..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Kamis, 18 Juni 2009

Penggunaan Kurs Pajak atas Transaksi dengan Mata Uang Asing

Dear Pak Anto,

Senang sekali mendengar kabar Bapak sudah 'online' lagi mengasuh blog ini; semoga setelah melalui istirahat, menjadi 'full charge'

Sehubungan dengan pelaporan SPT Masa PPN 1107 induk huruf B ; penyerahan yang tidak terutang PPN ; ada yang mau saya tanyakan sebagai berikut:

1. Apabila penyerahan yang tidak terutang PPN tersebut dalam mata uang USD ; maka kurs yang dipakai untuk mengkonversikan nilai transaksi di pelaporan 1107 induk huruf B apakah kurs pajak (saat tanggal invoice terbit) atau kurs pajak akhir bulan masa SPT tersebut ataukah kurs tengah BI (tanggal invoice terbit)?

2. Apakah yang dimaksud dengan 'kurs tetap'? Apakah fiskus hanya mengakui metoda kurs tetap dan tidak memperhitungkan lagi kurs tengah BI?

3. Tolong jelaskan dengan bahasa sederhana, apa yang dimaksud dengan penghitungan kembali PPN Masukan untuk barang modal yang dipakai untuk penyerahan terutang PPN dan penyerahan tidak terutang PPN? jujur saya bingung dengan rumus X/Y dikali %

Terima kasih banyak atas waktu Bapak membaca dan mengasuh blog ini ; semoga kesehatan dan kesuksesan selalu menyertai langkah Bapak.

salam hangat,

Jawab:

Dear Saudara/Saudari
Terima kasih atas atensinya serta doanya. Salam sukses juga.
Akhir-akhir ini saya mengalami kesulitan waktu dalam mengelola blog ini akibat aktivitas yang cukup padat dan harus mobile dalam beberapa kota. Sehingga tentunya banyak pertanyaan dari para Pembaca yang tidak dapat saya respon secara cepat. Namun saya masih terus berusaha untuk merespon seluruh pertanyaan dari para Pembaca setia Tax Learning dengan memprioritaskan pertanyaan yang dapat saya selesaikan secara cepat.
Menjawab pertanyaan Anda:
1. Penggunaan kurs Menteri Keuangan (Kurs Pajak) adalah untuk menentukan besarnya pajak (PPN, PPnBM, PPh, Bea Masuk) yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak. Sarana untuk menentukan/menghitung besarnya pajak yang terutang adalah dengan melaporkannya dalam SPT. Jika transaksi yang dilakukan adalah menggunakan mata uang asing, maka untuk melaporkan transaksi tersebut dalam SPT haruslah menggunakan kurs pajak. Sehingga untuk melaporkan penyerahan yang tidak terutang PPN dalam SPT Masa PPN 1107 induk huruf B yang transaksinya menggunakan mata uang dolar, adalah menggunakan kurs pajak yang berlaku pada saat dilakukannya transaksi.

2. Dalam sistem pembukuan, kerugian selisih kurs mata uang asing akibat fluktuasi kurs, pembebanannya dilakukan berdasarkan pembukuan yang dianut oleh Wajib Pajak dan dilakukan secara taat asas. Hal ini diakomodasi oleh ketentuan pajak. Dalam pengakuan selisih kurs ini, jika Wajib Pajak menggunakan sistem pembukuan:
-Kurs tetap, pembebanan selisih kurs dilakukan pada saat terjadinya realisasi perkiraan mata uang asing tersebut.
-Kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun, pembebanannya dilakukan pada setiap akhir tahun berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun (kurs pada tanggal 31 Desember).
Wajib Pajak dapat menggunakan salah satu dari kedua sistem ini, hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.42/1999 tanggal 4 Februari 1999.

