..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Tampilkan postingan dengan label New Regulations - Bea Masuk. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label New Regulations - Bea Masuk. Tampilkan semua postingan

Jumat, 06 September 2013

Kawasan Berikat tahun 2013

Ketentuan mengenai kawasan berikat kembali mengalami perubahan. Ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tanggal 6 September 2011 telah mengalami 3 (tiga) kali perubahan, yaitu diubah dengan:
  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.04/2011 tanggal 28 Desember 2011
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.04/2012 tanggal 16 Maret 2012
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.04/2013 tanggal 26 Agustus 2013.
Perubahan terakhir ketentuan mengenai Kawasan Berikat yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.04/2013 dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan yaitu tanggal 26 Agustus 2013 ini mengubah beberapa ketentuan yaitu mengenai:
  1. ketentuan kuota penjualan lokal Hasil Produksi Kawasan Berikat;
  2. ketentuan intermediate goods;
  3. ketentuan subkontraktor; dan
  4. ketentuan pemenuhan syarat lokasi untuk perusahaan yang mendapatkan izin Kawasan Berikat.
Bagian ketentuan yang diubah berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.04/2013 antara lain:

Ketentuan Pasal 3 ayat (8) dan ayat (9)

Dengan menambah ketentuan untuk Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB diberikan pelayanan dan pengawasan secara proposional berdasarkan profil risiko Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang dikategorikan menjadi:
  1. kategori layanan hijau;
  2. kategori layanan kuning; atau
  3. kategori layanan merah,

Ketentuan Pasal 23 huruf h

Menambah ketentuan mengenai pemasukan barang ke Kawasan Berikat dapat dilakukan dari kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah.

Ketentuan Pasal 24A ayat (1)

Mengubah ketentuan mengenai otoritas yang memberikan persetujuan untuk permohonan pemasukan barang modal berupa peralatan pabrik dan/atau suku cadang barang modal yang diajukan Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang sebelumnya adalah oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama saat ini diganti menjadi oleh Kepala Kantor Pabean.

Ketentuan Pasal 26 ayat (1) huruf f

Menambah ketentuan mengenai pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat dilakukan ke kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah.

Ketentuan Pasal 27 ayat (1) huruf b angka 6)

Menambah ketentuan mengenai pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat ke luar daerah pabean dapat berupa gabungan Hasil Produksi Kawasan Berikat dengan barang lain sebagai pelengkap yang berasal dari kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah.

Ketentuan Pasal 27 ayat (5)

Menambahkan ketentuan mengenai pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% dari bea masuk yang seharusnya dibayar apabila ketentuan jangka waktu pemasukan kembali ke Kawasan Berikat atas Hasil Produksi Kawasan Berikat yang dikeluarkan ke TPPB tidak dipenuhi.

Ketentuan Pasal 27 ayat (7) dan ayat (8) s.d. ayat (14)

Mengubah dan menambah ketentuan mengenai Pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean dapat dilakukan dalam jumlah paling banyak 50% dari penjumlahan nilai realisasi tahun sebelumnya yang meliputi nilai ekspor, nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Kawasan Berikat lainnya, nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Kawasan Bebas, dan nilai penjulana Hasil Produksi Kawasan Berikat ke kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah dengan mempertimbangkan rekomendasi dari instansi terkait yang membidangi perindustrian. Di aturan sebelumnya batas maksimal untuk pengeluaran ini hanya sebesar 25%.

Ketentuan Pasal 39 dan Pasal 40

Mengubah ketentuan mengenai pekerjaan subkontrak

Ketentuan Pasal 47

Menambah ketentuan tentang pembekuan Izin sebagai Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB apabila memproduksi barang yang tidak sesuai dengan izin yang diberikan.

