..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Tampilkan postingan dengan label Fasilitas Perpajakan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fasilitas Perpajakan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 09 Juli 2020

Menu Baru Laporan Insentif Pajak Pengurangan PPh Pasal 25, SKB PPh Pasal 22 dan PPN

Saat ini Direktorat Jenderal Pajak kembali telah menambahkan menu baru dalam pelaporan realisasi insentif perpajakan (Menu e-Reporting Covid-19) sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2020 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020. Penambahan fitur baru ini sesuai dengan ketentuan untuk beberapa jenis insentif perpajakan sesuai PMK 44/PMK.03/2020 yang harus dilaporkan untuk periode tiga bulanan (triwulan) yang dilakukan paling lambat pada tanggal 20 Juli 2020.

Menu baru yang telah ditambahkan ini (selain 2 menu yang sudah ada sebelumnya untuk PPh Final DTP dan PPh Pasal 21 DTP) yaitu menu pelaporan realisasi:
  1. Pembebasan PPh Pasal 21 (PMK-28)
  2. Pembebasan PPh Pasal 22 (PMK-28)
  3. Pembebasan PPh Pasal 22 Impor (PMK-28)
  4. Pembebasan PPh Pasal 22 Impor (PMK-44)
  5. Pembebasan PPh Pasal 23 (PMK-28)
  6. Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25 (PMK-44)
  7. PPN DTP (PMK-28)
Dengan demikian, maka saat ini sudah lengkap ada 7 menu yang telah disediakan bagi Wajib Pajak yang memanfaatkan fasilitas insentif perpajakan ini untuk melaporkan realisasi pemanfaatan insentif perpajakan ini.

Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak juga telah membuat sebuah panduan bagi Wajib Pajak dalam rangka melaporkan realisasi insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2020 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020.

Selasa, 16 Juni 2020

File Excel Upload Laporan Realisasi Insentif PPh (e-Reporting Covid-19) Terbaru Harus Validasi

Mulai tanggal 15 Juni 2020 Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah memperbaharui sistem pelaporan realisasi pemanfaatan insentif perpajakan berdasarkan PMK 44/PMK.03/2020 (melalui menu e-Reporting Covid-19).

Perbedaan pada sistem pelaporan baru ini adalah terletak pada file excel yang digunakan untuk meng-input data dan informasi yang harus diisi oleh Wajib Pajak atas insentif perpajakan yang telah dimanfaatkannya. Pada sistem baru ini, pada template (format) file excel untuk upload tersebut terdaftar menu untuk validasi (cara validasi ini sama seperti file untuk upload laporan penempatan harta tax amnesty). Serta disediakan juga tambahan kolom pada file excel tersebut untuk menginput kode ID Billing atas Surat Setoran Pajak Elektronik yang dibuat oleh Wajib Pajak untuk jumlah PPh yang mendapatkan fasilitas (Ditanggung Pemerintah).

Selain itu, file excel yang disediakan oleh DJP ini adalah file dengan extensi .xls. Jadi bagi Anda yang akan membuat laporan realisasi pemanfaatan insentif PPh ini harus mengunduh (download) kembali file template untuk unggah (upload) tersebut. Berikut ini penulis sajikan template file untuk upload laporan realisasi tersebut.
  1. Format Laporan Realisasi PPh Final DTP
  2. Format Laporan Realisasi PPh Pasal 21 DTP
Kemudian pada saat file excel tersebut sudah di-upload ke menu e-Reporting Covid-19, ada 1 proses tambahan dari sistem, yaitu sistem e-Reporting ini akan melakukan validasi dan pengecekan atas kebenaran pengisian laporan ini. Setelah sistem sudah mengecek kebenarannya, barulah akan muncul tombol untuk men-download BPS bukti pelaporannya.

Langkah-langkah upload laporan ke menu e-Reporting Covid-19 masih sama seperti yang sudah dibahas di artikel sebelumnya ini. Kemudian setelah di-upload, maka akan muncul proses berikut.
Ketika file excel sudah di-upload, maka untuk sementara akan muncul pada kolom status sebagai "Diproses" (dengan warna icon jingga). Ini artinya sistem akan mengecek dahulu apakah file yang diupload tersebut telah diisi dengan benar. Apabila isian salah, maka laporan ini akan muncul status "gagal" dengan keterangan kesalahan yang dapat dilihat di kolom "Aksi". Apabila hasil validasi menyatakan bahwa file yang diupload sudah benar, maka akan muncul status "Selesai" (warna icon hijau) dan Wajib Pajak dapat men-download BPS tanda terima pelaporan pada bagian dashboard.

Ada tambahan Notifikasi ketika Wajib Pajak selesai meng-upload file BPE laporan yang mengingatkan bahwa Laporan realisasi beserta SSP/cetakan kode billing wajib disimpan dengan baik.

Bagi Anda yang masih belum menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan insentif pajak sesuai PMK 44/PMK.03/2020 ini, maka jangan lupa untuk menggunakan format excel yang baru ini.