3. Perhitungan kembali pajak masukan dilakukan pada setiap akhir tahun (Masa Desember) oleh Wajib Pajak yang sekaligus melakukan penyerahan barang/jasa kena pajak dan barang/jasa yang tidak terutang PPN. Karena pada dasarnya Pajak Masukan atas barang/jasa yang tidak terutang PPN tidak dapat dikreditkan, sehingga jika ada Wajib Pajak yang melakukan penyerahan barang/jasa kena pajak dan barang/jasa yang tidak terutang PPN, maka Pajak Masukan atas barang/jasa yang tidak terutang PPN ini harus dikeluarkan.
Jika Pajak Masukan untuk memperoleh barang/jasa yang kelak jika dijual/diserahkan adalah bersifat gabungan antara terutang PPN dan tidak terutang PPN, maka Wajib Pajak harus menentukan kembali berapa sebenarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Perhitungan untuk menentukan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan inilah yang disebut sebagai perhitungan kembali Pajak Masukan, dengan menggunakan proporsi. Untuk lebih jelasnya saya berikan contoh kasus sebagai berikut.
Misalkan PT X selama tahun 2008 melakukan penyerahan barang yang terdiri dari:
-Penyerahan Barang yang terutang PPN sebesar Rp 100 juta (DPP: Rp 1 Milyar).
-Penyerahan Barang yang tidak terutang PPN sebesar Rp 50 juta (DPP: Rp 500 juta).
Selama tahun 2008 ini PT X membeli bahan baku untuk memproduksi barang yang dijual ini (seluruh Barang yang terutang PPN dan yang tidak terutang PPN (dengan DPP sebesar Rp 1,5 milyar) ini, totalnya adalah sebesar Rp 1 Milyar (dengan PPN sebesar Rp 100 juta).
Maka porsi Pajak masukan atas bahan baku yang digunakan untuk memproduksi barang yang kelak penyerahannya tidak terutang PPN tersebut harus dikeluarkan (tidak dapat dikreditkan). Untuk mengeluarkan pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan ini yang diistilahkan sebagai penghitungan kembali pajak masukan.
Besarnya pajak masukan yang dapat dikreditkan adalah:
=(Jumlah penyerahan yang terutang PPN : Jumlah Total Penyerahan) X Jumlah Pajak Masukan
= (Rp 1 Milyar / Rp 1,5 Milyar) X Rp 1 Milyar
= Rp 666,67 Juta
Semoga penjelasan ini dapat dimengerti.

13 Comments

Anonim

dear Pak Anto,

sy sangat menghargai usaha Bapak mengelola dan dengan sabar menjawab pertanyaan² kami disela² kesibukan Bapak, terima kasih banyak atas jawaban Bapak di atas dengan bahasa yang mudah kami mengerti

semoga apa yang Pak Anto tabur akan menjadi berkat buat kami. salam sukses!

Anonim

Mohon menyambung pertanyaan Pak...
Bilamana Penyerahannya adalah BKP namun Expor yg tarifnya 0% apakah ini termasuk penyerahan yang tidak terhutang PPn?

Mohon penjelasannya Pak, terimakasih.

Anto 10 Juli 2009 pukul 23.23

Penyerahan BKP untuk ekspor adalah merupakan penyerahan yang terutang PPN dengan tarif 0%. Definisi lebih jelas dapat Anda temukan dalam Pasal 4 huruf f UU Nomor 18 Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM, dimana disebutkan bahwa PPN dikenakan atas ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
Dalam istilah PPN (istilah hukum) satu kata itu sangat berarti. Perbedaan definisi "Terutang PPN 0%" dengan "Tidak Terutang PPN" artinya sangat berbeda (walaupun secara ekonomi, nilainya sama-sama nihil).
Jika atas penyerahan suatu BKP atau JKP tidak terutang PPN, maka atas seluruh Pajak Masukan untuk menghasilkan BKP atau JKP tersebut tidak dapat dikreditkan.
Namun khusus untuk ekspor, karena ekspor adalah terutang PPN, maka atas seluruh Pajak Masukan untuk menghasilkan BKP/JKP yang akan diekspor tersebut dapat dikreditkan. Oleh sebab itu, maka perusahaan eksportir akan diuntungkan karena mereka akan dapat memperoleh restitusi pajak akibat Pajak Masukan (untuk memproduksi BKP) cukup besar, sedangkan Pajak Keluarannya adalah Nihil (karena PPN atas ekspor adalah 0%).
Filosofi Pemerintah memberlakukan ketentuan ekspor dikenakan PPN 0% adalah untuk mendorong industri di Indonesia agar dapat bersaing di pasar internasional dengan melakukan ekspor sehingga akan memasukkan devisa bagi Indonesia.