Ketentuan Pasal 55

Menambah ketentuan Pasal 55 ayat (1a) yaitu bagi pengusaha penerima fasilitas pembebasan atau pengembalian bea masuk atas impor barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memiliki Nomor Induk Perusahaan (NIPER) dalam status aktif pada saat berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 yang berada di luar kawasan industri atau berada di kawasan budidaya yang diperuntukkan bagi kegiatan industri, dapat diberikan izin Pengusaha Kawasan Berikat dengan tidak diberlakukan ketentuan dalam Pasal 4 sepanjang memenuhi kriteria:
  1. mempunyai reputasi baik atau sangat baik;
  2. memiliki Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory yang dapat diakses secara real time dan online ketika dibutuhkan serta menunjukkan keterkaitan dengan dokumen kepabeanan;
  3. tidak memiliki hutang kepabeanan; dan
  4. memiliki Closed Circuit Television (CCTV) yang bisa diakses dari Kantor Pabean secara realtime, online, dan arsip rekamannya, yang dapat memberikan gambaran mengenai pemasukan dan pengeluaran barang.
Menambah ketentuan Pasal 55 ayat (1b) yang mengatur bahwa permohonan untuk mendapatkan izin Pengusaha Kawasan Berikat berdasarkan ketentuan ayat (1a) di atas dapat diajukan paling lama 6 (enam) bulan sejak berlakunya PMK ini.

Menambah ketentuan Pasal 55 ayat (4) yang mengatur Terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang memiliki kategori layanan hijau dapat menggunakan corporate guarantee sebagai jaminan yang diserahkan dalam rangka:
  1. pengeluaran Barang Modal ke tempat lain dalam daerah pabean untuk keperluan perbaikan/reparasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2)
  2. pengeluaran barang contoh/sampel ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3);
  3. pengeluaran barang dalam rangka pekerjaan subkontrak ke perusahaan/badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (6);
  4. pengeluaran mesin produksi dan cetakan (moulding) untuk dipinjamkan kepada perusahaan/badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean dalam rangka subkontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (6); dan/atau
  5. pengeluaran Barang Modal sehubungan peminjaman Barang Modal berupa mesin produksi dan cetakan (moulding) selain dalam rangka subkontrak, ke perusahaan/badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (4).

Kamis, 12 April 2012

Perubahan Ketentuan Mengenai Kawasan Berikat

Ketentuan mengenai Kawasan Berikat telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.04/2011. Namun akibat ada beberapa ketentuan dalam kedua peraturan tersebut yang tidak sejalan dengan perkembangan ekonomi saat ini, maka Menteri Keuangan kembali mengubah ketentuan mengenai Kawasan Berikat ini melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.04/2012 tanggal 16 Maret 2012.

Pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.04/2012, salah satu perubahan yang cukup penting adalah dengan ditambahkannya aturan atas peralatan pabrik dan suku cadang sebagai bagian dari barang modal yang mendapatkan fasilitas di kawasan berikat. Secara garis besar, perubahan yang terjadi atas perlakuan Kawasan Berikat yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.04/2012 akan diuraikan pada artikel berikut ini.

DEFINISI
Mengubah definisi mengenai Barang Modal pada Pasal 1 angka 10 sehingga pada ketentuan baru ini menambahkan peralatan pabrik dan suku cadang sebagai bagian dari definisi Barang Modal.

PROSEDUR PEMASUKAN PERALATAN PABRIK DAN SUKU CADANG BARANG MODAL
Menambah satu Pasal, yaitu Pasal 24A yang mengatur mengenai prosedur pemasukan barang modal berupa peralatan pabrik dan/atau suku cadang barang modal.

Mengubah ketentuan Pasal 32, mengenai perlakuan tentang prosedur pemberian persetujuan atas pemindahan/pemindahtanganan barang modal dari Kawasan Berikat:

Pemindahan ke Kawasan Berikat Lain
pemindahan Barang Modal asal impor di Kawasan Berikat yang belum diselesaikan kewajiban pembayaran Bea Masuk dapat dikeluarkan dengan tujuan dipindahtangankan ke Kawasan Berikat lain dengan ketentuan bahwa:

  1. setelah 2 tahun sejak diimpor dan telah dipergunakan di Kawasan Berikat yang bersangkutan, dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean;
  2. sebelum 2 tahun sejak diimpor dan/atau belum dipergunakan di Kawasan Berikat yang bersangkutan dengan memperhatikan alasan pemindahtanganan dengan persetujuan Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama.

