..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Kamis, 26 Agustus 2010

Perhitungan PPh Pasal 21 untuk THR

Lebaran sebentar lagi…
Dua minggu lagi, umat Islam di seluruh dunia akan merayakan Hari Raya Idul Fitri 1431 H atau yang kita kenal sebagai Lebaran.

Sesuai ketentuan ketenagakerjaan di Indonesia, dalam rangka menyambut datangnya hari raya keagamaan (seperti Hari Raya Idul Fitri, Hari Natal, Hari Raya Imlek, dan hari raya keagamaan bagi pemeluk agama lainnya) setiap pemberi kerja wajib memberikan imbalan berupa bonus yang biasa diistilahkan sebagai Tunjangan Hari Raya (THR). Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan. Menyambut Hari Raya Idul Fitri tahun 2010 ini, pada Selasa 24 Agustus 2010 Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar telah mengeluarkan surat edaran, yang menginstruksikan kepada perusahaan, maksimal H-7 sebelum lebaran, harus telah membayarkan THR kepada para pekerjanya.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja tersebut, mewajibkan pengusaha untuk memberikan THR keagamaan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja tiga bulan atau lebih secara terus-menerus. Berdasarkan peraturan itu, besarnya THR pekerja/buruh yang memiliki masa kerja 12 bulan atau lebih mendapat THR minimal satu bulan gaji. Sedangkan pekerja/buruh yang bermasa kerja tiga bulan hingga kurang dari 12 bulan, mendapat THR proporsional, yaitu dengan menghitung masa kerja yang sedang berjalan dibagi 12 bulan lalu dikali satu bulan upah.

Dari sisi perpajakan, pemberian THR/bonus ini menjadi objek pemotongan PPh Pasal 21 yang wajib dilakukan oleh pemberi kerja sebagai pemotong PPh Pasal 21.


Pengenaan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh pegawai/karyawan/pekerja berupa bonus/THR ini dapat kita bedakan menjadi 2 (dua) metode pengenaan, yaitu pengenaan PPh Pasal 21 atas bonus/THR yang:
1. diterima oleh pegawai/karyawan/pekerja pada pemberi kerja swasta,
2. diterima oleh pegawai negeri sipil/militer.

1. Pengenaan PPh Pasal 21 atas bonus/THR yang diterima pegawai swasta

Dalam ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 21/26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2009 mengatur mengenai tata cara penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang atas pemberian THR/bonus ini.

Dalam ketentuan Peraturan Dirjen Pajak ini, pemotongan PPh Pasal 21 terhadap penghasilan yang diterima pegawai/pekerja, kita mengenal ada 2 jenis pegawai, yaitu Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak Tetap.

Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima Pegawai Tetap, metodenya lebih rumit dibandingkan dengan Pegawai Tidak Tetap. Karena penghasilan yang diterima oleh Pegawai Tetap ini dibagi menjadi 2 jenis penghasilan, sebagaimana diatur dalam Pada Pasal 1 angka 15 dan angka 16, yaitu:
-Penghasilan Pegawai Tetap yang bersifat Teratur, yaitu penghasilan bagi pegawai berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan dan imbalan dengan nama apapun yang diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk uang lembur (walaupun nilainya berfluktuatif setiap masanya).
-Penghasilan Pegawai Tetap Yang Bersifat Tidak Teratur, yaitu penghasilan bagi pegawai tetap selain penghasilan yang bersifat teratur, yang diterima sekali dalam satu tahun atau periode lainnya, antara lain berupa bonus, Tunjangan Hari Raya (THR), jasa produksi, tantiem, gratifikasi, atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun.

Penghitungan PPh Pasal 21 atas pemberian bonus/THR, sebagai penghasilan yang bersifat tidak teratur ini dijelaskan dalam Lampiran PER-31/PJ/2009 angka Romawi I angka 1 huruf b, yaitu: Apabila kepada pegawai tetap diberikan jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, premi, tunjangan hari raya, dan penghasilan lain semacam itu yang sifatnya tidak tetap dan biasanya dibayarkan sekali setahun, maka PPh Pasal 21 dihitung dan dipotong dengan cara sebagai berikut :
a. dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan ditambah dengan penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.
b. dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan tanpa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.
c. selisih antara PPh Pasal 21 menurut penghitungan huruf a dan huruf b adalah PPh Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.

Cara penghitungan PPh Pasal 21 yang dijelaskan dalam PER-31/PJ/2009 ini adalah:

Karyawati Ken Prameswari (tidak kawin) bekerja pada PT Prabu Kedaton dengan memperoleh gaji sebesar Rp 2.750.000,00 sebulan. Perusahaan ikut dalam program jamsostek. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dan Iuran Jaminan Hari Tua dibayar oleh pemberi kerja setiap bulan masing-masing sebesar 1,00%, 0,30% dan 3,70% dari gaji. Prameswari membayar iuran Pensiun Rp 50.000,00 dan iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji untuk setiap bulan. Dalam tahun berjalan dia juga menerima bonus sebesar Rp 4.000.000,00

