terperinci mengenai prosedur pengajuan permohonan dan penetapan Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2010.

b. Pengembalian Kelebihan Pajak untuk Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah

Bagi Pengusaha Kena Pajak dengan kriteria Risiko Rendah dan mengajukan permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan Pajak dengan status sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah, maka proses pengembalian pendahuluan ini harus diberikan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima oleh Direktur Jenderal Pajak (dalam hal ini Kantor Pelayanan Pajak).

Pengusaha Kena Pajak yang telah mendapatkan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak ini dapat dilakukan pemeriksaan pajak (Pasal 9 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010). Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan, diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, maka Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah ini wajib membayar jumlah kekurangan Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan, paling lama 24 bulan dari jumlah kekurangan pembayaran pajak yang dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (Pasal 9 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010).

Selasa, 20 Desember 2011

Realisasi Penerimaan Pajak per Kanwil 2008 s.d. 2010

Realisasi penerimaan yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) setiap tahun semakin meningkat dalam 3 (tiga) tahun terakhir ini. Peningkatan penerimaan ini seiring dengan target yang dibebankan kepada DJP yang juga semakin meningkat setiap tahunnya.

Berikut ini penulis tampilkan realisasi penerimaan pajak per Kantor Wilayah (Kanwil) sejak 2008 s.d. 2010 yang datanya penulis kutip dari situs www.pajak.go.id.

Data dalam jutaan rupiah

Nama Kanwil
2008
2009
2010
010 - KANWIL NAD
2,749.64
3,207.13
3,130.84
020 - KANWIL SUMATERA UTARA I
6,359.70
7,322.69
8,003.51
030 - KANWIL SUMATERA UTARA II
2,496.55
2,507.06
2,682.74
040 - KANWIL RIAU DAN KEPULAUAN RIAU
11,218.54
11,549.86
11,396.35
050 - KANWIL SUMATERA BARAT DAN JAMBI
4,392.11
4,589.99
5,026.57
060 - KANWIL SUMSEL DAN KEP.BABEL
5,800.36
6,033.26
7,414.77
070 - KANWIL BENGKULU DAN LAMPUNG
2,810.98
3,142.90
3,816.34
080 - KANWIL JAKARTA PUSAT
21,754.38
24,441.31
26,849.93
090 - KANWIL JAKARTA BARAT
9,688.88
11,538.95
14,006.94
100 - KANWIL JAKARTA SELATAN
20,909.93
25,087.05
28,323.39
110 - KANWIL JAKARTA TIMUR
8,734.78
7,885.62
8,848.52
120 - KANWIL JAKARTA UTARA
8,648.32
9,391.69
11,113.44
130 - KANWIL JAKARTA KHUSUS
70,022.06
76,210.98
84,934.46
140 - KANWIL BANTEN
8,894.18
9,561.56
11,773.13
150 - KANWIL JAWA BARAT I
9,139.74
10,165.27
11,429.50
160 - KANWIL JAWA BARAT II
14,610.55
15,362.58
18,639.30
170 - KANWIL JAWA TENGAH I
6,416.14
7,272.96
8,509.72
180 - KANWIL JAWA TENGAH II
3,317.36
3,786.28
3,952.09
190 - KANWIL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
1,497.06
1,670.19
1,866.22
200 - KANWIL JAWA TIMUR I
8,726.89
9,964.76
10,475.41
210 - KANWIL JAWA TIMUR II
6,248.74
6,750.12
7,702.09
220 - KANWIL JAWA TIMUR III
4,947.93
5,615.60
6,361.49
230 - KANWIL KALIMANTAN BARAT
1,896.52
2,117.36
2,598.47
240 - KANWIL KALSEL DAN KALTENG
4,307.23
5,409.41
5,883.14
250 - KANWIL KALIMANTAN TIMUR
9,268.25
10,457.64
11,916.64
260 - KANWIL SULSEL, SULBAR DAN SULTRA
4,599.04
5,289.32
5,822.39
270 - KANWIL SULUT,SULTENG, GOR, DAN MALUT
2,859.10
3,329.31
3,685.83
280 - KANWIL BALI
2,768.56
3,162.90
3,583.33
290 - KANWIL NUSA TENGGARA
1,931.09
2,282.02
2,549.87
300 - KANWIL PAPUA DAN MALUKU
5,693.86
5,786.60
6,600.72
310 - KANWIL WAJIB PAJAK BESAR
218,237.98
192,357.19
229,312.42
Jumlah Total
492,954.45
495,258.56
570,219.56
Sumber: pajak.go.id

Senin, 19 Desember 2011

Dirjen Pajak Telah Menetapkan Badan/Lembaga Penerima Sumbangan Keagamaan

Dalam ketentuan perpajakan, sumbangan adalah merupakan biaya yang tidak dapat dikurangkan dari Penghasilan Bruto kecuali sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, untuk penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia, pembangunan infrastruktur, fasilitas pendidikan dan pembinaan olahraga dan sumbangan keagamaan yang bersifat wajib yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Untuk mengatur ketentuan mengenai mekanisme pemberian sumbangan keagamaan yang bersifat wajib, maka Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2010.

Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2010, maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-33/PJ/2011 tanggal 11 November 2011 tentang Badan/Lembaga Yang Dibentuk Atau Disahkan Oleh Pemerintah Yang Ditetapkan Sebagai Penerima Zakat Atau Sumbangan Keagamaan Yang Sifatnya Wajib Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto.

Dalam PER-33/PJ/2011 ini, Direktur Jenderal Pajak menetapkan 20 Badan/Lembaga penerima sumbangan keagamaan yang terdiri dari: 1 (satu) Badan Amil Zakat Nasional, 15 (lima belas) Lembaga Amil Zakat (LAZ), 3 (tiga) Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shaaqah (LAZIS) dan 1 (satu) Lembaga Sumbangan Agama Kristen Indonesia.
Ke-20 Badan/Lembaga penerima sumbangan keagamaan yang ditetapkan ini yaitu:
  1. Badan Amil Zakat Nasional
  2. LAZ Dompet Dhuafa Republika
  3. LAZ Yayasan Amanah Takaful
  4. LAZ Pos Keadilan Peduli Umat
  5. LAZ Yayasan Baitulmaal Muamalat
  6. LAZ Yayasan Dana Sosial Al Falah
  7. LAZ Baitul Maal Hidayatullah
  8. LAZ Persatuan Islam
  9. LAZ Yayasan Baitul Mal Umat Islam PT Bank Negara Indonesia
  10. LAZ Yayasan Bangun Sejahtera Mitra Umat
  11. LAZ Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia
  12. LAZ Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia
  13. LAZ Yayasan Baitul Maal wat Tamwil
  14. LAZ Baituzzakah Pertamina
  15. LAZ Dompet Peduli Umat Daarut Tauhiid (DUDT)
  16. LAZ Yayasan Rumah Zakat Indonesia
  17. LAZIS Muhammadiyah
  18. LAZIS Nahdlatul Ulama (LAZIS NU)
  19. LAZIS Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (LAZIS IPHI)
  20. Lembaga Sumbangan Agama Kristen Indonesia (LEMSAKTI)

Senin, 12 Desember 2011

Jam Pelayanan TPT di Kantor Pelayanan Pajak

Jadwal pelayanan penerimaan surat dan SPT di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) Kantor Pelayanan Pajak setiap harinya adalah dari pukul 08.00 s.d. 16.00 waktu setempat.

Mendekati akhir bulan, aktivitas pemenuhan kewajiban pajak tentunya akan meningkat. Hal ini disebabkan karena batas akhir pelaporan SPT Masa PPh berakhir pada tanggal 20 sedangkan batas akhir pelaporan SPT Masa PPN berakhir pada akhir bulan (tanggal 30 atau tanggal 31 atau untuk bulan Februari tanggal 28 atau 29). Mungkin bagi para pembaca setia Tax Learning, bulan ini yang merupakan bulan terakhir di tahun 2011 ini harus segera menyelesaikan semua kewajiban yang harus dilakukan termasuk juga kewajiban pelaporan pajak. Karena bagi sebagian besar kantor/instansi/perusahaan, mungkin pada minggu terakhir bulan ini adalah merupakan liburan akhir tahun dalam rangka menyambut Hari Raya Natal dan Tahun Baru. Oleh sebab itu, mulai saat ini sudah harus mempersiapkan penghitungan dan pelaporan kewajiban pajak.