Pemindahan ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean sebelum 4 Tahun
Barang Modal yang dipindahtangankan ke tempat lain dalam daerah pabean sebelum jangka waktu 4 (empat) tahun sejak diimpor atau sejak dimasukkan untuk digunakan di Kawasan Berikat asal dan telah dipergunakan di Kawasan Berikat sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun dengan persetujuan Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama dengan ketentuan:

  1. membayar Bea Masuk yang dihitung berdasarkan nilai pabean dan klasifikasi yang berlaku pada saat barang impor dimasukkan ke Kawasan Berikat dan pembebanannya dilakukan pada saat pemberitahuan pabean impor untuk dipakai didaftarkan;
  2. membayar PDRI yang dihitung berdasarkan nilai impor yang berlaku pada saat barang impor dimasukkan ke Kawasan Berikat;
  3. atas penyerahan baarang dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib memungut PPN, atau PPN dan PPnBM serta membuat faktur pajak sesuai ketentuan perpajakan.

Pemindahan ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean setelah 4 Tahun
Barang Modal yang dipindahtangankan ke tempat lain dalam daerah pabean setelah jangka waktu 4 (empat) tahun sejak diimpor atau sejak dimasukkan untuk digunakan di Kawasan Berikat asal dan telah dipergunakan di Kawasan Berikat sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun dengan persetujuan Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama dengan ketentuan:

  1. mendapat pembebasan Bea Masuk, dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama; dan
  2. atas penyerahan barang dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib memungut PPN atau PPN dan PPnBM serta membuat faktur pajak sesuai dengan ketentuan perpajakan.

PEKERJAAN SUBKONTRAK
Menambahkan bahwa pekerjaan berupa pemeriksaan awal atau penyortiran dan pemeriksaan akhir atau pengepakan, atas pekerjaan subkontrak yang dilakukan di Kawasan Berikat yang bersangkutan adalah merupakan bagian dari pekerjaan subkontrak yang mendapatkan fasilitas di Kawasan Berikat.

MASA PERALIHAN
Menambahkan ketentuan peralihan tentang pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan ini pada Pasal 56A.

KETENTUAN LEBIH LANJUT
Mengubah ketentuan lebih lanjut dari Peraturan Menteri Keuangan ini yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak pada Pasal 58

MASA BERLAKU KETENTUAN INI
Ketentuan Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan yaitu tanggal 16 Maret 2012.

Catatan: Ketentuan ini telah mengalami perubahan, baca tentang perubahannya di sini.
(c) http://syafrianto.blogspot.com

Jumat, 20 Januari 2012

Perubahan PMK Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat

Ketentuan mengenai Kawasan Berikat sebagai daerah yang mendapatkan perlakuan khusus berupa fasilitas penangguhan Bea Masuk, pembebasan Cukai, dan tidak dipungutnya PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 Impor (Pajak Dalam Rangka Impor/PDRI) yang baru saja diatur dengan ketentuan baru yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat dan mulai berlaku 1 Januari 2012, saat ini telah diubah. Ketentuan yang mengubahnya adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.04/2011 tanggal 28 Desember 2011 tentang perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.04/2011 ini mulai berlaku tanggal 1 Februari 2012.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.04/2011 ini mengubah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 dengan menambahkan beberapa ketentuan, yaitu:
1. Menambahkan ketentuan Pasal 14 ayat (2a), ayat (2b), ayat (2c)
2. Menambahkan ketentuan Pasal 18A
3. Mengubah ketentuan Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2)
4. Menambahkan ketentuan Pasal 30 ayat (5a)
5. Menambahkan ketentuan Pasal 56A
6. Mengubah ketentuan Pasal 58

Ketentuan yang diubah/ditambahkan tersebut secara garis besar adalah:


1. Atas PPN dan/atau PPnBM yang tidak dipungut atas pemasukan barang ke dalam Kawasan Berikat sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) harus dilakukan oleh Pengusaha Kawasan Berikat (PKB) dan/atau PDKB dengan menggunakan faktur pajak. Apabila ketentuan mengenai pembuatan faktur pajak ini tidak dipenuhi PKB dan/atau PDKB maka atas pembayaran PPN dan/atau PPnBM yang seharusnya tidak dipungut, tidak dapat dikreditkan.

2. Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB tidak dapat memanfaatkan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sesuai ketentuan Pasal 17C, 17D UU KUP dan/atau Pasal 9 ayat (4c).

3. Ketentuan mengenai Pengeluaran Hasil Produksi dari Kawasan Berikat ke tempat lain, yang sebelumnya tidak membedakan antara yang bahan bakunya seluruhnya berasal dari luar daerah pabean atau yang bahan bakunya sebagian berasal dari dari luar daerah pabean, dalam ketentuan 255/PMK.04/2011 ini dibedakan sehingga ketentuannya menjadi:
  1. Untuk hasil produksi yang bahan baku seluruhnya berasal dari luar daerah pabean atau yang bahan bakunya berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, jika dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean: dikenakan Bea Masuk dan/atau Cukai; dan dipungut PDRI.
  2. Untuk hasil produksi yang bahan baku sebagian berasal dari luar daerah pabean, jika dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean: dikenakan Bea Masuk dan/atau Cukai; dipungut PDRI; dan dilunasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan/atau PPnBM yang pada saat pemasukan ke Kawasan Berikat tidak dipungut.
  3. Untuk hasil produksi yang bahan bakunya berasal dari tempat lain dalam daerah pabean yang dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean, dilunasi PPN dan/atau PPnBM yang pada saat pemasukan ke Kawasan Berikat tidak dipungut.

4. Atas pengeluaran Bahan Baku dan/atau Sisa Bahan Baku asal tempat lain dalam daerah pabean dengan tujuan untuk dipindahtangankan ke perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean wajib dilunasi PPN dan/atau PPnBM yang pada saat pemasukan bahan baku ke kawasan berikat PPN dan/atau PPnBM tidak dipungut.

5. Ketentuan peralihan atas Kawasan Berikat yang izinnya diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011, berdasarkan hasil penelitian Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan mempertimbangkan aspek padat karya, kepatuhan perusahaan yang bersangkutan, dan manajemen risiko, dapat diberikan perlakuan lokasi dan subkontrak sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.04/2005 dengan ketentuan:
- untuk subkontrak, dapat diberikan sampai dengan masa kontrak selesai, paling lama tanggal 31 Desember 2012;
- untuk lokasi, dapat diberikan izin sebagai Kawasan Berikat berakhir, paling lama tanggal 31 Desember 2016.

6. Menambah ketentuan yang akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai untuk tata cara perpanjangan izin dan penetapan lokasi untuk Kawasan Berikat dan tata cara pemberian persetujuan subkontrak.
Selain itu juga menambahkan ketentuan yang akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak untuk tata cara penerbitan faktur pajak atas pemasukan barang ke Kawasan Berikat dan pengeluaran barang dari Kawasan Berikat dan tata cara pelaporan dan pembayaran PPN, PPnBM, PPh Pasal 22 Impor atas pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean.

Catatan: Ketentuan ini telah mengalami perubahan, baca tentang perubahannya di sini.

Artikel Terkait:
Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.04/2011
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat

Jumat, 06 Januari 2012

Ketentuan Mengenai Kawasan Berikat

Dalam rangka menghadapi persaingan usaha di dunia internasional dengan telah diterapkannya perdagangan bebas, maka Pemerintah Indonesia juga telah membuat regulasi-regulasi untuk mendukung industri lokal agar dapat bersaing dalam perdagangan di dunia internasional ini serta untuk menciptakan iklam investasi yang semakin kondusif agar investor lebih berminat untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Salah satu fasilitas yang diberikan oleh pemerintah adalah pemberian fasilitas berupa kemudahan di bidang kepabeanan, cukai dan perpajakan. Fasilitas yang diberikan adalah penetapan kawasan berikat dan Tempat Penimbunan Berikat.

Fasilitas kemudahan dalam bentuk kawasan berikat dan tempat penimbunan berikat ini telah diberikan pemerintah sejak tahun 1996 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996. Sejak 1 Januari 2012, ketentuan mengenai kawasan berikat ini telah disempurnakan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2011 tanggal 6 September 2011 tentang Kawasan Berikat. Ketentuan Pelaksanaan dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2011 diatur melalui Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-57/BC/2011 tanggal 28 Desember 2011.

