..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Tampilkan postingan dengan label Kebijakan Perpajakan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kebijakan Perpajakan. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 04 September 2021

Hore… Tarif PPh atas Penghasilan Bunga Obligasi Turun Jadi 10%

Mulai tanggal 30 Agustus 2021, Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2021 menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) atas Penghasilan Bunga Obligasi yang diterima oleh Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap menjadi sebesar 10% (dari tarif yang selama ini adalah sebesar 15% final).

Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2021 tanggal 30 Agustus 2021 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi Yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap diterbitkan guna menyelaraskan kebijakan penurunan tarif PPh atas penghasilan bunga obligasi serta untuk mendorong pengembangan dan pendalaman pasar obligasi.

Obligasi yang diatur dalam PP Nomor 91 Tahun 2021 ini adalah surat utang, surat utang Negara, dan obligasi daerah yang berjangka waktu lebih dari 12 bulan yang diterbitkan oleh pemerintah dan non pemerintah, termasuk surat utang yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah (sukuk).

Ketentuan Pengenaan PPh atas Penghasilan Bunga Obligasi

Ketentuan ini mengatur bahwa atas penghasilan berupa Bunga Obligasi yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri (baik orang pribadi maupun badan) dan bentuk usaha tetap, dikenai PPh yang bersifat final, dengan tarif sebesar 10% dari dasar pengenaan PPh.

Dasar pengenaan PPh ini didefinisikan untuk:
  1. bunga dari obligasi dengan kupon, adalah sebesar jumlah bruto sesuai dengan masa kepemilikan obligasi;
  2. diskonto dari obligasi dengan kupon, sebesar selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi, tidak termasuk bunga berjalan;
  3. diskonto dari obligasi tanpa bunga, sebesar selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi.
Dalam hal terdapat diskonto negatif atau rugi pada saat penjualan obligasi dengan kupon, diskonto negatif atau rugi tersebut dapat diperhitungkan dengan dasar pengenaan pajak penghasilan atas Bunga Obligasi berjalan untuk bunga dari obligasi dengan kupon.

Pengecualian Dari Ketentuan Pengenaan PPh Sebesar 10% Bersifat Final

Ketentuan pengenaan PPh yang bersifat final sebesar 10% atas penghasilan berupa bunga dari obligasi ini tidak berlaku dalam hal penerima penghasilan berupa bunga obligasi merupakan:
  1. Wajib Pajak dana pension yang pendiriannya atau pembentukannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau telah mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan dan memenuhi persyaratan yang diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf h Undang-Undang PPh dan aturan pelaksanaannya; dan
  2. Wajib Pajak bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
Khusus untuk penghasilan berupa bunga obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia, dikenai PPh berdasarkan tarif umum sesuai dengan UU PPh.

Pemotong PPh atas Bunga Obligasi

Pada Pasal 4 ayat (1) PP Nomor 91 Tahun 2021 ini mengatur bahwa PPh yang bersifat final sebesar 10% atas penghasilan dari Bunga Obligasi ini wajib dipotong oleh:
  1. penerbit obligasi atau custodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk, atas bunga dan/atau diskonto yang diterima pemegang obligasi dengan kupon pada saat jatuh tempo bunga obligasi dan diskonto yang diterim pemegang obligasi tanpa bunga pada saat jatuh tempo obligasi;
  2. perusahaan efek, dealer, bank, dana pension, atau reksa dana selaku pedagang perantara dan/atau pembeli, atas bunga dan diskonto yang diterima penjual obligasi pada saat transaksi; dan/atau
  3. kustodian atau subregistry selaku pihak yang melakukan pencatatan mutai hak kepemilikan, atas bunga dan diskonto yang diterima penjual obligasi dalam hal transaksi penjualan dilakukan secara langsung tanpa melalui perantara dan pembeli obligasi bukan pihak yang ditunjuk sebagai pemotong sebagaimana yang dimaksud pada nomor 2 di atas.
Dalam hal bunga obligasi yang diterbitkan oleh Pemerintah ditatausahakan melalui Bank Indonesia Scriptless Securities Settlement System, pajak penghasilan yang bersifat final tersebut disetor sendiri oleh penerima penghasilan.