Catatan:

Beberapa hari ini setelah diubahnya menu eReporting Covid-19 ini, sebagaian Wajib Pajak menerima pesan email dari DJP yang berbunyi "Sehubungan dengan kegagalan sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak dalam membaca pelaporan Realisasi Pemanfaatan Insentif Pajak Covid-19 yang telah Saudara sampaikan, dengan ini kami minta Saudara agar melakukan pelaporan ulang melalui......" seperti yang tampak pada gambar di bawah ini. Setelah penulis tanyakan ke beberapa Wajib Pajak, ternyata yang mendapatkan email ini adalah termasuk juga Wajib Pajak yang belum menyampaikan laporan Realisasi masa Mei 2020 ini. Jadi sampai saat ini penulis belum memahami apa maksud dari kegagalan membaca laporan yang dimaksudkan dalam email ini. Dan apakah dimaksud kegagalan tersebut adalah untuk yang masa Mei atau April lalu.
Catatan Tambahan untuk Validasi Laporan:

Selain itu, agar diperhatikan bagi Anda yang akan melaporkan laporan realisasi ini, setelah mengisi dalam file format excel yang telah disediakan tersebut di atas, jangan lupa untuk melakukan validasi dengan menekan tombol "Validasi" pada setiap halaman yang ada tombol ini, sebelum menyimpan (save) data yang sudah diinput di file format excel ini. Sebelum melakukan proses validasi, pastikan bahwa fungsi macro pada program excel di komputer Anda telah aktif. Cara mengaktifkan fungsi macro ini adalah melalui menu "File" kemudian pilih "Option". Kemudian muncul dialog box, maka klik "Trust Center" (pada menu di sisi kiri). Lalu muncul pilihan Trust Center lalu pada sisi kanan dialog box tersebut klik tombol "Trust Center Settings...". Setelah muncul menu Trust Center, maka pada sisi kiri pilih menu "Macro Settings" lalu beri tanda (tick mark) untuk pilihan "Enable all macros". Kemudian klik tombol "Ok" pada sisi kanan bawah. Maka fungsi macro telah diaktifkan.

Senin, 08 Juni 2020

Masa April 2020 Saya Tidak Manfaatkan Insentif PPh Final UMKM, Bolehkah Saya Dapatkan Fasilitas Ini di Masa Mei 2020?

Sebagai upaya mengurangi dampak pandemi Covid-19 bagi para Wajib Pajak, Pemerintah memberikan kebijakan insentif pajak mulai masa April 2020 melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 (PMK 44). Salah satu insentif pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak yaitu insentif pajak berupa PPh Final UMKM yang Ditanggung Pemerintah. PPh Final UMKM ini adalah ketentuan pengenaan PPh bagi Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu yang tidak melebihi Rp 4,8 miliar setahun, sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018.

Praktiknya di lapangan, ternyata masih ada banyak Wajib Pajak UMKM yang menyetorkan pajak penghasilannya menggunakan ketentuan PP Nomor 23 Tahun 2018 yang pada masa April 2020 tidak mengetahui adanya fasilitas insentif PPh yang dapat mereka manfaatkan, padahal telah memenuhi ketentuan untuk mendapatkan fasilitas insentif PPh Final UMKM ini. Sehingga pada masa April 2020 yang lalu, mereka masih tetap menyetorkan PPh masa April 2020 yang terutang.

Dalam petunjuk pelaksanaan PMK 44 yang dijelaskan pada angka 3 huruf a Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-29/PJ/2020 diatur bahwa Insentif PPh final Ditanggung Pemerintah (DTP) diberikan kepada Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana diatur dalam PP 23 Tahun 2018 dengan mengajukan permohonan Surat Keterangan dan Surat Keterangan ini harus sudah dimiliki paling lambat sebelum penyampaian laporan realisasi pemanfaatan insentif PPh final DTP. Penyampaian laporan realisasi ini dilakukan paling lambat tanggal 20 pada bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Dengan demikian, maka untuk memanfaatkan fasilitas insentif PPh final DTP sesuai PMK 44 untuk Masa Pajak April 2020, Wajib Pajak sudah harus memiliki Surat Keterangan paling lambat tanggal 20 Mei 2020, sebelum laporan realisasi disampaikan.

Lalu pertanyaannya, apakah bagi Wajib Pajak yang telah terlanjur menyetorkan PPh final UMKM masa April 2020 dan hingga saat ini belum mengajukan Permohonan Surat Keterangan untuk dapat memanfaatkan insentif PPh final Ditanggung Pemerintah, masih berhak untuk memanfaatkan fasilitas insentif PPh final DTP ini?