Beberapa Ketentuan Baru Tentang Kawasan Berikat:

Kegiatan pengolahan yang mendapatkan fasilitas kawasan berikat didefinisikan sebagai kegiatan mengolah barang dan bahan dengan atau tanpa Bahan Penolong menjadi barang hasil produksi dengan nilai tambah yang lebih tinggi, termasuk perubahan sifat dan fungsinya; dan/atau budidaya flora dan fauna.

Bahan Penolong didefinisikan sebagai barang dan bahan selain bahan baku yang digunakan dalam kegiatan pengolahan atau kegiatan penggabungan yang berfungsi membantu dalam proses produksi.

Dalam ketentuan ini, kawasan berikat tidak hanya untuk yang berlokasi di kawasan industri seperti aturan sebelumnya, namun kawasan berikat dapat juga berlokasi di kawasan budidaya yang diperuntukkan bagi kegiatan industry berdasarkan rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, sepanjang kawasan berikat tersebut diperuntukkan bagi:
  1. perusahaan yang menggunakan Bahan Baku dan/atau proses produksinya memerlukan lokasi khusus;
  2. perusahaan industri mikro dan kecil; dan/atau
  3. perusahaan industri yang akan menjalankan industri di daerah kabupaten atau kota yang belum memiliki kawasan industri atau yang telah memiliki kawasan industri namun seluruh kavling industrinya telah habis.
Lokasi kawasan berikat di kawasan budidaya harus memiliki luas paling sedikit 10.000 m2 dalam satu hamparan. Di dalam lokasi kawasan budidaya ini dapat terdiri dari 1 atau lebih PDKB.

Ketentuan mengenai stock opname (pencacahan) terhadap barang-barang yang mendapatkan fasilitas kepabeanan, cukai dan perpajakan dengan mendapatkan pengawasan dari Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pabean

memiliki sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) untuk pengelolaan barang yang dapat diakses untuk kepentingan pemeriksaan oleh Direktorat Bea dan Cukai. Sistem informasi ini minimal harus memiliki pencatatan mengenai pemasukan barang, pengeluaran barang, barang dalam proses produksi (work in process), penyesuaian (adjustment), dan hasil pencacahan (stock opname yang secara kontinu dan realtime di Kawasan Berikat yang bersangkutan.

Pengusaha Kawasan Berikat dan PDKB harus menyampaikan laporan setiap 4 (empat) bulan sekali paling lama tanggal 10 bulan berikutnya ke Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pabean. Terhadap laporan ini akan dilakukan penelitian oleh Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pabean. Dari hasil penelitian ini, apabila ditermukan adanya selisih kurang, maka Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus melunasi Bea Masuk, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) yang terutang dan sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar.

Pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean, dapat dilakukan dalam jumlah paling banyak 25% dari nilai realisasi ekspor tahun sebelumnya dan nilai realisasi penyerahan ke Kawasan Berikat lainnya tahun sebelumnya. Penentuan nilai realisasi untuk penyerahan ke Kawasan Berikatnya hanya terbatas untuk hasil produksi Kawasan Berikat yang akan diolah lebih lanjut.

Catatan: Ketentuan ini telah mengalami perubahan, baca tentang perubahannya di sini.

Senin, 06 Desember 2010

Oleh-oleh Dari Luar Negeri Terkena Bea Masuk

Mulai 1 Januari 2011, apabila Anda pulang dari bepergian ke Luar Negeri dan membawa oleh-oleh, mungkin oleh-oleh yang Anda bawa tersebut akan diperlakukan sebagai barang impor dan dapat dikenakan Bea Masuk. Sebenarnya selama ini ketentuan pengenaan Bea Masuk atas barang bawaan oleh penumpang dari Luar Negeri sudah diterapkan, yaitu melalui ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89/PMK.04/2007 tentang Impor Barang Pribadi Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas dan Barang Kiriman. Namun mulai 1 Januari 2011, Pemerintah mempertegas ketentuan ini dengan mengubah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89/PMK.04/2007 dan menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.04/2010 tanggal 29 Oktober 2010 tentang Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas dan Barang Kiriman.