Mungkin bagi sebagian pembaca setia Tax Learning yang selama ini biasa melakukan pelaporan pajak sendiri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), sudah terbiasa dengan jadwal pelayanan penerimaan pelaporan SPT di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) masing-masing KPP. Biasanya waktu pelayanan penerimaan laporan SPT atau surat-surat di TPT adalah mulai pukul 07.30 waktu setempat hingga pukul 17.00 waktu setempat. Namun mulai 15 November 2011 waktu pelayanan di TPT ini telah mengalami perubahan. Awalnya penulis juga tidak terlalu perhatian dengan hal ini sebagaimana yang penulis ketahui dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-84/PJ/2011 tentang Pelayanan Prima. Namun beberapa hari yang lalu penulis mendapatkan keluhan dari salah seorang rekan penulis yang kebetulan akan melaporkan SPT ke KPP. Ketika rekan penulis tiba di KPP, waktu telah menunjukkan pukul 16.00 lewat. Dan rupanya TPT telah ditutup. Rekan penulis ini sangat kesal karena ia bersusah payah menghadapi kemacetan kota Jakarta sehingga mengakibatkan tiba di KPP agak sore ternyata TPT telah ditutup. Karena kesal, maka rekan penulis ini menumpahkan kekesalannya kepada penulis.

Saat itulah baru penulis ingat, bahwa pernah membaca sebuah surat edaran tentang jadwal pelayanan di TPT. Surat Edaran tersebut adalah Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-84/PJ/2011 tanggal 15 November 2011 tentang Pelayanan Prima. SE-84/PJ/2011 ini mencabut dan menggantikan ketentuan mengenai Pelayanan Prima sebagaimana selama ini dijalankan sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-45/PJ/2007. Beberapa hal penting yang perlu diketahui oleh Wajib Pajak antara lain adalah:
  1. Jadwal pelayanan penerimaan surat dan SPT di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) Kantor Pelayanan Pajak setiap harinya adalah dari pukul 08.00 s.d. 16.00 waktu setempat. Ketentuan ini mengubah jadwal pelayanan yang selama ini diterapkan di KPP dimana jadwal pelayanan adalah dari pukul 07.30 s.d. 17.00 waktu setempat.
  2. Pada saat jam istirahat, pelayanan tetap diberikan dengan cara mengatur secara bergiliran petugas yang beristirahat dan menambah jumlah petugas jika TPT terlihat antrian yang panjang.
  3. Area kantor di KPP dibagi menjadi 2 (dua), yaitu area umum (public area) dan area terbatas (restricted area). Pada area umum, Wajib Pajak boleh bebas keluar masuk tanpa menggunakan atribut tertentu untuk memperoleh pelayanan perpajakan. Sedangkan pada area terbatas, Wajib Pajak yang memerlukan pelayanan harus mengisi buku tamu, meninggalkan KTP atau identitas diri untuk ditukar dengan kartu tamu, serta ada petugas yang menunjukkan/mengantar Wajib Pajak untuk menemui pegawai yang dituju.

Semoga informasi yang penulis sampaikan ini dapat diketahui oleh para Pembaca Setia Tax Learning yang hendak melaksanakan kewajiban perpajakan atau yang membutuhkan pelayanan dari pihak KPP, sehingga kekecewaan yang dialami rekan penulis akibat tidak mengetahui jadwal baru pelayana di TPT tidak terjadi. Semoga artikel ini juga dapat disebarluaskan oleh para Pembaca Setia Tax Learning ke rekan dan kenalannya yang lain.

Kamis, 08 Desember 2011

Perlakuan Pajak Atas Penyerahan Kacang Kedelai

Kacang kedelai adalah merupakan salah satu bahan yang menjadi kebutuhan pokok rakyat Indonesia. Banyak sekali makanan yang dibuat dari kacang kedelai ini, sebut saja tahu, tempe, oncom, kecap, tauco sampai dengan susu kacang kedelai. Saat ini makanan yang telah disebutkan ini sudah tidak dapat lepas dari kebutuhan makan sehari-hari rakyat Indonesia. Bisa dibayangkan bahwa seandainya tidak ada tahu, tempe atau kecap, tentunya makanan yang kita santap serasa ada yang kurang.

Dalam ketentuan pajak khususnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN), atas setiap transaksi penyerahan barang yang menyebabkan adanya pertambahan nilai dari barang yang diserahkan tersebut akan terutang PPN. Pada prinsipnya PPN ini dikenakan untuk mengendalikan perekonomian di negara kita sehingga rakyat tidak akan terlalu konsumtif dalam mengkonsumsi suatu barang (fungsi regulerend).

Lalu bagaimanakah perlakuan PPN atas penyerahan kacang kedelai yang saat ini sudah menjadi kebutuhan pokok dari sebagian besar rakyat Indonesia? Berikut ini penulis akan membahas lebih lanjut mengenai perlakuan PPN serta Bea Masuk (BM) atas penyerahan kacang kedelai.

KETENTUAN PPN

Pasal 4A ayat (2) UU Nomor 18 Tahun 2000 menegaskan bahwa: Penetapan jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut: barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.