Wajib Pajak Dapat Gunakan Fasilitas Insentif PPh PMK 44 di Masa Mei Walau April Belum Manfaatkan

Wajib Pajak (WP) yang memenuhi ketentuan sebagai WP UMKM yang berhak menggunakan fasilitas PPh final DTP namun pada masa April 2020 belum sempat memanfaatkan fasilitas ini, maka pada masa Mei 2020 tetap dapat memanfaatkan fasilitas PPh final DTP sesuai PMK 44 ini.

Untuk dapat memanfaatkan fasilitas PPh final DTP ini, WP UMKM terlebih dahulu harus mengajukan permohonan Surat Keterangan (Suket) sebagai WP UMKM. Permohonan untuk mendapatkan Suket ini harus diajukan paling lambat sebelum batas waktu penyampaian laporan realisasi memanfaatkan insentif PPh final DTP (dalam hal ini berarti paling lambat tanggal 20 Juni 2020.

Cara Mendapatkan Surat Keterangan Sebagai WP UMKM

Langkah yang harus dilakukan bagi WP UMKM yang akan mengajukan permohonan Suket adalah sebagai berikut.

WP membuka menu akunmya pada djponline.pajak.go.id. Lalu masuk ke menu “Layanan” Lalu klik tombol “KSWP” seperti pada gambar berikut ini.

Kemudian pada bagian “Profil Pemenuhan Kewajiban Pajak Saya” di drop down menu “Untuk Keperluan” dipilih “Surat Keterangan (PP 23)” seperti gambar di bawah ini

Lalu akan muncul verifikasi kode keamanan, masukanlah kode keamanannya sesuai tampilan di layar.

Maka akan muncul tabel apakah WP yang bersangkutan memenuhi kriteria sebagai WP UMKM. Apabila semua kriteria terpenuhi, maka pada sisi kanan bagian atas terdapat tombol “Cetak Suket”. Klik tombol ini.

Setelah diklik tombol "Cetak Suket" maka akan ada konfirmasi sebagai berikut. Klik "Ya"

Maka file Surat Keterangan dalam format PDF akan ter-download di komputer Anda

Rabu, 13 Mei 2020

Fasilitas Insentif Pajak Terkait Dampak Virus Corona (Covid-19) - Insentif PPh Pasal 21

FASILITAS PPh PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH (PMK 44)

Sebagai upaya untuk membantu masyarakat terutama orang pribadi yang bekerja sebagai pegawai/karyawan/pekerja yang saat ini terdampak dengan pandemic Virus Corona (Covid-19), maka Pemerintah mengeluarkan kebijakan perpajakan untuk mengurangi beban yang dihadapi oleh para pekerja ini berupa insentif untuk pengenaan PPh Pasal 21. Ada 2 jenis insentif PPh Pasal 21 yang diberikan oleh Pemerintah, yaitu:
  1. Insentif dalam bentuk PPh Pasal 21 yang ditanggung Pemerintah atas penghasilan teratur dan tetap yang diterima oleh Pegawai dengan kriteria tertentu (PMK 23 sebagaimana diubah dengan PMK 44); dan
  2. Insentif dalam bentuk PPh Pasal 21 yang dibebaskan atas penghasilan sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, berupa imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang diterima dari Pihak Tertentu (yaitu Badan/Instansi Pemerintah, Rumah Sakit, atau Pihak Lain yang ditunjuk oleh Baadn/Instansi Pemerintah atau Rumah Sakit) yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 (PMK 28).

Dasar Hukum:
  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.03/2020 (PMK 23) yang telah diubah dengan PMK 44.
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2020 (PMK 28)
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 (PMK 44)
  4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-29/PJ/2020 (SE-29)
Pada artikel berikut akan penulis uraikan mengenai fasilitas PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah.

A. Ketentuan Fasilitas Insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah

Bentuk fasilitas pajak: Insentif yang diberikan adalah berupa PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah atas penghasilan yang diterima oleh Pegawai dengan kriteria tertentu. Pegawai dengan kriteria tertentu ini meliputi:

a. menerima atau memperoleh penghasilan dari Pemberi Kerja yang:
  • memiliki kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) yang tercantum dalam Lampiran huruf A PMK 44/PMK.03/2020 yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2018 yang telah dilaporkan Pemberi Kerja, atau bagi WP yang baru terdaftar setelah tahun 2018 atau bagi Instansi Pemerintah yaitu data yang terdapat dalam administrasi perpajakan (master file) Wajib Pajak;
  • telah ditetapkan sebagai Perusahaan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE); atau
  • telah mendapatkan izin terkait Kawasan Berikat (Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB);
b. memiliki NPWP; dan
c. pada Masa Pajak yang bersangkutan menerima atau memperoleh Penghasilan Bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp 200.000.000,00.

Dikecualikan dari PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah dalam hal penghasilan yang diterima Pegawai berasal dari APBN atau APBD dan PPh Pasal 21 telah ditanggung Pemerintah berdasarkan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.