Yang diatur dalam ketentuan ini adalah:

Ruang Lingkup

Barang impor yang dibawa oleh Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, dan Pelintas Batas terdiri dari:
  1. Barang Pribadi Penumpang, Barang Pribadi Awak Sarana Pengangkut, atau Barang Pribadi Pelintas Batas; dan/atau
  2. Barang Dagangan.

Barang Pribadi Penumpang atau Barang Pribadi Awak Sarana Pengangkut yang dimaksud di sini adalah merupakan barang yang tiba bersama Penumpang atau Awak Sarana Pengangkut.

Barang Pribadi Penumpang atau Barang Pribadi Awak Sarana Pengangkut yang tiba sebelum atau setelah kedatangan Penumpang atau Awak Sarana Pengangkut, diperlakukan sebagai barang yang tiba bersama Penumpang atau Awak Sarana Pengangkut, sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
  1. paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum kedatangan Penumpang atau Awak Sarana Pengangkut, dan/atau 60 (enam puluh) hari setelah kedatangan Penumpang atau Awak Sarana Pengangkut, untuk Penumpang atau Awak Sarana Pengangkut yang menggunakan sarana pengangkut laut; atau
  2. paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum kedatangan Penumpang atau Awak Sarana Pengangkut, dan/atau 15 (lima belas) hari setelah Penumpang atau Awak Sarana Pengangkut tiba, untuk Penumpang atau Awak Sarana Pengangkut yang menggunakan sarana pengangkut udara.
yang harus dapat dibuktikan kepemilikannya dengan menggunakan paspor dan boarding pass yang bersangkutan.

Prosedur Pemasukan Barang

Barang impor yang dibawa oleh Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, dan Pelintas Batas wajib diberitahukan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean dengan menggunakan Customs Declaration (CD). Barang impor ini hanya dapat dikeluarkan dengan persetujuan Pejabat Bea dan Cukai.
Ketentuan dan prosedur pemasukan barang impor yang dibawa oleh Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, dan Pelintas Batas diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pembebasan Bea Masuk dan Cukai

Pembebasan Bea Masuk dan Cukai diberikan terhadap:
  1. Barang Pribadi Penumpang, Barang Pribadi Awak Sarana Pengangkut, dan Barang Pribadi Pelintas Batas yang semula dibawa ke luar daerah pabean dan kemudian dimasukkan kembali ke dalam daerah pabean,
  2. Barang Pribadi Penumpang, Barang Pribadi Awak Sarana Pengangkut, dan Barang Pribadi Pelintas Batas yang akan digunakan selama berada di daerah pabean dan akan dibawa kembali pada saat Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, dan Pelintas Batas meninggalkan daerah pabean,
  3. Selain pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan 2) di atas pembebasan bea masuk diberikan terhadap Barang Pribadi Penumpang, Barang Pribadi Awak Sarana Pengangkut, dan Barang Pribadi Pelintas Batas sampai batas nilai pabean dan/atau jumlah tertentu.

Batasan Nilai dan Jumlah untuk Barang Pribadi Penumpang

Pada Pasal 7 ayat (3) dan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan ini ditegaskan bahwa batasan nilai dan jumlah tentu yang diatur dalam peraturan ini adalah untuk barang bawaan dengan nilai pabean paling banyak FOB USD 250.00 (dua ratus lima puluh US Dollar) per orang atau FOB USD 1,000.00 (seribu US Dollar) per keluarga untuk setiap kedatangan, diberikan pembebasan bea masuk.

Dalam hal Barang Pribadi Penumpang melebihi batas nilai pabean sebagaimana dimaksud di atas, atas kelebihan tersebut dipungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor.

Selain pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud di atas, terhadap Barang Pribadi Penumpang yang merupakan barang kena cukai, diberikan pembebasan bea masuk dan cukai untuk setiap orang dewasa dengan jumlah paling banyak:
  1. 200 (dua ratus) batang sigaret, 25 (dua puluh lima) batang cerutu, atau 100 (seratus) gram tembakau iris/hasil tembakau lainnya; dan
  2. 1 (satu) liter minuman mengandung etil alkohol.