Cara menghitung PPh Pasal 21 atas bonus, terdiri dari 3 (tiga) tahap yaitu sebagai berikut :
a. PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus (penghasilan setahun):

Gaji setahun (12 x Rp 2.750.000,00)
Bonus
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja
12xRp 27.500,00
Premi Jaminan Kematian
12 x Rp 8.250,00

Rp 33.000.000,00

Rp 4.000.000,00

Rp 330.000,00
Rp 99.000,00
Penghasilan bruto setahun
Rp 37.429.000,00
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan
5% x Rp 37.429.000,00=
2. Iuran pensiun setahun
12 x Rp 50.000,00=
3. Iuran Jaminan Hari Tua 12 x Rp 55.000,00=


Rp 1.871.450,00

Rp 600.000,00


Rp 660.000,00








Rp 3.131.450,00
Penghasilan neto setahun
Rp 34.297.550,00
PTKP
- untuk WP sendiri


Rp 15.840.000,00
Penghasilan Kena Pajak
Dibulatkan

Rp 18.457.550,00
Rp 18.457.000,00
PPh Pasal 21 terutang
5% x Rp 18.457.000,00 =

Rp 922.850,00

b PPh Pasal 21 atas Gaji Setahun
Gaji setahun (12xRp 2.750.000,00) =
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja 12 x Rp 27.500,00 =
Premi Jaminan Kematian
12 x Rp 8.250,00 =




Rp 33.000.000,00

Rp 330.000,00

Rp 99.000,00
Jumlah
Rp 33.429.000,00
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan
5% x Rp 33.429.000,00=
2. Iuran pensiun setahun
12 x Rp 50.000,00=
3. Iuran Jaminan Hari Tua
12 x Rp 55.000,00=

Jumlah


Rp 1.671.450,00

Rp 600.000,00

Rp 660.000,00







Rp 2.931.450,00
Penghasilan neto setahun =
Rp 30.497.550,00
PTKP
- untuk WP sendiri


Rp 15.840.000,00
Penghasilan Kena Pajak
Pembulatan

Rp 14.657.550,00
Rp 14.657.000,00
PPh Pasal 21 terutang
5% x Rp 14.657.000,00=

Rp 732.850,00

c PPh Pasal 21 atas Bonus

PPh Pasal 21 atas Bonus adalah :

Rp 922.850,00 - Rp 732.850,00 = Rp 190.000,00


Apabila pada unsur penghasilan rutin (Penghasilan Gaji, Tunjangan-tunjangan, termasuk juga uang lembur) terjadi adanya fluktuasi besarnya penghasilan setiap bulan, perhitungan di atas tetap dilakukan dengan mengambil nilai real yang dibayarkan pada bulan ketika dibayarkan juga bonus.

2. Pengenaan PPh Pasal 21 atas bonus/THR yang diterima Pegawai Negeri Sipil/Militer

Apabila Pegawai Negeri Sipil (PNS)/TNI/POLRI menerima THR atau bonus yang pembayarannya berasal dari APBN atau APBD, cara pengenaan PPh Pasal 21-nya tidak mengacu kepada perhitungan PPh Pasal 21 atas Bonus untuk pegawai swasta seperti di atas. Khusus untuk Pegawai Negeri Sipil/TNI/POLRI yang menerima THR atau bonus ini, ketentuan yang mengatur mengenai pengenaan PPh Pasal 21-nya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Dan Para Pensiunan Atas Penghasilan Yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara Atau Keuangan Daerah.

Pada Pasal 1 ayat (2) ditegaskan bahwa atas penghasilan yang diterima Pejabat Negara,Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan Pensiunan berupa honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah selain penghasilan sebagaimana disebut pada ayat (1), dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, kecuali yang dibayarkan kepada Pegawai Negeri Sipil golongan II/d ke bawah dan anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah. Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang ini ditanggung pemerintah.

Besarnya PPh Pasal 21 yang harus dipotong atas pembayaran honorarium dan imbalan lainnya ini menurut Pasal 2 ayat (2) adalah sebesar 15% dan bersifat final.

Berdasarkan ketentuan ini, maka apabila seorang PNS/TNI/POLRI yang memiliki golongan III/a ke atas menerima THR (dikategorikan sebagai honorarium dan imbalan lainnya), akan dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final sebesar 15% dari Penghasilan Bruto bonus/THR tersebut.

10 Comments

Anonim

malem pak, saya mau nanya ttg pph final,,,saya menyewakan bangunan utk 5 thn,jika penyewa membayar angsuran tiap bulan, apakah saya jg harus membayar pph pasal 4 ayat 2 tiap bulan jg ???? boleh kah jika saya membayar langsung 12 bulan pd bulan desember akhir taun ??

Anonim

Saya ingin bertanya apakah untuk biaya jabatan maksimalnya Rp. 1.296.000 stahun,klo saya melihat contoh perhitungan diatas biaya jabatannya sebagai pengurang lebih dari Rp.1.296.000. Saya ingin penjelasannya apakah memang ada peraturan baru mengenai biaya jabatan ini atau khusus untuk perhitungan bonus atau THR seperti itu perlakuan untuk biaya jabatan?