Pemohon pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (1) PP Nomor 91 Tahun 2021 dan wajib pajak yang membayar
sendiri PPh final ini wajib menyampaikan laporan tentang pemotongan dan/atau penyetoran PPh kepada Direktorat Jenderal Pajak.

Ketentuan Lebih Lanjut

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh atas bunga obligasi ini diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. 
 
 
Dengan adanya penurunan tarif PPh atas bunga obligasi ini, membuat investasi dalam produk obligasi menjadi salah satu produk yang cukup menarik di masa Pandemi ini.

Jumat, 29 Mei 2020

Kantor Pelayanan Pajak Masih Tutup Sampai Dengan 14 Juni 2020

Sore ini (29 Mei 2020) melalui akun instagramnya, Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) mengumumkan masa penghentian layanan tatap muka di seluruh kantor di Lingkungan Ditjen Pajak, termasuk di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) diperpanjang hingga tanggal 14 Juni 2020.

Dalam postingnya tersebut, disebutkan bahwa perpanjangan masa penghentian layanan tatap muka ini dilakukan sehubungan dengan persiapan yang sedang dilakukan menuju kehidupan normal baru.

Pada kolom komentarnya terlihat sebagian netizen mempertanyakan bagaimana prosedur yang harus mereka tempuh sehubungan dengan keperluan pemenuhan kewajiban perpajakannya seperti lupa sandi eFaktur, konsultasi, penggantian NPWP karena ada kesalahan data yang terinput, mengecek laporan SPT yang telah dikirimkan melalui pos dan sebagainya.

Disimak dari jawaban yang diberikan oleh admin akun ini, disarankan kepada para Wajib Pajak yang akan mendapatkan layanan perpajakan dapat menghubungi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat secara online melalui nomor telepon/whatsapp atau email. Sebagaimana yang telah dihimpun oleh Penulis, daftar nomor telepon/whatsapp atau email dari KPP, KP2KP dan Kantor Wilayah di seluruh Indonesia (yang berjumlah 590 unit kerja) dapat dilihat pada Artikel berikut ini.

Kamis, 28 Mei 2020

Kantor Pelayanan Pajak dan Unit Kerja di Lingkungan Ditjen Pajak Akan Mulai Dibuka 2 Juni 2020

Sehubungan dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-23/PJ/2020 (artikelnya dapat dibaca di sini) tentang penetapan masa pencegahan penyebaran Pandemi Covid-19 hingga tanggal 29 Mei 2020 dan melihat perkembangan hingga saat ini serta mengacu kepada Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 54 Tahun 2020 tanggal 12 Mei 2020, maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan kebijakan dan panduan terkait hal ini melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-30/PJ/2020 tanggal 27 Mei 2020.

SE-30/PJ/2020 tentang Panduan Pelaksanaan Bekerja dari Kantor (Work From Office) dan Bekerja Dari Rumah (Work From Home) Dalam Masa Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, secara garis besar memberikan panduan sebagai berikut.

Untuk mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi serta layanan dalam rangka beradaptasi dengan situasi Covid-19, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) melaksanakan pekerjaannya dari kantor (Work From Office/WFO) atau melaksanakan pekerjaannya dari rumah (Work From Home/WFH). Pegawai WFH melaksanakan tugas dan berada di rumah/tempat tinggal dimana pegawai ditempatkan/ditugaskan.

Pengaturan Pegawai WFO dan WFH ditentukan sebagai berikut:
  1. Staf Ahli Menteri, Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Pejabat Administrator, Pejabat Pengawas, Supervisor Pemeriksa/Penyidik, masuk kantor setiap hari kerja dan melaksanakan pekerjaannya dari kantor (WFO) mulai tanggal 2 Juni 2020.
  2. Untuk pegawai selain yang disebutkan pada nomor 1 di atas, ditentukan sebagai berikut.
  • mulai tanggal 2 Juni 2020, pegawai WFO sejumlah 25% dengan pengaturan jadwal oleh kepala unit kerja masing-masing; dan
  • mulai tanggal 15 Juni 2020, pegawai WFO sejumlah 50% dengan pengaturan jadwal oleh kepala unit kerja masing-masing.
Jika untuk kerja tertentu melakukan pengaturan jumlah pegawai WFO yang berbeda dengan jumlah yang ditetapkan di SE-30/PJ/2020 ini, maka kepala unit kerja mengajukan izin kepada Sekretaris Ditjen Pajak (untuk unit kerja di kantor pusat); atau Pejabat Pimpinan Tertinggi Pratama untuk unit kerja vertikal di wilayah kerja masing-masing.