B. Apakah Yang Mendapat Insentif Hanya Pegawai Tetap ataukah juga Pegawai Tidak Tetap?

Subjek Pajak yang mendapatkan insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) sesuai yang diatur dalam PMK 44 adalah pegawai dengan kriteria tertentu (yang sudah diuraikan di atas). Lebih lanjut definisi pegawai yang dimaksud dalam PMK 44 ini dapat kita lihat di Pasal 1 angka 4. Pegawai yang dimaksud dalam PMK 44 yang mendapatkan fasilitas insentif PPh Pasal 21 DTP ini adalah orang pribadi yang bekerja pada Pemberi Kerja, berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan berdasarkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan atau ketentuan lain yang ditetapkan Pemberi Kerja. Definisi pegawai yang dijelaskan dalam PMK 44 ini adalah sama dengan definisi pegawai sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016.

Apabila kita lihat ketentuan yang menjelaskan mengenai pegawai, yaitu pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 pada Pasal 3 diatur bahwa penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah orang pribadi yang merupakan:
  1. pegawai;
  2. penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua termasuk ahli warisnya; 
  3. bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa, seperti tenaga ahli, pemain musik, pembawa acara, penyanyi, seniman, olahragawan, penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, pengarang, penerbit, penerjemah, pemberi jasa dalam segala bidang, agen iklan, pengawas atau pengelola proyek, pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau perantara, petugas penjaja barang dagangan, petugas dinas luar asuransi, distributor perusahaan MLM;
  4. anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama;
  5. mantan pegawai; atau 
  6. peserta kegiatan yang menerima/memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan.
Lebih lanjut pada Pasal 1 angka 10 dan angka 11 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 (PER-16/PJ/2016) mendefinisikan bahwa pegawai yang dimaksud dalam PER-16/PJ/2016 ini terdiri dari Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas.

Dengan demikian, berdasarkan ketentuan PMK 44, maka pegawai yang berhak mendapatkan insentif PPh Pasal 21 DTP sebagaimana yang diatur dalam PMK 44 ini adalah pegawai tetap dan pegawai tidak tetap yang memenuhi kriteria tertentu.

C. Siapakah Pemberi Kerja Sebagai Pemotong PPh Pasal 21 yang memenuhi kriteria sebagaimana diatur di PMK 44?

Untuk memperoleh Insentif PPh Pasal 21 DTP, maka pegawai sebagai subjek yang akan menerima insentif PPh Pasal 21 harus bekerja dan menerima atau memperoleh penghasilan dari Pemberi Kerja yang memiliki KLU sesuai yang ditentukan di PMK 44; atau Pemberi Kerja yang telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE; atau Pemberi Kerja yang telah mendapatkan izin terkait Kawasan Berikat.

Pemberi Kerja yang dimaksud dalam PMK 44 ini sesuai yang diatur dalam Pasal 1 angka 5 adalah orang pribadi atau badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan, atau unit, termasuk Instansi Pemerintah, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan/atau pembayaran lain dengan nama atau dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh Pegawai.

Jika mengacu kepada Pasal 2 ayat (1) UU PPh, diatur bahwa Subjek Pajak adalah orang pribadi (termasuk warisan yang belum terbagi), badan, dan bentuk usaha tetap. Kemudian pada Pasal 2 ayat (1a) ditentukan bahwa Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan. Selanjutnya pada Pasal 2 ayat (5) dijelaskan bahwa bentuk usaha tetap dapat berupa tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, dan seterusnya.

Dengan demikian, maka Pemberi Kerja yang termasuk dalam ketentuan PMK 44 adalah Pemberi Kerja baik orang pribadi maupun badan. Untuk Pemberi Kerja badan, dapat merupakan badan yang berstatus sebagai kantor pusat maupun cabang, perwakilan atau unit. Oleh sebab itu, kantor perwakilan asing atau representative office yang merupakan bentuk usaha tetap adalah termasuk sebagai Pemberi Kerja yang dimaksud dalam PMK 44 ini.

Hanya saja pada praktiknya di lapangan, secara sistem, pada saat pengajuan untuk memperoleh fasilitas insentif PPh Pasal 21 DTP ini, salah satu faktor penentu agar memperoleh fasilitas adalah dilihat dari pemenuhan kewajiban Pemberi Kerja dalam melaporkan SPT Tahunan PPh Badannya. Padahal berdasarkan ketentuan, ada bentuk usaha tetap berupa kantor perwakilan yang tidak memiliki kewajiban menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan. Oleh sebab itu, dalam praktiknya, penilaian faktor pemenuhan ini harus dilihat lagi kepada kewajiban perpajakan dari badan yang bersangkutan sesuai yang terdaftar.

D. Apa Saja Objek Penghasilan yang Dianggap Sebagai Penghasilan Teratur sebagaimana diatur di PMK 44?

Jenis penghasilan yang diterima oleh Pegawai yang akan memperoleh fasilitas PPh Pasal 21 terutangnya ditanggung Pemerintah (DTP) adalah atas Penghasilan Bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp 200.000.000.