Anonim

jwbannya sangat mudah dimengerti.... trimakasih pak anto

Anonim

yth. pak anto,

jadi mau nyambung pak...boleh ya pak
apakah pajak masukan dapat dibebankan? kondisi seperti apakah yang dapat menjadi pertimbangan apakah suatu PPN masukan dibiayakan atau dikreditkan? mohon pencerahannya.
terimakasih

Anto 18 Agustus 2009 pukul 18.28

Menurut ketentuan Pajak Masukan seharusnya adalah dikreditkan.
Jika Pajak Masukan yang seharusnya dapat dikreditkan ini namun tidak dikreditkan oleh Wajib Pajak yang bersangkutan maka ia dapat membebankannya sebagai biaya pengurang penghasilan neto. Tidak ada aturan yang menentukan atau yang melarang seorang Wajib Pajak untuk memilih apakah pajak masukan tersebut dapat dikreditkan atau dapat dibiayakan. Jadi ini adalah merupakan sebuah ketentuan pajak yang "grey area".

Anonim

Yth, Pak Anto

Salam kenal pak, saya mo tanya mengenai PPN atas jasa perdangan. sesuai denga SE 08 th.1998
menyatakan bahwa atas jasa perdagangan bisa tidak terhutang PPN dan terhutang PPN. apabila tidak terhutang PPN maka tidak perlu membuat faktur pajak. yang saya tanyakan bagaimana pelaporan pada SPT masa PPN-nya mengingat kita tidak membuat faktur pajak atas tagihan komisi jasa perdagangan tersebut?
Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih banyak. GBU pak.

Anto 14 Oktober 2009 pukul 11.52

Atas Penyerahan BKP atau JKP yang tidak terutang PPN harus dilaporkan di SPT Masa PPN (pada Formulir 1107) halaman induk SPT pada bagian Romawi I "Penyerahan Barang dan Jasa" huruf B "Tidak Terutang PPN".
Nilai yang dilaporkan pada bagian ini adalah senilai jumlah penyerahan BKP atau JKP yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak.

Anonim

Pak, saya juga mau tanya... untuk perusahaan yg eksport, kan PPN Ekspor 0% berarti di PEB PPN Ekspor 0. Yang jadi pertanyaan adalah : bagaimana dengan penagihan dan Faktur Pajak penjualannya, apakah kita tidak menagih PPN ke customer yang di LN?
Terima kasih Pak sebelumnya..

Anto 30 November 2009 pukul 22.13

Untuk penjualan ekspor, memang terutang PPN sebesar 0%. Menurut ketentuan PPN, dokumen PEB adalah merupakan dokumen yang dipersamakan dengan Faktur Pajak. Sehingga pada saat penagihan kepada konsumen di LN, dalam faktur penjualan serta PEB, nilai yang ditagih adalah sebesar nilai penyerahan. Sedangkan PPN yang ditagih adalah 0 (nihil) karena tarif PPN-nya adalah 0%.

Anonim

dear Pak Anto,

apakah pembayaran Commitment Fee ke lembaga pembiayaan di luar negeri terutang PPN 10% yang harus disetorkan ke kas negara melalui SSP pemanfaatan JKP di luar daerah pabean?

terima kasih banyak atas kesediaan Bapak menjawab pertanyaan tsb. disela2 kesibukan Bapak

salam,

Anonim

mau tanya pak...

dasar penerapan kurs pajak (KMK) untuk mengkonversi valas ke rupiah dalam hal ekspor yang akan dilaporkan di SPT Masa PPN apakah menggunakan tanggal PEB / tanggal PE / tanggal fiat(masuk barang ke kawasan pabean) ?

terima kasih sebelumnya...

istilah-istilah pajak 26 September 2012 pukul 12.57

Terima kasih atas informasinya Pak, sangat bermanfaat untuk saya.

Posting Komentar