..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Jumat, 18 Juli 2008

PENGENAAN PPh TARIF LEBIH TINGGI BAGI YANG TIDAK PUNYA NPWP

RUU PPh baru yang telah disetujui oleh Panja Komisi XI DPR dan segera disahkan untuk menjadi UU PPh yang baru kelak memiliki banyak fasilitas dan insentif bagi Wajib Pajak. Mari kita intip beberapa insentif yang kelak dapat kita pergunakan sebagai Wajib Pajak. Insentif tersebut antara lain adalah:

Pembebasan biaya fiskal ke luar negeri mulai 2009 bagi yang memiliki NPWP dan telah berusia 21 tahun. Bagi masyarakat yang telah memiliki NPWP akan dibebaskan dari pengenaan Fiskal Luar Negeri mulai 2009. Pemungutan Fiskal Luar Negeri ini kelak akan dihapuskan secara total mulai 2011.

Selain itu, dalam aturan RUU PPh ini juga diatur penerimaan tarif pemotongan atau pemungutan PPh yang berbeda bagi masyarakat yang telah memiliki NPWP.
Bagi wajib pajak (WP) penerima penghasilan dari pekerjaan yang tidak mempunyai NPWP akan dikenakan pemotongan PPh 21 sebesar 20% lebih tinggi dari tarif normal. Tapi bagi WP penerima penghasil dari jasa yang tidak mempunyai NPWP dikenakan pemotongan PPh pasal 23 sebesar 100% lebih tinggi dari tarif normal.
Dan bagi WP yang dikenakan PPh pasal 22 yang tidak mempunyai NPWP, dikenakan pemungutan PPh 22 sebesar 100% lebih tinggi dari tarif normal.

19 Comments

Anonim

1. pph 22 .. itu tentang impor export .. --> kalo karyawan sih ga kena donk ..

2. Ayat (5a)
Kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dapat dibuktikan oleh Wajib Pajak antara lain dengan cara menunjukkan kartu NPWP.
Contoh: Penghasilan Kena Pajak Rp 75.000.000,00
Pajak Pengahsilan yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP adalah:
5% x Rp 50.000.000,00 Rp 2.500.000,00
15% x Rp 25.000.000,00 Rp 3.750.000,00
Jumlah Rp 6.250.000,00
PPh yang harus dipotong jika Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP adalah:
5% x 120% x Rp 50.000.000,00 Rp 3.000.000,00
15% x 120% x Rp 25.000.000,00 Rp 4.500.000,00
Jumlah Rp 7.500.000,00

** jadi bukan tax clipnya naik 20% boss (5% jadi 25%, 30% jadi 50%), tapi 5% jadi 6%, 15% jadi 18%, 30% jadi 36% (still can manage la ya :p)

Anto 20 November 2008 pukul 17.37

Anda keliru menafsirkan bahasa hukum (baca: Undang-Undang). Dalam artikel di atas (atau juga dalam Undang-Undang) disebutkan bahwa: "Bagi wajib pajak (WP) penerima penghasilan dari pekerjaan yang tidak mempunyai NPWP akan dikenakan pemotongan PPh 21 sebesar 20% lebih tinggi dari tarif normal" artinya akan dikenakan pemotongan yang tarifnya sebesar 20% LEBIH TINGGI DARI TARIF NORMAL, artinya 20% x (tarif PPh Pasal 17 x Penghasilan Kena Pajak). Jadi tarif efektifnya seperti yang Anda sebutkan tersebut di atas, yaitu 5% jadi 6%; 15% jadi 18% dan seterusnya.
PPh Pasal 22 tidak hanya untuk impor (bukan ekspor seperti yang Anda sebut), tetapi dikenakan juga jika bendahara pemerintah melakukan pembelian barang ke orang pribadi/badan swasta serta pembelian produk-produk tertentu.

Unknown 22 November 2008 pukul 00.39

pa di KPP Batam pekerja yg penghasilannya dibawah PTKP katanya tidak perlu buat NPWP..... apakah itu benar?
jadi kesimpulannya pekerja yg penghasilannya dibawah PTKP harus dikenakan PPh Pasal 22/23 begitu pa????