Dalam hal hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada angka 1 di atas lebih dari 1 (satu) jenis, pembebasan bea masuk dan cukai diberikan setara dengan perbandingan jumlah per jenis hasil tembakau tersebut.
Dalam hal Barang Pribadi Penumpang yang merupakan barang kena cukai melebihi jumlah sebagaimana dimaksud angka 1 dan 2 di atas, atas kelebihan barang kena cukai tersebut langsung dimusnahkan oleh Pejabat Bea dan Cukai dengan atau tanpa disaksikan Penumpang yang bersangkutan.

Batasan Nilai dan Jumlah untuk Barang Pribadi Awak Sarana Pengangkut

Terhadap Barang Pribadi Awak Sarana Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan Pasal 8 ayat (1) dengan nilai pabean paling banyak FOB USD 50.00 (lima puluh US Dollar) per orang untuk setiap kedatangan, diberikan pembebasan bea masuk.

Dalam hal Barang Pribadi Awak Sarana Pengangkut melebihi batas nilai pabean sebagaimana dimaksud di atas, atas kelebihan tersebut dipungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor.

Selain pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud ini, terhadap Barang Pribadi Awak Sarana Pengangkut yang merupakan barang kena cukai, diberikan pembebasan bea masuk dan cukai dengan jumlah paling banyak:
  1. 40 (empat puluh) batang sigaret, 10 (sepuluh) batang cerutu, atau 40 (empat puluh) gram tembakau iris/ hasil tembakau lainnya; dan
  2. 350 (tiga ratus lima puluh) mililiter minuman mengandung etil alkohol.
Dalam hal hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada angka 1 di atas lebih dari 1 (satu) jenis, pembebasan bea masuk dan cukai diberikan setara dengan perbandingan jumlah per jenis hasil tembakau tersebut.
Dalam hal Barang Awak Sarana Pengangkutan yang merupakan barang kena cukai melebihi jumlah sebagaimana dimaksud angka 1 dan 2 di atas, atas kelebihan barang kena cukai tersebut langsung dimusnahkan oleh Pejabat Bea dan Cukai dengan atau tanpa disaksikan Penumpang yang bersangkutan.

Batasan Nilai dan Jumlah untuk Barang Pribadi Pelintas Batas

Terhadap Barang Pribadi Pelintas Batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan Pasal 8 ayat (1) diberikan pembebasan bea masuk, dengan ketentuan nilai pabean sebagai berikut:
  1. Indonesia dengan Papua New Guinea paling banyak FOB USD 300.00 (tiga ratus US Dollar) per orang untuk jangka waktu 1 (satu) bulan;
  2. Indonesia dengan Malaysia, paling banyak FOB MYR 600.00 (enam ratus Ringgit Malaysia) per orang untuk jangka waktu 1 (satu) bulan, apabila melewati batas daratan (land border) atau paling banyak FOB MYR 600.00 (enam ratus Ringgit Malaysia) setiap perahu untuk setiap trip, apabila melalui batas lautan (sea border).
  3. Indonesia dengan Filipina paling banyak FOB USD 250.00 (dua ratus lima puluh US Dollar) per orang untuk jangka waktu 1 (satu) bulan.
  4. Indonesia dengan Timor Leste paling banyak FOB USD 50.00 (lima puluh US Dollar) per orang per hari.

Batasan Nilai dan Jumlah untuk Barang Kiriman

Terhadap Barang Kiriman, diberikan pembebasan bea masuk dengan nilai pabean paling banyak FOB USD 50.00 (lima puluh US Dollar) untuk setiap orang per kiriman.

Dalam hal Barang Kiriman melebihi batas nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas kelebihan tersebut dipungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor.


Download:
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.04/2010
- Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.04/2010

Selasa, 14 September 2010

Tata Cara Pemasukan dan Pengeluaran Barang Kena Cukai ke Kawasan Bebas

Untuk mengatur tata cara pemasukan dan pengeluaran Barang Kena Cukai ke dan dari daerah yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, maka Menteri Keuangan menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.04/2010 tanggal 27 Agustus 2010 tentang Tata Cara Pemasukan dan Pengeluaran Barang Kena Cukai Ke dan Dari Kawasan Yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.


