..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Tampilkan postingan dengan label Omnibus Law. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Omnibus Law. Tampilkan semua postingan

Rabu, 03 Maret 2021

Tata Cara dan Jangka Waktu untuk Investasi Agar Dividen Bebas Pajak Penghasilan

Salah satu ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 adalah dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri atau dividen yang berasal dari Luar Negeri yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dan badan dalam negeri, dikecualikan dari objek PPh dengan syarat harus diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu. Ketentuan ini sudah berlaku sejak tanggal 2 November 2020

Kriteria, tata cara dan jangka waktu untuk investasi atas penghasilan dari dividen yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang berasal dari dalam negeri ini secara detil diatur dalam Pasal 33 sampai dengan Pasal 36 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 (PMK-18/2021) tanggal 17 Februari 2021.

Bentuk Investasi

Kriteria bentuk investasi yang ditentukan dalam PMK-18/2021 ini adalah:
  1. surat berharga Negara Republik Indonesia dan surat berharga syariah Negara Republik Indonesia;
  2. obligasi atau sukuk Badan Usaha Milik Negara yang perdagangannya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan;
  3. obligasi atau sukuk lembaga pembiayaan yang dimiliki oleh pemerintah yang perdagangannya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan;
  4. investasi keuangan pada bank persepsi termasuk bank syariah;
  5. obligasi atau sukuk perusahaan swasta yang perdagangannya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan;
  6. investasi infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha;
  7. investasi sector riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh pemerintah;
  8. penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham;
  9. penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham;
  10. kerja sama dengan lembaga pengelola investasi;
  11. penggunaan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya dalam bentuk penyaluran pinjaman bagi usaha mikro dan kecil di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang usaha mikro, kecil, dan menengah; dan/atau
  12. bentuk investasi lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan investasi untuk bentuk investasi yang disebutkan pada angka 1 sampai dengan angka 5 dan angka 12, ditempatkan pada instrument investasi di pasar keuangan:
  1. efek bersifat utang, termasuk medium term notes;
  2. sukuk;
  3. saham;
  4. unit penyertaan reksa dana;
  5. efek beragun asset;
  6. unit penyertaan dana investasi real estat;
  7. deposito;
  8. tabungan;
  9. giro;
  10. kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa berjangka di Indonesia; dan/atau
  11. instrumen investasi pasar keuangan lainnya termasuk produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi, perusahaan pembiayaan, dana pensiun, atau modal ventura, yang mendapatkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
Sedangkan untuk bentuk investasi yang disebutkan pada angka 6 sampai dengan angka 11 ditempatkan pada instrumen investasi di luar pasar keuangan:
  1. investasi infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha;
  2. investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh pemerintah (meliputi sektor yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) yang dilakukan melalui mekanisme penyertaan modal ke dalam perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas;
  3. investasi pada properti dalam bentuk tanah dan/atau bangunan yang didirikan di atasnya (properti yang dimaksud di sini tidak termasuk properti yang mendapatkan subsidi dari pemerintah);
  4. investasi langsung pada perusahaan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dilakukan melalui mekanisme penyertaan modal ke dalam perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas;
  5. investasi pada logam mulia berbentuk emas batangan atau lantakan dengan kadar kemurnian 99,99% yang diproduksi di Indonesia dan mendapatkan akreditasi dan sertifikat dari Standar Nasional Indonesia (SNI) dan/atau London Bullion Market Association (LBMA);
  6. kerja sama dengan lembaga pengelola investasi;
  7. penggunaan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya dalam bentuk penyaluran pinjaman bagi usaha mikro dan kecil di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang usaha mikro, kecil, dan menengah; dan/atau
  8. bentuk investasi lainnya di luar pasar keuangan yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Saat dan Jangka Waktu Investasi

Investasi yang harus dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri atau badan dalam negeri yang menerima dividen yang dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan, paling lambat:
  1. akhir bulan ketiga, untuk Wajib Pajak orang pribadi; atau
  2. akhir bulan keempat, untuk Wajib Pajak badan,
setelah Tahun Pajak berakhir, untuk Tahun Pajak diterima atau diperolehnya dividen atau penghasilan lain.

Investasi ini harus dilakukan paling singkat selama 3 (tiga) Tahun Pajak terhitung sejak Tahun Pajak dividen atau penghasilan lain diterima atau diperoleh.