Pejabat/Pegawai dimungkinkan untuk mengajukan permohonan WFH dalam jangka waktu tertentu apabila terdapat kondisi sebagai berikut.
  1. memiliki riwayat penyakit kronis antara lain diabetes melitus, kanker, asma, dan/atau penyakit paru, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter dan sudah dilaporkan di SIKKA; 
  2. terdapat anggota keluarga serumah yang termasuk dalam Orang Tanpa Gejala (OTG), Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), atau Positif Covid-19);
  3. ibu hamil;
  4. ibu yang baru melahirkan atau sedang menyusui;
  5. pegawai dengan usia di atas 50 tahun;
Permohonan untuk WFH ini diajukan dan disetujui oleh:
  1. Direktur Jenderal Pajak untuk Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama
  2. Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama di kantor pusat untuk Pejabat Administrator, Pejabat Pengawas, Fungsional, dan Pelaksana di unit kerja masing-masing.
  3. Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama di unit vertikal untuk Pejabat Administrator di wilayah kerja masing-masing, serta Pejabat Pengawas, Fungsional dan Pelaksana di unit kerja masing-masing.
  4. Pejabat Administrator di unit vertikal untuk Pejabat Pengawas, Fungsional, dan Pelaksana di unit kerja masing-masing.
Untuk perjalanan keluar atau masuk wilayah batas negara dan/atau batas wilayah administratif di seluruh Indonesia untuk keperluan kedinasan atau non kedinasan yang mendesak/terpaksa, diatur dengan ketentuan:
  1. mengikuti ketentuan yang diatur oleh pihak yang berwenang;
  2. untuk keperluan kedinasan, pimpinan unit eselon II/setingkat untuk Kantor Pusat atau pimpinan satuan kerja/kepala kantor untuk kantor vertikal menerbitkan surat tugas/surat perintah secara selektif dengan memperhatikan efisiensi, akuntabilitas, dan ketersediaan anggaran;
  3. untuk keperluan non kedinasan yang mendesak/terpaksa: pegawai harus mengajukan izin kepada Direktur Jenderal Pajak; dan pimpinan unit eselon II/setingkat untuk Kantor Pusat atau pimpinan satker/kepala kantor untuk kantor vertikal menerbitkan surat keterangan.
Kondisi mendesak/terpaksa yang dimaksud di sini merupakan situasi yang mengacu pada kondisi dimana apabila pegawai tidak melakukan hal tersebut, maka dapat mengancam kesehatan dan keselamatan baik dirinya sendiri dan/atau keluarganya, atau kondisi yang berkaitan dengan meninggalnya salah satu keluarga inti (ibu, bapak, suami atau isteri, anak, adik, kakak, mertua atau menantu) dari pegawai.

Untuk pegawai komuter (penglaju), pimpinan unit eselon II/setingkat untuk Kantor Pusat atau pimpinan satker/kepada kantor untuk kantor vertikal dapat menerbitkan surat keterangan dengan memperhatikan ketentuan dari pihak yang berwenang.

Bagi pegawai yang baru kembali dari perjalanan ke negara/daerah terjangkit Covid-19 diwajibkan melakukan karantina mandiri, pemantauan mandiri terhadap gejala yang timbul, dan pengukuran suhu 2 (dua) kali sehari selama 14 (empat belas) hari. Selama karantina mandiri pegawai diberikan penugasan WFH.

Update:
Hari ini (29 Mei 2020) Ditjen Pajak mengeluarkan pengumuman di akun instagramnya, bahwa perpanjangan penghentian layanan tatap muka di KPP dilakukan hingga tanggal 14 Juni 2020, sehubungan dengan persiapan menuju kehidupan normal baru. Artikel terkait dapat dibaca di sini.