Anto 24 November 2008 pukul 09.44

Benar, pekerja (subjek Pajak) yang penghasilannya masih di bawah PTKP (berarti belum memenuhi kewajiban pajak objektif), maka tidak perlu memiliki NPWP.
PPh Pasal 22 merupakan sistem pemotongan pajak (witholding tax) yang dikenakan terhadap pembelian impor, penjualan barang kepada Bendahara Pemerintah, Pembelian Produk tertentu seperti BBM ke Pertamina, semen, kertas.
PPh Pasal 23 merupakan sistem pemotongan pajak (witholding tax) yang dilakukan oleh pemberi/pembayar penghasilan (sebagai pemotong) berupa jasa, bunga, dividen, royalti, hadiah kepada penerima penghasilan.
Pekerja yang bekerja terikat dengan perusahaan dan tidak mempunyai penghasilan sampingan yang menjadi objek PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23, tidak akan dipotong PPh Pasal 22 dan Pasal 23.

Anonim

Dear admin,
Saya pekerja kontrak di malaysia. Alamat saya sudah pindah di malaysia (dalam paspor). Tetapi keluarga masih di indonesia. Di malaysia pendapatan saya sudah di potong income tax. Selebihnya saya kirimkan ke indonesia, yg jumlahnya memang diatas PTKP. Dalam hal ini apakah penghasilan saya masih mesti kena pajak penghasilan lagi? Mengingat saya juga sudah dipotong income tax di malaysia.
Terima kasih banyak.

Anto 3 Januari 2009 pukul 08.50

Sepanjang Anda tidak berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam periode 1 tahun dan tidak memperoleh penghasilan di Indonesia serta tidak memiliki NPWP, maka penghasilan yang Anda terima di Malaysia ini tidak perlu dihitung lagi pajaknya di Indonesia (karena sudah dipajaki di Malaysia.

Anonim

Pak, saya masih belum mengerti tentang tarif jenis pajak Pph pasal 23.

tarif yang dulu selalu saya pakai untuk jenis jasa konsultan yaitu 4,5%, saya baca di peraturan baru menjadi 2%. Betulkah??

Lalu bagaimana penerapannya untuk yang tidak ber-NPWP maksud dari 100% itu seperti apa, Tolong di sertai juga contoh kasus nya ya pak..

Terima Kasih

Salam

Ija

Anto 21 Januari 2009 pukul 18.00

Betul, berdasarkan Pasal 23 UU Nomor 36 Tahun 2008, tarif PPh Pasal 23 untuk jasa konsultan adalah 2%.
Jadi kalau penerima penghasilan tidak memiliki NPWP, maka pemotong pajak harus memotong PPh Pasal 23 dengan tarif 100% lebih tinggi dari tarif normal, artinya tarifnya menjadi 100% x 2% atau sama dengan 4 %.
Misal Mr X menerima penghasilan atas jasa konsultan manajemen sebesar Rp 10 juta dari PT ABC.
Maka PT ABC harus memotong PPh Pasal 23:
- Jika Mr. X punya NPWP: PPh Pasal 23 = 2% x Rp 10 juta = Rp 200.000

- Jika Mr. X tidak punya NPWP: PPh Pasal 23 = 100% x (2% x Rp 10 juta) = Rp 400.000

Anonim

Terima Kasih atas jawabannya.
Lalu di bukti potong Pph pasal 23 yang dahulu saya isi di kolom Perkiraan Penghaslian Netto 30% karena di kolom tarif sudah tertera 15 % jadi total potongan = 4,5% (30% x 15%).

Nah, untuk tarif baru sekarang bagi yang punya & tidak punya NPWP di kolom Perkiraan penghasilan nettonya di tulis brp persen pak??

Salam,

Ija

Anonim

Pak Anto:
Tarif pajak atas deviden orang pribadi mejadi 10% sesuai UU 36/08 dan akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah (pp) . Apakah pp nya sudah ada dan apakah tarif tsb berlaku untuk deviden atas laba tahun 08 yang diterima thn 2009?
Thanks
Magus

Anonim

Pak Anto:
Apakah komisaris yang tidak berkantor setiap hari tetapi memperoleh penghasilan tetap setiap bulan dikategorikan sebagai pegawai tidak tetap? Dan apakah perhitungan pajaknya dari penghasilan bruto tanpa dikurangi PTKP dan biaya jabatan dikalikan tarif pasal 17?
Thanks, Magus

Anto 6 Februari 2009 pukul 09.05

Dalam ketentuan mengenai PPh Pasal 21, Komisaris yang bekerja bersifat tidak menetap dan hanya menerima honor dikategorikan sebagai pegawai tidak tetap.
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 15/PJ/2006, perhitungan pemotongan PPh Pasal 21 yang harus dilakukan oleh perusahaan sebagai pemberi kerja/penghasilan adalah:
Penghasilan Bruto (honor yang diterima) x Tarif Pasal 17 UU PPh
Perhitungan ini tanpa dikurangi dengan Biaya Jabatan dan PTKP.