Investasi yang dimaksud dalam ketentuan ini tidak dapat dialihkan, kecuali ke dalam bentuk investasi sesuai yang sudah ditentukan tersebut.
(c)syafrianto.blogspot.com

Sumber gambar: iconomics

Selasa, 01 Desember 2020

Tarif Bunga Sebagai Dasar Penghitungan Sanksi Administrasi Perpajakan dan Imbalan Bunga

Salah satu ketentuan perpajakan yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020  tentang Cipta Kerja (Omnibus Law) adalah perubahan tarif bunga sebagai dasar untuk menghitung sanksi administrasi berupa bunga dan dasar untuk menghitung imbalan bunga.

Sebagaimana kita ketahui, selama ini besarnya tarif bunga untuk menghitung sanksi administrasi berupa bunga dan menghitung imbalan bunga ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), ditetapkan besarnya adalah tetap yaitu sebesar 2% per bulan.

Dalam UU Cipta Kerja ini, besaran tarif bunga yang diatur dalam Pasal 113, diatur adalah sebesar bunga yang mengacu kepada suku bunga acuan yang ditetapkan oleh Mennteri Keuangan. Ketentuan tarif bunga yang diatur dalam UU Cipta Kerja ini berlaku sejak tanggal 2 November 2020.

Guna menetapkan besarnya suku bunga acuan, maka Menteri Keuangan melalui Kepala Badan Kebijakan Fiskal, setiap bulannya akan menetapkan besarnya suku bunga acuan melalui Keputusan Menteri Keuangan. Saat ini telah ditetapkan besarnya suku bunga acuan untuk 2 periode, yaitu:

  1. Untuk periode 2 November 2020 sampai dengan 30 November 2020 melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 540/KMK.010/2020; dan
  2. Untuk periode 1 Desember 2020 sampai dengan 31 Desember 2020 melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 52/KMK.10/2020.

Pada gambar di bawah ini dapat dilihat besarnya suku bunga acuan yang telah ditetapkan untuk periode bulan November 2020 dan Desember 2020.




Senin, 02 November 2020

Omnibus Law Sudah Ditandatangani Presiden: Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

Undang-Undang Cipta Kerja atau yang dikenal sebagai Omnibus Law telah ditandatangani Presiden Joko Widodo pada hari ini tanggal 2 November 2020. Undang-Undang yang bernomor 11 Tahun 2020 ini telah didaftarkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573 dan akan mulai berlaku pada tanggal diundangkannya ini terdiri dari 15 Bab dan 186 Pasal dan telah diundangkan pada tanggal 2 November 2020 juga (UU ini penulis peroleh dari laman JDIH Setneg).

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 dengan jumlah halaman 1187 halaman (baik batang tubuh maupun penjelasannya) adalah mengubah beberapa Undang-Undang yang sudah berlaku hingga saat ini di dalamnya juga terdapat beberapa ketentuan perpajakan yang mengubah beberapa pasal pada UU KUP, UU PPh, UU PPN dan UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (kluster perpajakan) yang tergabung dalam Bab VI Kemudahan Berusaha.

Ketentuan kluster perpajakan dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 ini diatur pada bagian ketujuh mulai Pasal 111 (di halaman 616) sampai dengan Pasal 114 (terakhir di halaman 674) dengan materi yang diatur sebagaimana pernah penulis bahas dalam artikel berikut ini.

Untuk mengulas mengenai isi dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini akan dibahas dalam bahasan berikutnya.

Bagi Pembaca Setia Tax Learning yang membutuhkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020, silakan download di bawah ini.

Download

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020

Senin, 05 Oktober 2020

DPR Telah Mengesahkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja

DPR telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (yang disebut juga sebagai Omnibus Law) dalam Rapat Paripurna sore ini 5 Oktober 2020. Wakil Ketua DPR Azis Syamsudin mengetuk palu tanda pengesahan setelah mendapatkan persetujuan dari seluruh peserta rapat.

Berdasarkan pemaparan dari Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas dalam rapat Paripurnna tersebut, diketahui bahwa RUU Cipta Kerja ini telah dibahas sejak tanggal 20 April 2020 hingga 3 Oktober 2020 melalui 64 kali rapat yang dilakukan oleh Baleg bersama Pemerintah dan DPD (yang terdiri dari 56 kali rapat panja, 6 kali rapat tim perumus/tim sinkronisasi, 2 kali rapat kerja).

Dalam Rapat Paripurna tanggal 5 Oktober 2020 ini, 9 Fraksi di DPR menyampaikan pandangan mereka terhadap RUU Cipta Kerja ini, dimana 7 Fraksi menyetujui RUU ini serta 2 Fraksi menolak RUU ini yaitu Fraksi PKS dan Fraksi Partai Demokrat.