Definisi mengenai penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur ini dapat dilihat pada Pasal 1 angka 15 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 yang mendefinisikan penghasilan pegawai tetap yang bersifat teratur adalah penghasilan bagi Pegawai Tetap berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apapun yang diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk uang lembur.

Sedangkan penghasilan yang bersifat tidak teratur bagi Pegawai Tetap dijelaskan pada Pasal 1 angka 16 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 sebagai penghasilan bagi Pegawai Tetap selain penghasilan yang bersifat teratur, yang diterima sekali dalam satu tahun atau periode lainnya, antara lain berupa bonus, Tunjangan Hari Raya (THR), jasa produksi, tantiem, gratifikasi, atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun.

Jika mengacu pada ketentuan PER-16/PJ/2016 ini, maka penghasilan bruto yang dimaksud dalam PMK 44 ini adalah penghasilan yang diterima oleh pegawai yang bersifat rutin dan teratur berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan dan imbalan dengan nama apapun yang diberikan secara periodik, termasuk uang lembur.

E. PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah harus dibayarkan secara tunai kepada Pegawai

PPh Pasal 21 yang mendapatkan fasilitas ditanggung Pemerintah sesuai ketentuan PMK 44 ini harus dibayarkan secara tunai oleh Pemberi Kerja pada saat pembayaran penghasilan kepada Pegawai. Hal ini termasuk juga dalam hal Pemberi Kerja memberikan tunjangan PPh Pasal 21 atau menanggung PPh Pasal 21 kepada Pegawai.

F. Ketentuan Perpajakan atas PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah bagi Pegawai

PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah yang diterima secara tunai oleh Pegawai dari Pemberi Kerja tidak diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak.

Dalam hal Pegawai yang menerima insentif PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah menyampaikan SPT Tahunan orang pribadi Tahun Pajak 2020 dan menyatakan kelebihan pembayaran, kelebihan pembayaran yang berasal dari PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah tidak dapat dikembalikan.

G. Tata Cara Pemotongan dan Pelaporan PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah bagi Pemberi Kerja
  1. Pemberi Kerja menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala KPP tempat Pemberi Kerja terdaftar melalui situs djponline.pajak.go.id pada menu Layanan --> KSWP, pada “Profil Pemenuhan Kewajiban Saya” bagian “Untuk Keperluan” pilih (drop down menu) “Fasilitas PPh Pasal 21 DTP (PMK 44)". Permohonan yang diajukan Pemberi Kerja yang mendapatkan fasilitas KITE atau Kawasan Berikat, harus melampirkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai izin fasilitas KITE atau Kawasan Berikat tersebut.
  2. Pemberi Kerja yang sudah mendapatkan dan memanfaatkan insentif ini harus menyampaikan laporan realisasi PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah menu DJP Online (untuk caranya silakan baca artikel terkait di sini) paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dengan melampirkan Surat Setoran Pajak atau cetakan kode billing.
  3. Surat Setoran Pajak atau cetakan kode billing yang harus dibuat ini khusus untuk jumlah PPh Pasal 21 yang ditanggung Pemerintah ini harus dibuat terpisah dari kode billing untuk jumlah PPh Pasal 21 yang tidak ditanggung Pemerintah (apabila ada) yang harus disetorkan. Cara membuat kode billing untuk jumlah PPh Pasal 21 yang ditanggung Pemerintah ini adalah sama seperti dalam membuat kode billing biasanya (kode jenis setoran sama) namun perlu ditambahkan keterangan “PPh PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 44/PMK.03/2020” pada kolom uraian.
  4. Pada saat menginput SPT Masa PPh Pasal 21 terkait dalam aplikasi e-SPT, maka untuk proses perekaman kode NTPN Surat Setoran Pajak dengan kode “9999999999999999” (16 digit) dan jumlah Rupiah sebesar nilai PPh Pasal 21 DTP. Berdasarkan pengamatan penulis, sebenarnya dalam menu e-SPT, untuk input setoran pajak ini adalah pilihan jenis setoran pajak yang berupa PPh yang ditanggung Pemerintah (kode 1).
Gambar - Cara Membuat Kode Billing PPh Pasal 21 DTP
Gambar cara input NTPN PPh Pasal 21 DTP di e-SPT


H. Masa Berlaku Fasilitas Insentif PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah

PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah ini diberikan sejak Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak September 2020.

(c) http://syafrianto.blogspot.com

Cara Membuat Laporan Realisasi Insentif Pajak Secara Online di DJP Online

Sore ini Direktorat Jenderal Pajak telah meluncurkan menu untuk Laporan Realisasi Pemanfaatan Insentif Pajak terkait Dampak Covid-19 secara online melalui situs DJP Online. Menu baru ini dinamakan sebagai eReporting Insentif Covid-19. Sebagaimana kita ketahui bahwa bagi Wajib Pajak yang memanfaatkan fasilitas insentif pajak terkait dampak Covid-19 sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020, diwajibkan untuk menyampaikan laporan realisasinya. Laporan realisasi PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Laporan realisasi PPh Final Ditanggung Pemerintah untuk masa pajak April 2020 ini wajib disampaikan paling lambat tanggal 20 Mei 2020.

