..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Kamis, 05 September 2019

RUU Perpajakan - Pemerintah Ajukan RUU Pangkas PPh Badan, Bebaskan PPh Dividen, Turunkan Sanksi Bunga


Pemerintah tengah menyiapkan kembali Rancangan Undang-Undang (RUU) Perpajakan. RUU Perpajakan yang sedang disusun ini ditujukan untuk penguatan perekonomian Indonesia dalam bentuk meningkatkan pendanaan investasi, menyesuaikan prinsip income perpajakan untuk Wajib Pajak orang pribadi, menggunakan azas teritorial, mendorong kepatuhan Wajib Pajak secara sukarela, menciptakan keadilan dalam iklim berusaha di dalam negeri dan menempatkan berbagai fasilitas perpajakan dalam satu perundang-undangan. RUU yang diusulkan ini adalah tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian. Informasi ini sebagaimana yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kepada wartawan usai mengikuti Rapat Terbatas di Kantor Presiden, Jakarta pada hari Selasa tanggal 3 September 2019 dan telah diwartakan di situs resmi Sekretariat Kabinet Republik Indonesia.

Beberapa perubahan penting yang diajukan dalam RUU Perpajakan ini adalah sebagai berikut.

1. Tarif PPh Badan Turun

Dalam RUU Perpajakan yang sedang disusun oleh Pemerintah ini adalah mengenai penurunan tarif PPh Badan yang saat ini adalah sebesar 25% akan diturunkan secara bertahap menjadi 20%.

Di samping itu juga akan diberikan penurunan untuk perusahaan yang telah go public (masuk bursa), tarif PPh-nya akan lebih rendah 3% dari tarif normal PPh Badan yang berlaku selama 5 tahun. Jadi apabila tarif normal PPh akan diturunkan menjadi 20%, maka tarif PPh untuk perusahaan go public akan menjadi 17%.

2. Penghapusan PPh atas dividen

Dalam RUU Perpajakan ini juga akan diusulkan untuk menghapuskan PPh atas dividen dengan syarat dividen yang diterima (baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri) tersebut ditanamkan kembali dalam investasi di Indonesia.

3. Mengubah azas pengenaan pajak world wide income menjadi azas teritorial

Usulan perubahan lainnya dalam RUU PPh adalah akan diterapkan azas pemajakan teritorial menggantikan azas pemajakan yang berlaku saat ini yaitu prinsip world wide income. Artinya warga negara Indonesia (WNI) maupun warga negara asing (WNA) akan menjadi Wajib Pajak di Indonesia tergantung dari berapa lama tinggal di Indonesia, dengan batasan waktunya adalah selama 183 hari. Jadi apabila WNA yang tinggal di Indonesia dengan waktu lebih dari 183 hari akan menjadi Wajib Pajak di Indonesia. Demikian pula sebaliknya apabila WNI yang tinggal selama lebih dari 183 hari di luar negeri dan sudah menjadi wajib pajak di negara tersebut, maka WNI ini tidak akan lagi menjadi Wajib Pajak di Indonesia.

4. Seluruh Insentif Pajak akan dimasukkan dalam RUU

Dalam RUU Perpajakan ini, akan mencantumkan seluruh fasilitas perpajakan ke dalam RUU supaya menjadi landasan hukum yang konsisten. Terdapat sejumlah fasilitas insentif perpajakan yang disiapkan opemerintah. Fasilitas insentif perpajakan yang dimasukkan antara lain tax holiday, super deduction, fasilitas pajak penghasilan (PPh) untuk kawasan ekonomi khusus (KEK), dan PPh untuk surat berharga negara (SBN) di pasar internasional.

5. Pengurangan sanksi Perpajakan

Dalam RUU Perpajakan, Pemerintah juga mengusulkan untuk meringankan sanksi bagi Wajib Pajak yang terlambat membayar pajak. Sanksi bunga keterlambatan pembayaran pajak saat ini adalah sebesar 2% per bulan akan diturunkan untuk wajib pajak yang selama ini melakukan pembetulan SPT, baik itu SPT tahunan maupun SPT masa dan kemudian mereka mengalami kurang bayar dalam RUU ini, sanksi per bulan akan diturunkan menjadi prorata yaitu suku bunga acuan yang ada di pasar + 5%. Contoh apabila Wajib Pajak terlambat membayar pajak selama 2 bulan, berarti bunganya adalah 2 bulan per 12 dikalikan suku bunga pasar + 5%.

Selain itu, pemerintah juga akan menurunkan sanksi denda untuk Pengusaha Kena Pajak yang tidak membuat faktur pajak atau faktur pajak yang dibuatnya tidak tepat waktu. Selama ini sanksi dendanya adalah sebesar 2% dari dasar pengenaan pajaknya. Maka di dalam RUU ini, diusulkan diturunkan dari 2% menjadi 1% sanksinya.

6. Relaksasi untuk hak mengkreditkan Pajak Masukan

Pemerintah juga memberikan relaksasi terhadap hak untuk mengkreditkan pajak masukan, bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang diperolehnya pada saat sebelum menjadi PKP, untuk dapat dikreditkan pada saat menjadi PKP.

7. Pajak Ekonomi Digital

RUU baru perpajakan juga akan mengantisipasi perkembangan ekonomi digital. Sekaligus menegaskan perusahaan digital internasional sebagai subjek pajak luar negeri, sehingga perusahaan digital internasional bisa memungut, menyetor, dan melaporkan pajak pertambahan nilai (PPN). Hal itu dilakukan untuk meminimalisir penghindaran pajak. Tarif PPN yang akan dikenakan ke subjek pajak luar negeri tersebut sama sebesar 10%.

Selain itu juga akan dipertegas lagi definisi BUT sehingga tidak lagi mendasarkan definisi BUT pada kehadiran fisik namun lebih cenderung kepada suatu usaha yang memiliki significant economic presents. Dengan aturan tersebut akan membuat wilayah bermain yang sama untuk kegiatan digital yang melakukan perdagangan lintas batas.

0 Comments

Posting Komentar