Anto 6 Februari 2009 pukul 16.10

Menjawab pertanyaan Saudara Ija, tgl 4 Februari 2009:
Sampai dengan saat ini belum ada ketentuan tentang format Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 yang baru, sehingga untuk menyiasati hal ini, maka atas pemotongan terhadap pihak yang belum memiliki NPWP caranya:
menulis angka 200% pada kolom Perkiraan Penghasilan Neto.
Sedangkan pada kolom Tarif PPh dituliskan nilai 2%.

Menjawab Pertanyaan Pak Magus ttg dividen:
Sampai dengan saat ini saya belum memperoleh PP yang mengatur ttg dividen.

Anonim

Oke Pak, lalu bagaimana penulisan tarif di bukti potong Pph pasal 23 bagi yg memiliki NPWP? apakah di kolom perkiraan penghasilan netto nya di kosongkan & di kolom tarif langusng di tulis 2% ??

Anto 11 Februari 2009 pukul 15.33

Ya.

Anonim

BOS DENGER DENGER UNTUK AJUKAN KEREDIT JUGA BUTUH NPWP TERUS PERPANJANG STNK JUGA BUTUH NPWP TERUS KALO KITA SENDIRI BELUM ATAU PENGHASILAN NYA DI BAWAH PTKP GIMAN BOS MASA TIAP TAHUN HARUS LAPORAN NIHIL TERUS PERCUMA AJA KALI

Anto 2 Maret 2009 pukul 10.12

Logikanya jika seseorang mengambil kredit, pasti akan digunakan untuk suatu kegiatan yang akan menghasilkan penghasilan misalnya untuk modal usaha atau investasi. Apalagi jika kita mengambil kredit di bank, kita akan dibebankan dengan bunga atas kredit tersebut. Bagaimana kita akan dapat membayar bunganya, jika tidak memiliki penghasilan. Demikian juga dengan perpanjangan STNK, berarti ada sumber penghasilan yang harus diperoleh karena Anda telah memiliki kendaraan, dan biaya perawatan kendaraan itu tidak sedikit (misal untuk BBMnya).
Logika tersebutlah yang dijadikan sebagai filosofi mengapa ketentuan memiliki NPWP ini diterapkan.
Dan perlu diingat, bahwa Fungsi Pajak salah satunya adalah sebagai fungsi Regulerend, yang artinya utk mengatur aktivitas perekonomian di suatu negara. Sehingga pajak dalam fungsi ini tujuannya untuk membatasi warga untuk tidak mengkonsumsi sesuatu yang seharusnya tidak diperlukan. Karena konsumsi yang bersifat menghambur-hamburkan (konsumtif) kelak juga akan berakibat negatif terhadap negara, misal sumber daya yang terbuang percuma, terjadinya inflasi tinggi. Dan contoh konkrit yang dapat kita lihat adalah kasus krisis global yang terjadi saat ini.
Jadi hal yang Anda sebutkan di atas sebenarnya secara filosofi tidak ada yang tidak berguna, hanya tergantung dari pelaksanaannya di lapangan.

Anonim

http://sLgsg sj pak. saat ini sy sdg menyusun SPT PPh tahunan 21 Badan. yg mau sy tanyakan di form 1721 B No. 11.
slma ini sy memotong 20% ats pemberi jasa (Bukan Pegawai) org asing. namun sy mskan dlm SPT msa Pph psl 23. Karena di SPT 21 yang tertera pegawai dengan status WP LN, sehingga sy mskan dlm SPT Masa 23.

Nah, apakah di form 1721 B No. 11 tetap sy masukan atau di kosongkan karana bulanannya saya laporkan dalam SPT Masa Pph 23 bukan 21.

Mohon masukannya..

Wassalam,

Ronald

Anto 17 Maret 2009 pukul 17.52

Pemberi jasa (bukan pegawai) yang berstatus sebagai subjek pajak Luar Negeri seharusnya dipotong PPh Pasal 26 (bukan PPh Pasal 23) dan juga dilaporkannya adalah dalam SPT Masa PPh Pasal 21 (bukan di SPT Masa PPh Pasal 23 sebagaimana yang Anda lakukan selama ini).
Jadi telah terjadi kesalahan dalam pemotongan dan pelaporan SPT, maka Anda harus meminta pemindahbukuan terhadap setoran yang telah salah setor tersebut, kemudian melakukan pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23.
Dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21, tetap harus Anda laporkan pegawai ini pada Lampiran 1721 B No. 11 tersebut.

Posting Komentar