Selasa, 04 Mei 2010

Penetapan Klasifikasi Barang dan Tarif Bea Masuk

Sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing industri kendaraan bermotor serta mendorong peningkatan penggunaan kandungan lokal untuk industri kendaraan bermotor, maka Pemerintah kembali menata ulang klasifikasi dan pembebanan tarif bea masuk atas impor kendaraan bermotor dalam keadaan terurai tidak lengkap berikut komponennya melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 88/PMK.011/2010 tanggal 21 April 2010.
Ketentuan ini mengubah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.010/2006.


Senin, 29 Juni 2009

Pembebasan Bea Masuk atas Impor Keperluan Militer

Pemerintah melalui Menteri Keuangan menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.03/2009 tanggal 12 Juni 2009 mengenai pembebasan Bea Masuk atas Impor Persenjataan, Amunisi, Perlengkapan Militer dan Kepolisian, Termasuk Suku Cadang, serta Barang dan Bahan yang Dipergunakan untuk Menghasilkan Barang yang Dipergunakan Bagi Keperluan Pertahanan dan Keamanan Negara.
Prosedur dan tata cara pemberian pembebasan bea masuk atas impor barang-barang untuk keperluan militer dan kepolisian yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini diproses melalui Direktorat Jenderal Pajak.

Pembebasan Bea Masuk ini diberikan terhadap impor yang dilakukan oleh:
- lembaga kepresidenan;
- Departemen Pertahanan;
- Markas Besar Tentara Nasional Indonesia;
- Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia;
- Badan Intelijen Negara; atau
- Lembaga Sandi Negara.

Download:
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.03/2009
- Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.03/2009

Selasa, 21 April 2009

Tempat Penimbunan Berikat

Dalam rangka meningkatkan investasi melalui pemberian insentif fiskal di bidang kepabeanan dan perpajakan maka Pemerintah mengeluarkan Peraturan mengenai Tempat Penimbunan Berikat sebagai pengganti dari Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tanggal 24 Maret 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat.

Tempat Penimbunan Berikat adalah merupakan suatu bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk, yang dapat berbentuk: Gudang Berikat, Kawasan Berikat, Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat, Toko Bebas Bea, Tempat Lelang Berikat, atau Kawasan Daur Ulang Berikat. Kawasan ini adalah merupakan kawasan Pabean dan sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Senin, 20 Oktober 2008

Bea Masuk Ditanggung Pemerintah atas Impor Barang/Bahan Industri Sorbitol

Dalam rangka meningkatkan daya saing industri pembuat sorbitol di dalam negeri, Pemerintah telah menerbitkan insentif fiskal untuk industri pembuatan sorbitol berupa pemberian fasilitas berupa Bea Masuk Ditanggung Pemerintah atas impor barang dan bahan yang dijadikan sebagai penolong dalam memproduksi sorbitol melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 148/PMK.011/2008 tanggal 7 Oktober 2008. Peraturan ini berlaku hingga tanggal 31 Desember 2008.
Pemerintah memberikan fasilitas berupa Bea Masuk yang Ditanggung Pemerintah ini dengan batasan pagu anggaran sebesar Rp 470.000.000,00 (empat ratus tujuh puluh juta rupiah), yang berdasarkan penetapan dari Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia, Departemen Perindustrian selaku kuasa pengguna anggaran.
Perusahaan yang ingin mendapatkan fasilitas ini harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai dengan dilampiri Rencana Impor Barang (RIB) yang telah disetujui dan ditandasahkan oleh Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia, Departemen Perindustrian. Dalam RIB tersebut, minimal harus memuat elemen data sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 148/PMK.011/2008 tersebut.
Apakah sorbitol itu? Sorbitol adalah suatu poliol (alkohol gula), merupakan senyawa kimia monosaccharide polyhydric alcohol, dengan rumus kimiawi: C6H14O6 yang umumnya dapat kita temukan pada buah-buahan. Sorbitol biasanya digunakan sebagai pemanis pada industri makanan rendah kalori (makanan bagi orang yang diet) serta pemanis makanan untuk para penderita diabetes. Selain itu, sorbitol juga dapat digunakan sebagai bahan untuk industri farmasi dan kosmetik. Sorbitol ini pertama kali ditemukan oleh seorang ahli kimia dari Prancis pada tahun 1872 yang berasal dari biji tanaman bunga ros.