Untuk itu, bagi Pembaca Setia Tax Learning yang telah memanfaatkan insentif pajak ini dapat mengakses menu "eReporting Insentif Covid-19" melalui account DJP Online-nya yang terdapat pada bagian "Layanan". Apabila pada accountnya belum muncul menu "eReporting Insentif Covid-19", maka terlebih dahulu harus melakukan setting Profil dengan memberi tanda ceklist pada menu "eReporting Insentif Covid-19".

Apabila menu  "eReporting Insentif Covid-19" ini sudah dipilih pada bagian Profil, maka akan muncul menu baru "eReporting Insentif Covid-19"pada bagian Layanan. Silakan klik menu "eReporting Insentif Covid-19" ini.

Maka akan muncul tampilan seperti gambar di bawah ini. Pada bagian "Jenis Pelaporan" silakan pilih jenis laporan yang akan dibuat. Pada contoh berikut, penulis mengambil contoh untuk membuat Laporan Realisasi PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah.
Setelah jenis laporan sudah dipilih kemudian klik tombol "Lanjutkan" pada bagian bawah sisi kanan, maka tampil menu untuk melakukan upload laporan realisasi ini.

Untuk diketahui, bahwa laporan realisasi yang akan dibuat adalah dengan cara mengupload file excel yang templatenya sudah disiapkan oleh DJP (seperti halnya dalam melakukan eReporting Pengampunan Pajak/Tax Amnesty). Template laporan dalam format excel ini dapat di download pada bagian "Petunjuk" yang terdapat di sisi kiri bagian atas pada nomor urut 1, seperti tampak pada gambar di bawah ini. Anda dapat juga men-download file template laporan realisasi PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah di sini.

Untuk diketahui bahwa data yang diinput pada file template excel ini janganlah berupa formula, supaya dapat di-uplaod ke menu eReporting. Bagi Pembaca Setia Tax Learning yang ingin membuat versi laporan manual dengan formula perhitungan, penulis siapkan manual laporannya untuk memudahkan agar menghindari kesalahan pengisian, karena file template excel yang tidak bisa mengontrol kebenaran jumlah angka yang diinput.

File yang sudah diisi ini kemudian harus diberi nama file sesuai dengan format yang dijelaskan pada bagian Petunjuk nomor urut 3 (seperti tampak pada gambar di bawah ini). Untuk detailnya silakan baca di artikel ini.
Apabila file template tersebut sudah diisi dan diberikan nama file sesuai format penamaan file, maka file ini dapat diupload ke menu pelaporan tersebut dengan meng-klik tombol "Pilih File Realisasi" dan arahkan ke folder di komputer tempat file yang sudah dibuat tersebut disimpan. Setelah itu, maka klik tombol "Submit". Nanti akan ada permintaan konfirmasi untuk submit laporan tersebut.

Download:
1. Template File Upload eReporting - Laporan Realisasi PPh Final DTP
2. Template File Upload eReporting - Laporan Realisasi PPh Pasal 21 DTP

Catatan:
Ada perubahan pada template file upload eReporting ini. Silakan download file template terbaru ini di artikel berikut ini.

Jumat, 01 Mei 2020

Perluasan Sektor Usaha Penerima Fasilitas Pajak Dalam Menghadapi Dampak Covid-19

Dengan perkembangan penyebaran Virus Corona (Covid-19) yang semakin meluas dan semakin mempengaruhi berbagai sektor ekonomi, maka Pemerintah melalui Menteri Keuangan telah mengeluarkan kebijakan tambahan dengan menambah jumlah sektor usaha yang dapat menerima fasilitas pajak dalam rangka mengurani beban ekonomi Wajib Pajak akibat wabah Covid-19.

Selain menambah jumlah sektor usaha penerima fasilitas pajak yang sebelumnya sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.03/2020 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2020, dalam ketentuan baru yang dikeluarkan Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 tanggal 27 April 2020 ini juga memberikan fasilitas baru yang ditujukan kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Secara ringkas fasilitas dan insentif pajak yang diberikan adalah sebagai berikut.

1. Insentif PPh Pasal 21

Insentif PPh Pasal 21 ini diberikan untuk karyawan yang bekerja pada perusahaan yang bergerak di salah satu dari 1.062 bidang usaha tertentu sebagaimana yang tercantum dalam Lampiran huruf A Peraturan ini (pada peraturan sebelumnya fasilitas ini hanya diberikan kepada 440 bidang industri tertentu dan perusahaan KITE), pada perusahaan yang mendapatkan fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE), atau pada perusahaan di kawasan berikat. Fasilitas yang diperoleh adalah berupa fasilitas PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah dengan kriteria karyawan yang memiliki NPWP dan penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp 200 juta.