Sedangkan yang mewakili Pemerintah dalam Rapat Paripurna ini yaitu Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartanto yang dalam kesempatan pemarapan menyebutkan bahwa RUU Cipta Kerja diperlukan untuk meningkatkan efektivitas birokrasi dan memperbanyak lapangan kerja dan akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan Pemerintah. Menurut Airlangga: "Kita memerlukan penyederhanaan, sinkronisasi, dan pemangkasan regulasi. Untuk itu, diperlukan UU Cipta Kerja yang merevisi beberapa undang-undang yang menghambat pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja. UU tersebut sekaligus sebagai instrumen dan penyederhanaan serta peningkatan efektivitas birokrasi".

RUU Cipta Kerja ini terdiri dari 15 Bab dan 186 pasal dan terdapat pula ketentuan yang mengatur mengenai perpajakan.

Ketentuan Perpajakan dalam UU Cipta Kerja

Kluster Perpajakan dalam UU Cipta Kerja ini diatur dalam Bab VI Kemudahan Berusaha, Bagian Ketujuh mulai Pasal 111, Pasal 112 dan Pasal 113 untuk jenis pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat.

Pasal 111 mengatur ketentuan mengenai Pajak Penghasilan yang mengubah beberapa pasal yang telah diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh). Pasal-pasal UU PPh yang diubah dan diatur dalam Pasal 111 UU Cipta Kerja ini adalah:

  1. Pasal 2,
  2. Pasal 4, dan
  3. Pasal 26

Pasal 112 mengatur ketentuan Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan mengubah beberapa pasal yang telah diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN). Pasal-pasal UU PPN yang diubah dan diatur dalam Pasal 112 UU Cipta Kerja ini adalah:

  1. Pasal 1A,
  2. Pasal 4A,
  3. Pasal 9, dan
  4. Pasal 13

Pasal 113 mengatur ketentuan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dengan mengubah beberapa pasal yang telah diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP). Pasal-pasal UU KUP yang diubah dan diatur dalam Pasal 113 UU Cipta Kerja ini adalah:

  1. Pasal 8,
  2. Pasal 9,
  3. Pasal 11
  4. Pasal 13,
  5. Pasal 13A (dihapus),
  6. Pasal 14,
  7. Pasal 15,
  8. Pasal 17B,
  9. Pasal 19,
  10. Pasal 27A (dihapus),
  11. Pasal 27B (menambahkan pasal baru),
  12. Pasal 38, dan
  13. Pasal 44B

 

Ketentuan Pajak Daerah dalam UU Cipta Kerja

Pada bagian kluster perpajakan dalam UU Cipta Kerja ini juga mengubah beerapa ketentuan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 (UU PDRD) yang diatur dalam Pasal 114. Pasal-pasal dalam UU PDRD yang diubah dan dicantumkan di Pasal 114 UU Cipta Kerja ini adalah:

  1. Pasal 141,
  2. Pasal 144 (dihapus),
  3. Pasal 156A (menambahkan pasal baru),
  4. Pasal 156B (menambahkan pasal baru),
  5. Pasal 157 ayat (5a) (menambahkan ayat baru),
  6. Pasal 158,
  7. Pasal 159, dan
  8. Pasal 159A (menambahkan pasal baru)

(c) syafrianto.blogspot.com


Download:

Naskah Akademik RUU Cipta Kerja

Draft RUU Cipta Kerja (yang disetujui di Rapat Paripurna DPR dan kirim ke Presiden) 

Rabu, 12 Februari 2020

Pemerintah Telah Menyerahkan Draft RUU Omnibus Law Perpajakan ke DPR

Pemerintah melalui Menteri Keuangan telah menyampaikan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian atau selama ini yang dikenal sebagai RUU Omnibus Law Perpajakan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 31 Januari 2020. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Direktorat Jenderal Pajak melalui Siaran Pers Nomor SP-04/2020 tanggal 11 Januari 2020.

Dalam siaran pers nomor SP-04/2020 ini disebutkan bahwa rancangan omnibus law yang disusun untuk membantu memperkuat perekonomian Indonesia dengan cara memberikan sejumlah fasilitas perpajakan yang diharapkan dapat meningkatkan investasi, meningkatkan keadilan dan kesetaraan berusaha, serta meningkatkan kualitas SDM ini dengan pokok-pokok pengaturan sebagai berikut.