Minggu, 19 April 2020

Relaksasi Penyampaian SPT Tahunan PPh Badan dan Orang Pribadi Tahun Pajak 2019

Dalam rangka meringankan beban Wajib Pajak dalam menyiapkan SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2019 sehubungan dengan kondisi pandemi Covid-19, maka Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan Siaran Pers Nomor SP-19/2020 tanggal 18 April 2020.

Dalam Siaran Pers ini dijelaskan beberapa hal mengenai relaksassi penyampaian dokumen kelengkapan SPT Tahunan Tahun Pajak 2019 yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2020 tanggal 17 April 2020, yang secara ringkas yaitu:

  1. Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dengan periode tahun buku 1 Januari 2019 sampai dengan 31 Desember 2019 wajib menyampaikan SPT Tahunannya paling lambat tanggal 30 April 2020.
  2. SPT Tahunan yang disampaikan sampai dengan 30 April 2020; bagi WP Badan yaitu: Formulir 1771 beserta lampiran 1771 I - IV; Transkrip Kutipan Elemen Laporan Keuangan; dan bukti pelunasan pajak jika SPT kurang bayar.
  3. SPT Tahunan yang disampaikan sampai dengan 30 April 2020; bagi WP Orang Pribadi yaitu: Formulir 1770 beserta lampiran 1770 I - IV; Neraca dengan format sederhana; dan bukti pelunasan pajak jika SPT kurang bayar.
  4. Penyampaian lampiran kelengkapan SPT Tahunan lainnya sesuai ketentuan PER-02/PJ/2019 disampaikan paling lambat sampai dengan tanggal 30 Juni 2020 dengan menggunakan formulir SPT Pembetulan.
  5. Atas keterlambatan penyampaian SPT tidak dikenakan sanksi namun untuk keterlambatan penyetoran pajak kurang bayar (lewat tanggal 30 April 2020) tetap dikenakan sanksi bunga sebesar 2% per bulan.
  6. Wajib Pajak yang akan memanfaatkan kebijakan relaksasi ini harus menyampaikan pemberitahuan secara online.
  7. Fasilitas ini tidak dapat digunakan oleh Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan Lebih Bayar atau yang menyampaikan SPT setelah tanggal 30 April 2020.


Berikut ini adalah kebijakan selengkapnya yang dijelaskan dalam Siaran Pers tersebut.

1. Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak Orang Pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dengan akhir tahun buku 31 Desember 2019 tetap wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2019 paling lambat tanggal 30 April 2020, namun dengan mendapatkan relaksasi penyampaian dokumen kelengkapan SPT paling lambat tanggal 30 Juni 2020.

2. Dokumen yang disampaikan untuk pelaporan SPT Tahunan bagi Wajib Pajak Badan (yang periode tahun buku 1 Januari 2019 s.d. 31 Desember 2019) cukup berupa:
  • Formulir 1771 beserta lampiran 1771 I - IV (red: sepertinya ini ada kesalahan pengetikan atau memang benar ketentuannya seperti ini, Formulir 1771 yang wajib disampaikan oleh Wajib Pajak Badan hanya Formulir 1771 beserta lampiran 1771 I - IV; bagaimana dengan lampiran 1771 V dan 1771 VI. Jika dilihat pada PER-06/PJ/2020 adalah benar "lampiran 1771 I - VI")
  • Transkrip Kutipan Elemen Laporan Keuangan yang disampaikan sebagai pengganti sementara dokumen laporan keuangan 
  • Bukti pelunasan pajak jika SPT kurang bayar

3. Dokumen yang disampaikan untuk pelaporan SPT Tahunan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi pengusaha atau pekerja bebas, SPT tahunan yang disampaikan hingga 30 April 2020 cukup berupa:
  • Formulir 1770 beserta lampiran 1770 I - IV 
  • Neraca menggunakan format sederhana
  • Bukti pelunasan pajak jika SPT kurang bayar

4. Selanjutnya, penyampaian dokumen kelengkapan SPT Tahunan berupa laporan keuangan lengkap dan berbagai dokumen kelengkapan yang dipersyaratkan sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-02/PJ/2019 paling lambat tanggal 30 Juni 2020, dilakukan dengan menggunakan formulir SPT Pembetulan. Wajib Pajak tidak dikenakan sanksi denda atas keterlambatan penyampaian SPT Tahunan, namun jika ada kekurangan bayar dalam SPT tahunan yang disetorkan setelah 30 April 2020 tetap dikenakan sanksi bunga sebesar 2% per bulan.