2. Insentif PPh Pasal 22 Impor

Insentif ini diberikan untuk Wajib Pajak yang bergerak di salah satu dari 431 bidang industri tertentu sebagaimana yang tercantum dalam Lampiran huruf I Peraturan ini (pada peraturan sebelumnya fasilitas ini hanya diberikan kepada 102 bidang industri tertentu dan perusahaan KITE), atau pada perusahaan KITE, atau pada perusahaan di kawasan berikat. Fasilitas yang diperoleh adalah berupa fasilitas pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 impor.

3. Insentif Angsuran PPh Pasal 25

Wajib Pajak yang bergerak di salah satu dari 846 bidang industri tertentu sebagaimana yang tercantum dalam Lampiran huruf N Peraturan ini (pada peraturan sebelumnya fasilitas ini hanya diberikan kepada 102 bidang industri tertentu dan perusahaan KITE), atau pada perusahaan KITE, atau pada perusahaan di kawasan berikat, mendapatkan fasilitas insentif angsuran PPh Pasal 25. Fasilitas yang diperoleh adalah berupa fasilitas pengurangan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 sebesar 30% dari angsuran yangn seharusnya terutang.

4. Insentif PPN

Insentif ini diberikan untuk Wajib Pajak yang bergerak di salah satu dari 431 bidang industri tertentu sebagaimana yang tercantum dalam Lampiran huruf I Peraturan ini (pada peraturan sebelumnya fasilitas ini hanya diberikan kepada 102 bidang industri tertentu dan perusahaan KITE), atau pada perusahaan KITE, atau pada perusahaan di kawasan berikat. Fasilitas yang diperoleh adalah berupa fasilitas restitusi PPN dipercepat hingga jumlah lebih bayar paling banyak Rp 5 miliar bagi PKP berisiko rendah, tanpa persyaratan melakukan kegiatan tertentu seperti melakukan ekspor barang atau jasa kena pajak, penyerahan kepada pemungut PPN atau penyerahan yang tidak dipungut PPN.

5. Insentif Pajak UMKM

Pelaku UMKM mendapatkan fasilitas pajak penghasilan final tarif 0,5% sesuai ketentuan PP Nomor 23 Tahun 2018 yang ditanggung pemerintah (DTP). Dengan demikian WP UMKM tidak perlu melakukan setoran pajak dan pemotongan atau pemungutan pajak tidak dilakukan oleh pemotong/pemungut pajak. Fasilitas ini diberikan untuk masa pajak April 2020 sampai dengan September 2020 dengan terlebih dahulu WP UMKM mendapatkan Surat Keterangan PP 23 serta wajib membuat laporan realisasi PPh Final DTP setiap masa pajak.

Seluruh fasilitas pajak ini diberikan untuk masa pajak April 2020 sampai dengan September 2020.
(c) https://syafrianto.blogspot.com

Download:
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020
- Siaran Pers Nomor 19/2020

Artikel Terkait:
Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona

Selasa, 31 Maret 2020

Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona

Saat ini wabah pandemic New Corona Virus (Covid-19) tengah melanda hampir seluruh dunia, termasuk juga Indonesia. Akibat dari wabah ini yang merupakan bencana nasional sehingga berdampak terhadap stabilitas ekonomi dan produktivitas sektor tertentu.

Sehingga untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat dan produktivitas sektor tertentu yang terdampak secara langsung dengan wabah ini, maka Pemerintah memberikan insentif perpajakan dalam rangka mendukung penanggulangan dampak wabah tersebut melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.03/2020 tanggal 21 Maret 2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona.

Berikut ini penulis buatkan ringkasan singkat isi dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.03/2020 ini.

Insentif PPh Pasal 21

✅ Diberikan fasilitas PPh Pasal 21 DTP (Masa April-September 2020) atas penghasilan PEGAWAI dengan kriteria:
  1. Menerima penghasilan dari pemberi kerja dengan Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) tertentu (Lampiran A); KLU harus tercantum dan telah dilaporkan di SPT Tahunan 2018; Hampir sebagian KLU Industri, dan Jasa Reparasi serta Rumah Potong Hewan (*); dan/atau
  2. Menerima penghasilan dari perusahaan yang telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE (Melampirkan ketetapannya).
  3. Memiliki NPWP
  4. Penghasilan bruto (tetap dan teratur) disetahunkan tidak lebih dari Rp200 juta (penghasilan tetap teratur bruto kira-kira Rp16,7 juta per bulan)
Catatan: (*) KLU yang mendapatkan fasilitas ini adalah sebagian dari KLU dengan digit awal 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33. Apabila KLU usaha Anda digit awalnya adalah sebagaimana tercantum di atas, maka silakan cek lagi 5 digit KLU tersebut di Lampiran A PMK 23 ini.