Dalam Penjelasan ayat ini ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan kebutuhan pokok dalam ayat ini adalah beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium.

Lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 1 huruf b PP Nomor 144 Tahun 2000 disebutkan bahwa: Kelompok barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah: Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Pada Pasal 3 huruf e PP Nomor 144 Tahun 2000 ini menyebutkan bahwa Jenis barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e adalah kedelai.

Kemudian dalam Pasal 1 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-68/PJ./2002 tanggal 4 Februari 2002 menyebutkan bahwa atas impor dan atau penyerahan barang-barang kebutuhan pokok sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 653/KMK.03/2001, berupa beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, dan garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium, tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

Kedelai yang dimaksud dalam Pasal 1 KEP-68/PJ./2002 ini adalah Kedelai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah segala jenis kedelai, seperti kedelai putih, kedelai hijau, kedelai kuning atau kedelai hitam, sepanjang berbentuk sebagaimana dimaksud dalam huruf d Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 653/KMK.03/2001. Pada huruf d Lampiran 653/KMK.03/2001 menyebutkan bahwa kedelai yang dimaksud adalah kacang kedelai (pecah atau utuh) kuning (dengan kode HS 1201.00.100) dan lain-lain (dengan kode HS 1201.00.900).

Akibat adanya pertanyaan dari masyarakat, maka Direktur PPN dan PTLL Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan surat penjelasan mengenai perlakuan PPN atas impor kedelai melalui surat S-749/PJ.52/2002 tanggal 26 Juli 2002. Dalam surat penjelasan ini, landasan hukum yang dipergunakan adalah:
  1. Pasal 3 jo. Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000
  2. huruf d Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 653/KMK.03/2001
  3. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-68/PJ/2002.
Hal yang ditegaskan dalam Surat Nomor S-749/PJ.52/2002 ini adalah bahwa:
  1. atas impor dan atau penyerahan kedelai oleh PT A.S.I. seperti kedelai putih, kedelai hijau, kedelai kuning atau kedelai hitam, sepanjang berbentuk kacang kedelai, pecah atau utuh, tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
  2. Pajak Masukan atas impor dan atau perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk menghasilkan barang-barang kebutuhan pokok yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan.

Ketentuan PPN Yang Terbaru

Seiring dengan semakin berkembangnya bentuk transaksi perekonomian, maka pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN) mengubah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 yang telah berlaku selama 10 tahun. Dalam UU PPN yang baru ini, jenis barang yang dikecualikan dari pengenaan PPN lebih ditegaskan.

Perlakuan PPN atas penyerahan kacang kedelai masih tetap sama seperti yang diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2000. Dalam Pasal 4A ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 menegaskan jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok: barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
Dalam Penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 ditegaskan bahwa barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak meliputi:
  1. beras;
  2. gabah;
  3. jagung;
  4. sagu;
  5. kedelai;
  6. garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
  7. daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus;
  8. telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas;
  9. susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas;
  10. buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan
  11. sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.

KETENTUAN BEA MASUK

Dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 01/PMK.011/2008 ditegaskan bahwa atas impor kacang kedelai (Pos Tarif 1201.00.90.00), dikenakan tarif bea masuk sebesar 0% (nol perseratus). Ketentuan ini berlaku mulai 18 Januari 2008 s.d. 22 Desember 2010 (PMK 241/PMK.011/2010).

Menurut Lampiran I PMK 13/PMK.011.2011 disebutkan bahwa kacang kedelai (pecah maupun tidak), bungkil dan residu padat lainnya, dihancurkan maupun tidak atau berbentuk pellet, hasil dari ekstraksi minyak kacang kedelai, terutang BM 0% (80/PMK.011/2011).

KETENTUAN PELAPORAN SPT MASA PPN

Atas penyerahan Barang yang tidak terutang PPN, PKP tidak memiliki kewajiban untuk memungut PPN dan tidak perlu dibuatkan Faktur Pajak. Kewajiban dari PKP atas penyerahan yang tidak terutang PPN ini hanyalah melaporkan jumlah penyerahannya (Dasar Pengenaan Pajak/DPP) pada induk SPT Masa PPN (Form 1111) Bagian I huruf B yaitu “Penyerahan Barang dan Jasa Tidak Terutang PPN”.

Baca Artikel Terkait:
Putusan Mahkamah Agung Menyebabkan Produk Pertanian “Menjadi” Kena PPN


c)syafrianto.blogspot.com 08122011