5. Wajib Pajak yang ingin memanfaatkan relaksasi ini harus menyampaikan pemberitahuan sebelum menyampaikan SPT. Pemberitahuan tersebut disampaikan secara online melalui www.pajak.go.id.

6. Fasilitas ini tidak dapat dimanfaatkan oleh Wajib Pajak yang menyatakan lebih bayar dan meminta restitusi dipercepat (pengembalian pendahuluan), atau oleh Wajib Pajak yang menyampaikan SPT setelah 30 April 2020.

Jumat, 17 April 2020

Pelayanan Pajak Tatap Muka Di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Diperpanjang Sampai 29 Mei 2020


Karena wabah pandemi COVID-19 yang masih terus menyebar di seluruh wilayah di Indonesia, maka Direktur Jenderal Pajak kembali memperpanjang masa pencegahan penyebaran COVID-19 sebagaimana yang telah ditetapkan terakhir dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-21/PJ/2020 (artikelnya dapat dibaca di sini) yang semula ditetapkan dari tanggal 16 Maret 2020 sampai dengan 21 April 2020 menjadi dari tanggal 16 Maret 2020 sampai dengan 29 Mei 2020. Dengan diperpanjangnya masa pencegahan penyebaran COVID-19 sampai dengan tanggal 29 Mei 2020 ini, maka seluruh pelayanan pajak di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang dilakukan secara tatap muka akan dihentikan/ditutup. Penetapan ini masih akan dievaluasi sesuai dengan perkembangan keadaan dan situasi selanjutnya. Ketentuan perpanjangan masa pencegahan penyebaran COVID-19 sampai dengan tanggal 29 Mei 2020 ini ditetapkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-23/PJ/2020 tanggal 17 April 2020. Ketentuan terkait panduan pelaksanaan tugas dan fungsi serta upaya meningkatkan kewaspadaan selama masa pencegahan penyebaran COVID-19 tetap mengacu pada:
  1. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-13/PJ/2020 tentang Panduan Tindak Lanjut terkait Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Lingkungan Direktur Jenderal Pajak.
  2. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-15/PJ/2020 tentang Pedoman Dukungan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam Pelaksanaan Work from Home.
  3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-16/PJ/2020 tentang Panduan Tindak Lanjut Pelaksanaan Tugas dan Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
  4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-18/PJ/2020 tentang Panduan Pelaksanaan Tugas Terkait Upaya Peningkatan Kewaspadaan Atas Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
Update:
Direktur Jenderal Pajak kembali mengubah masa pencegahan penyebaran COVID-19 menjadi hingga tanggal 1 Juni 2020 yang dituangkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-30/PJ/2020. Ketentuan selengkapnya baca di sini.

Jumat, 03 April 2020

Masa Ditutupnya Pelayanan Di Kantor Pelayanan Pajak Diperpanjang Sampai Dengan 21 April 2020

Akibat perkembangan penyebaran wabah Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) hingga saat ini serta adanya Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 34 Tahun 2020 serta Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor SE-05/MK.1/2020 maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-21/PJ/2020 tanggal 2 April 2020 untuk memperpanjang masa pencegahan penyebaran Covid-19 dengan menutup seluruh pelayanan perpajakan yang dilakukan di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di seluruh Indonesia mulai tanggal 16 Maret 2020 sampai dengan tanggal 21 April 2020 (dari jadwal sebelumnya sesuai SE-13/PJ/2020 yang ditetapkan sampai dengan 5 April 2020).