✅ PPh ditanggung pemerintah wajib diberikan tunai ke pegawai, dan tidak diperhitungkan sebagai Penghasilan Kena Pajak bagi pegawai.

✅ Untuk mendapatkan manfaat insentif ini, pemberi kerja yang MEMENUHI KRITERIA wajib menyampaikan PEMBERITAHUAN dengan format Lampiran C.

✅ Jika tidak memenuhi kriteria, Kepala KPP dalam jangka waktu 5 hari kerja menerbitkan surat pemberitahuan tidak berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 DTP (lampiran D)

✅ Pemberi kerja wajib menyampaikan LAPORAN REALISASI PPh Pasal 21 DTP (format Lampiran E).

✅ Atas PPh Pasal 21 DTP yang dilaporkan, wajib dibuatkan SSP atau Cetakan Kode Billing dibubuhi cap/tulisan “PPh PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 23/PMK.03/2020” oleh pemberi kerja.

✅ Laporan Realisasi dilampiri dengan SSP/ Cetakan billing, dilaporkan paling lambat:
  1. Tanggal 20 Juli 2020, untuk Masa APRIL – JUNI 2020 
  2. Tanggal 20 Oktober 2020, untuk masa JULI – SEPTEMBER 2020

Insentif PPh Pasal 22 Impor

✅ Pemberian fasilitas pembebasan PPh 22 Impor melalui SKB PPh Pasal 22 Impor kepada Wajib Pajak:
  1. Memiliki KLU tercantum di Lampiran F (telah tercantum dan dilaporkan di SPT Tahunan Tahun Pajak 2018); dan/atau
  2. Telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE. (melampirkan ketetapan sebagai Perusahaan KITE).
✅ Permohonan SKB PPh Pasal 22 Impor sesuai dengan format Lampiran G.

✅ KPP dalam jangka waktu 3 hari kerja sejak permohonan diterima menerbitkan SKB atau Surat Penolakan. SKB berlaku sejak diterbitkan, sampai 30 September 2020.

✅ Wajib Pajak yang telah mendapatkan SKB, wajib menyampaikan laporan realisasi pembebasan PPh Pasal 22 Impor setiap 3 bulan dengan format lampiran J.

✅ Laporan Realisasi, dilaporkan paling lambat:
  1. Tanggal 20 Juli 2020, untuk Masa APRIL – JUNI 2020
  2. Tanggal 20 Oktober 2020, untuk masa JULI – SEPTEMBER 2020

Insentif Pengurangan PPh Pasal 25

✅ Fasilitas pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30% dari seharusnya, untuk masa April-September 2020 bagi wajib pajak yang:
  1. Memiliki KLU tercantum di Lampiran F (telah tercantum dan dilaporkan di SPT Tahunan Tahun Pajak 2018); dan/atau
  2. Telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE. (melampirkan ketetapan sebagai Perusahaan KITE)
✅ Untuk memanfaatkan fasilitas ini, WP harus menyampaikan pemberitahuan tertulis (format Lampiran C). Contoh perhitungan pengurangan untuk tiap-tiap kategori WP, ada di lampiran K.

✅ Jika tidak memenuhi kriteria, Kepala KPP dalam jangka waktu 5 hari kerja sejak menerima pemberitahuan, menerbitkan surat pemberitahuan tidak berhak mendapatkan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 (lampiran D).

✅ Wajib Pajak yang memanfaatkan pengurangan PPh Pasal 25, wajib menyampaikan laporan realisasi pengurangan angsuran PPh Pasal 25 (Format Lampiran L).

✅ Laporan disampaikan paling lambat:
  1. Tanggal 20 Juli 2020, untuk Masa APRIL – JUNI 2020
  2. Tanggal 20 Oktober 2020, untuk masa JULI – SEPTEMBER 2020

Insentif PPN

✅ Fasilitas pengembalian pendahuluan atas SPT PPN LB dengan jumlah Lebih Bayar paling banyak Rp5 miliar sebagai PKP beresiko rendah (Pasal 9 ayat 4c UU PPN) kepada WP yang:
  1. Memiliki KLU tercantum di Lampiran F; dan/atau
  2. Telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE. (melampirkan ketetapan yang masih berlaku sebagai Perusahaan KITE)
✅ Kriteria SPT PPN LB yang mendapat fasilitas meliputi SPT Masa PPN (termasuk pembetulannya) untuk masa pajak April-September 2020, dan disampaikan paling lama 31 Oktober 2020.

✅ PKP tidak perlu menyampaikan permohonan penetapan sebagai PKP berisiko rendah. Dirjen Pajak tidak menerbitkan keputusan penetapan secara jabatan sebagai PKP berisiko rendah.

✅ Tata cara pengembalian sesuai dengan PMK tentang Pengembalian Pendahuluan (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 117/PMK.03/2019).

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.03/2020 ini berlaku mulai 1 April 2020.
http://syafrianto.blogspot.com