1. Meningkatkan daya tarik Indonesia sebagai negara tujuan investasi

Untuk menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian dan gejolak ekonomi global, pemerintah bermaksud mengeluarkan sejumlah kebijakan yang diharapkan meningkatkan investasi, antara lain:
  • Penurunan tarif PPh Badan secara bertahap menjadi 22 persen untuk tahun pajak 2021 dan 2022, kemudian menjadi 20 persen mulai tahun pajak 2023;
  • Penurunan tarif PPh Badan yang go public menjadi 3 persen lebih rendah dari tarif umum mulai tahun pajak 2021;
  • Penghapusan PPh atas dividen sepanjang dividen tersebut diinvestasikan di Indonesia;
  • Penyesuaian tarif PPh pasal 26 atas penghasilan bunga, dan
  • Pengaturan mengenai fasilitas perpajakan, antara lain tax holiday, super deduction, dan fasilitas pajak daerah.
2. Meningkatkan keadilan dan kesetaraan berusaha

Untuk memperkuat ekonomi Indonesia, perlu menciptakan kesetaraan berusaha (level playing field) yang akan didorong dengan cara:
  • Pemajakan transaksi digital yang dilakukan oleh penjual atau marketplace luar negeri;
  • Pemerintah pusat dapat menetapkan satu tariff pajak daerah yang berlaku nasional;
  • Rasionalisasi pajak daerah termasuk pembatalan peraturan daerah yang menghambat investasi, dan
  • Penambahan atau pengurangan jenis barang kena cukai selain yang telah diatur dalam UU tentang Cukai
3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia

Dalam rangka memperkuat ekonomi Indonesia maka dibutuhkan peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk menciptakan inovasi dan membuka lapangan kerja baru. Untuk mempercepat pencapaian tujuan ini maka pemerintah ingin meningkatan jumlah pekerja ahli dan professional dari luar negeri yang bekerja di Indonesia. Untuk itu pemerintah mengusulkan agar WNA yang bekerja di Indonesia hanya dikenai pajak atas penghasilan yang bersumber di Indonesia (tidak atas seluruh penghasilan) untuk empat tahun pertama.

4. Mendorong kepatuhan pajak sukarela

Untuk membantu meningkatkan kepatuhan sukarela maka pemerintah bermaksud memperbaiki administrasi perpajakan melalui pengaturan ulang:
  • Ketentuan pengkreditan PPN, dan
  • Sanksi dan imbalan bunga, yang diusulkan mengacu pada suku bunga pasar.

RUU Omnibus Law Cipta Kerja

Sebagai informasi bahwa RUU Omnibus Law Cipta Kerja juga telah diserahkan oleh Pemerintah (yang diwakili oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartanto bersama beberapa menteri lainnya) kepada Ketua dan Wakil Ketua DPR yaitu Puan Maharani, Azis Syamsudin dan Rahmat Gobel pada tanggal 12 Februari 2020 pukul 13.00 WIB.

Bagi Anda yang ingin mendownload draft RUU Omnibus Law versi pdf ini agar bersabar dan nantikanlah informasi selanjutnya.

Sumber foto: account instragram @smindrawati

Rabu, 29 Januari 2020

Presiden Jokowi Telah Tanda Tangani Surat Presiden RUU Omnibus Perpajakan


Berdasarkan pemberitaan di beberapa media online hari ini disebutkan bahwa Presiden Jokowi mengakui telah menandatangani Surat Presiden (surpres) salah satu Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law, yaitu Omnibus Law Perpajakan. Hal ini sebagaimana yang diberitakan oleh media online Tempo dan media online Liputan 6.

Dalam kedua laman tersebut diberitakan Presiden Jokowi (dalam diwawancarai saat meresmikan Terowongan Air Nanjung, di Ciamis, Jawa Barat, tanggal 29 Januari 2020) menyebutkan bahwa dirinya telah menandatangani Surat Presiden RUU Omnibus Law Perpajakan dan akan segera disampaikan oleh Menteri Keuangan sendiri kepada pimpinan DPR. Menteri Keuangan merencanakan akan menyerahkan surat presiden dan RUU Omnibus Law Perpajakan ini segera dalam minggu ini.

Selanjutnya Presiden juga akan segera menandatangani Surat Presiden terkait RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan RUU Ibu Kota Negara serta menyerahkannya kepada DPR.

Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara, Pratikno menyampaikan bahwa terkait dengan beredarnya draf omnibus law, Pratikno meminta agar publik menunggu. Dia mengklaim dokumen resmi belum rampung dan belum dikirim ke DPR.

Mengutip dari akun instragram Presiden Jokowi menyebutkan bahwa maksud dibuatnya Omnibus Law ini adalah dengan tujuan untuk menciptakan landasan hukum yang fleksibel, sederhana, kompetitif, dan responsif demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, karena saat ini Indonesia mengalami hiperregulasi yang membuat negara kita terjerat oleh aturan kompleks yang dibuat sendiri. Hal ini disebabkan karena saat ini regulasi yang berlaku di negara kita berjumlah kurang lebih 8.451 peraturan pusat dan 15.985 peraturan daerah.