Ketentuan terkait dengan panduan pelaksanaan tugas selama masa pencegahan penyebaran Covid-19 sampai dengan tanggal 21 April 2020 ini tetap mengacu pada:
  1. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-13/PJ/2020 tentang Panduan Tindak Lanjut terkait Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Lingkungan Direktur Jenderal Pajak.
  2. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-15/PJ/2020 tentang Pedoman Dukungan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam Pelaksanaan Work from Home.
  3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-16/PJ/2020 tentang Panduan Tindak Lanjut Pelaksanaan Tugas dan Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
  4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-18/PJ/2020 tentang Panduan Pelaksanaan Tugas Terkait Upaya Peningkatan Kewaspadaan Atas Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
Update:
Karena perkembangan situasi terkini penyebaran COVID-19, maka masa pencegahan penyebaran wabah COVID-19 ini diperpanjang sampai dengan tanggal 29 Mei 2020. Artikelnya dapat dibaca di sini.

Rabu, 01 April 2020

Fasilitas Kepabeanan Berupa Pembebasan atau Keringan Bea Masuk

Kebijakan perpajakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah dalam rangka menghadapi dampak dari wabah pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang diatur melalui PERPPU Nomor 1 Tahun 2020 terdiri dari 4 ketentuan. Ketentuan pertama, kedua dan ketiga telah dibahas dalam artikel sebelumnya, dan berikut ini akan dibahas ketentuan yang keempat.

4. Menteri Keuangan memiliki kewenangan memberikan fasilitas kepabeanan berupa pembebasan atau keringan bea masuk.
(Pasal 9 dan Pasal 10 Perppu Nomor 1 Tahun 2020)

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 ini juga memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk memberikan fasilitas kepabeanan berupa pembebasan atau keringanan bea masuk dalam rangka:
  1. penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19); dan/atau
  2. menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan.
Perubahan atas barang impor yang diberikan pembebasan bea masuk berdasarkan tujuan pemakaiannya (sesuai yang diatur dalam Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Kepabeanan, diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Perubahan atas barang impor yang dapat diberikan pembebasan atau keringanan bea masuk berdasarkan tujuan pemakaiannya (sesuai yang diatur dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Kepabeanan, diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Perpanjangan Waktu Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan Dalam Masa Wabah Covid-19

Kebijakan perpajakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah dalam rangka menghadapi dampak dari wabah pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang diatur melalui PERPPU Nomor 1 Tahun 2020 terdiri dari 4 ketentuan. Ketentuan pertama dan kedua telah dibahas dalam artikel sebelumnya, dan berikut ini akan dibahas ketentuan yang ketiga.

3. Perpanjangan waktu pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
(Pasal 8 Perppu Nomor 1 Tahun 2020)

Untuk memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan akibat adanya pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), maka Pemerintah memberikan perpanjangan waktu pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan ketentuan sebagai berikut.
  1. atas pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak yang jatuh tempo pengajuan keberatan (Pasal 25 ayat (3) UU KUP) berakhir dalam periode keadaan kahar akibat pandemi Covid-19, jatuh tempo pengajuan keberatan tersebut diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan.
  2. atas pengembalian kelebihan pembayaran pajak (Pasal 11 ayat (2) UU KUP) yang jatuh tempo pengembalian berakhir dalam periode keadaan kahar akibat pandemi Covid-19, jatuh tempo pengembalian tersebut diperpanjang paling lama 1 (satu) bulan. 
  3. atas pelaksanaan hak Wajib Pajak yang meliputi: Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sesuai ketentuan Psal 17B ayat (1) UU KUP; pengajuan surat keberatan sesuai Pasal 26 ayat (1) UU KUP; permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar, pembatalan hasil pemeriksaan, sesuai ketentuan Pasal 36 ayat (1) UU KUP, yang jatuh tempo penerbitan surat ketetapan atau surat keputusan berakhir dalam periode keadaan kahar akibat pandemi Covid-19, jatuh tempo penerbitan surat ketetapan atau surat keputusan diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan. 
  4. penetapan periode waktu keadaan kahar akibat pandemi Covid-19 ini mengacu kepada penetapan Pemerintah melalui Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
...Bersambung ke bagian berikutnya.