Fajar

Koq biaya jabatan pada contoh PPh 21 untuk perhitungan diatas lebih dari Rp.1.296.000, bukankah biaya jabatan yang diperbolehkan maksimal Rp.1.296.000?

Anto 11 Oktober 2010 pukul 12.00

Menjawab pertanyaan ttg PPh Pasal 4 ayat (2) Sewa Bangunan:
PPh Pasal 4 ayat (2) terutang pada saat mana yang lebih dulu terjadi, apakah saat di-accrued atau saat dibayarkan secara kas.
Jadi apabila Penghasilan (biaya) tersebut telah diakui dalam akuntansi sekaligus, maka atas pembayaran penghasilan ini sudah harus dipotong PPh Pasal 4 ayat (2). Namun apabila pengh tersebut belum diakui, namun telah terjadi pembayaran kas terlebih dahulu, maka PPh Pasal 4 ayat (2) harus sudah dipotong pada saat saat pembayaran kas tersebut. Pembayaran PPh Pasal 4 ayat (2) ini tidak boleh dilakukan pada akhir masa/tahun setelah adanya accrued/pembayaran penghasilan/biayanya.

Menjawab pertanyaan ttg Biaya Jabatan:
Besarnya biaya jabatan sejak tanggal 1 Januari 2009 telah berubah dan ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) sebulan atau Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah) setahun. Ketentuannya baca di Pasal 10 ayat (3) huruf a Peraturan Dijen Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Dijen Pajak Nomor PER-57/PJ/2009.

Anonim

bagaimana perhitungan THR buat pemilik CV yg penghasilannya diperoleh dari laba perusahaan,,

Anto 22 September 2011 pukul 10.55

Menurut Pasal 19 KUHD, CV atau Persekutuan Komanditer adalah suatu bentuk perjanjian kerja sama untuk berusaha bersama antara orang-orang yang bersedia memimpin, mengatur perusahaan, serta bertanggung jawab penuh dengan kekayaan pribadinya, dengan orang-orang yang memberikan pinjaman dan tidak bersedia memimpin perusahaan serta bertanggung jawab terbatas pada kekayaan yang diikutsertakan dalam perusahaan itu

Dalam perlakuan akuntansi, sebenarnya di antara para pemilik CV ini, mereka tidak digaji namun mereka akan mendapatkan penghasilan dari CV dari pembagian laba CV.

Dalam ketentuan perpajakan (Pasal 4 ayat (3) huruf i UU PPh) ditegaskan bahwa: bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham adalah BUKAN merupakan objek PPh.

Jadi dalam kasus Anda ini, seharusnya sesuai dengan ketentuan akuntansi, maka pemilik CV tidak digaji, namun pemberian THR ini seharusnya lebih diperlakukan sebagai pembagian laba, dan sesuai dengan ketentuan UU PPh, pembagian laba ini tidak terutang PPh Pasal 21.

Anonim

selamat siang,

saya mau tanya, apakah THR yang proporsional dikenakan pph 21?dan bagaimana cara menghitung pph 21 nya?..misalnya si A masuk kerja pada tanggal 15 september 2011...pada saat natal nanti si A akan dapat THR(THR yag didapat hanya 1 kali gaji), namun krn masa kerjanya kurang dari 1 tahun, dia hanya mendapatkan thr secara proporsional...mohon bantuannya atas contoh tersebut...terima kasih

Anto 20 Desember 2011 pukul 13.02

Dalam perhitungan PPh Pasal 21 atas THR tidak dibedakan apakah perhitungan THR tersebut secara penuh atau proporsional. Berapapun besarnya THR yang diperoleh, akan dihitung PPh Pasal 21-nya sesuai contoh perhitungan yang saya contohkan di artikel di atas.
Jadi karena si A baru masuk kerja di pertengahan tahun, maka perhitungan PPh atas penghasilan rutin (gajinya) dihitung sesuai ketentuan:
-apabila di masa sebelumnya (Januari s.d. Agustus 2011) si A belum pernah bekerja, maka penghasilan setahun atas gaji rutin adalah gaji sebulan dikalikan 4 bulan (sept s.d. Des) ditambah dengan penghasilan dari THR yang proporsional.
-apabila di masa sebelumnya (Januari s.d. Agustus 2011) si A bekerja di tempat lain, maka penghasilan setahun atas gaji rutin adalah gaji selama 4 bulan (sept s.d. Des) ditambah dengan penghasilan di tempat kerja lainnya selama 8 bulan kemudian ditambah dengan penghasilan dari THR yang proporsional.

Perhitungan PPh Pasal 21-nya dilakukan seperti contoh di atas.

Anonim

selamat malam,,

saya mau tanya apabila dalam suatu kasus ada dalam PPh pasal 21 tedapat bonus dan THR, bagaimana perhitungannya? serta PPh pasal 21 (dipotong perusahaan) maksudnya apa?


makasih

Anto 2 Januari 2013 pukul 10.30

Perhitungan untuk Bonus adalah sama seperti perhitungan THR di atas. Jadi apabila mendapatkan Bonus, cara perhitungannya adalah juga menggunakan 3 langkah seperti yang dicontohkan di atas.

Posting Komentar